"Hey Ver! HEY ! WOI BANGUN ! ". Suara itu terdengar sayup sayup di telinga ku. Aku pun perlahan membuka mataku, " elu gak apa kan? , semua okay kan? " Ucap orang didepan ku dengan nada panik. "I'm okay Rin, everything's okay" jawabku sambil tersenyum palsu. Mungkin ia tak menyadari nya, aku pun perlahan bangkit.
Rasa nyeri tak kunjung hilang, aku pun berjalan gontai menuju dapur tempat Karin berada. Kulihat dirinya yang begitu serius. Ia pun bertanya kepadaku tiba-tiba "makan nasi goreng aja gak apa kan? ", "its okay, tetap aku makan kok tenang ae" jawabku tersenyum. Lalu ia kembali pada aktivitasnya. Aku pun kembali berjalan ke ruang keluarga, aku melihat kalau obat-obatan ku sudah rapi kembali, " Siapa yang membereskannya? kalau Karin nggak mungkin, dia benci hal yang berbau obat" gumamku.
Aku pun akhirnya kembali ke kamar, aku tak begitu suka berlama lama di ruangan itu, terlalu menyesakkan. Memegang terdengar aneh tapi hal itu terus membangkitkan ingatanku tentang rumah. Aku pun berdiri didepan jendela, aku pun menghela nafas yang cukup panjang, hingga nafasku benar-benar habis. Cahaya matahari yang sedikit memudar memasuki ruangan ini. Langit membiru, seperti badan ku, dengan sedikit warna jingga, oranye dan sentuhan merah. Aku merasa tenang sesaat. Entah mengapa rasanya begitu sesak, diriku terduduk.
Aku pun menahan tangisanku dan rasa sakit yang terjadi. Rasanya semuanya sakit, nafasku memburu, badan ku gemetar, aku ketakutan. Memori itu kembali, aku benci diriku. Aku membenci semuanya, aku benci rasa sakit ini, "INI MEMUAKKAN!". Aku pun akhirnya berteriak, seketika rasa sakit itu perlahan hilang, air mataku mengalir deras begitu saja, aku tak tau apa yang terjadi pada diriku. Aku menutup wajahku dengan telapak tangan ku dan menekan nya.
"Diam bodoh ! diam! , semuanya akan baik baik saja, semuanya akan baik saja" Aku mengucapkan hal itu sambil memeluk badanku, aku begitu rapuh seperti kaca yang tipis. Aku membenci hal ini, aku benci semuanya, aku lelah. Aku memang tak diinginkan sejak awal, kenapa aku dilahirkan, aku tak menginginkan nya, aku tak ingin malahan, rasanya begitu kacau. Aku pun berusaha setenang mungkin, menekan semuanya hingga tenang. Aku tak ingin merepotkan lagi. Aku lelah.
Aku mencari tasku, aku menggeledah isinya, aku mencarinya, aku mencarinya!. Aku pun menariknya perlahan lalu kubuka bajuku, yang tersisa hanya badanku yang separuh telanjang, perlahan demi perlahan benda itu menyayat rusukku, aku tak merasakan apapun. Aku hanya memastikan diriku masih hidup atau tidak. Darah segar mengucur, dan aku tetap belum puas, aku pun memegang lenganku, benda itu kembali menyayat. Dan barulah aku merasakan sakit, aku membiarkan darahku mengalir, aku pun berbaring, menunggu darah ku kering.
Air mataku kembali pecah, yang kurasakan hanya sesak dan berat. Aku tak mengeluarkan ekspresi apapun, aku diam seribu bahasa. Aku tak ingin menganggu lagi. Aku lelah, percayalah aku ingin sekali mengakhiri semuanya, sayangnya hal itu selalu aku urungkan.
Entah kenapa rasanya begitu sesak, aku benci hal ini.Dan sepasang mata itu mengintip, aku menyadarinya tapi tak mengindahkan nya, aku hanya melirik sekilas dan aku kembali memandangi langit-langit kamar. Yang kurasakan? mati rasa. Aku tak dapat menjelaskannya. Aku hanya ingin tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABNORMAL
Randomrestricted for closed minded , self healing, a journey to love our self. Credit for artist. Enjoy :') Based on true story . "Terdapat bahasa kasar, bahasa vulgar dan kekerasan, dan suicide trigger, mohon bijak" 17+ 95% true story :). Sisanya yah han...