[4] J E N U H

18 2 0
                                    


Saat aku jatuh, kecewa, takut, dan lelah menjalani rintangan di hidup ini, terkadang aku butuh seseorang yang akan berkata "jangan takut  ada aku" dan membagi senyumnya untuk penawar semua rasa itu, tapi mungkin itu cuma mimpi, mimpi yang tidak akan pernah mungkin menjadi nyata.

Aku, seseorang yang orang bilang selalu ceria dan tidak pernah punya masalah. “Sok tau” rutuk ku dalam hati setiap kali orang beranggapan seperti itu. “Mana ada di dunia ini orang yang gak punya masalah”. Tapi yaaa sudahlah, bukankah setiap orang membaca individu lainnya dengan background yang berbeda-beda, hasilnya berbeda juga? Wajar.

Oh yaaa, satu lagi, aku suka menulis.

🍃 🍃 🍃

Adalah caraku mengungkapkan rasa yang tidak sanggup terlisankan,
Adalah rintihan tanpa suara

Aku menceritakan dia dengan tinta
Membacanya dari berbagai sudut makna
Meski tanpa tanda baca, aku belum ingin menyerah!
Aku yakin akan ada sudut baca terindah.

🍃 🍃 🍃

Semu, dia semu, dia tidak pernah nyata dalam hidupku, dia hanya hayalan indah, dia.., seseorang yang berani-beraninya mencuri hati ini, dan parahnya lagi, sampai sekarang dia belum bisa mengembalikan hatiku.

***

Masa remaja, identik dengan cinta, kisah cinta, jatuh cinta, putus cinta. Sama halnya denganku, merasakan cinta, dan sayangnya itu tidak indah. Belum indah.

Saat aku harus menerima kenyataan, bahwa orang yang aku cinta, mencintai orang lain, bahkan dia tidak pernah tau kalau aku menunggunya. Miris? mungkin.

Kita memang bebas memilih cinta mana yang kita mau, dan karna kebebasan itu juga kita sampai lupa cinta yang sudah ada di dekat kita, cinta yang menunggu kita saat kita menuggu cinta yang lain.

***

Hari minggu bagiku sama seperti hari biasanya, aku lebih suka menghabiskan waktuku di kamar dan menyelesaikan tulisanku. “Seenggaknya gue gak sia-siain waktu gue buat meratapi sesuatu yang menyakitkan.” Aku mencoba melupakan dia, yang sebenarnya motivasi dan inspirasiku untuk membuat semua karangan ini. Tapi aku harus bisa lupain dia.

Rasa bersalah itu terkadang muncul, belum bisa membuka hati untuk seseorang yang sekarang menjadi pemilik nyatanya, bukan hanya itu, rasa bersalah karena dia lebih tau hatiku di banding orang lain, dia tau tentang seseorang yang menjadi pemilik semu hatiku, tapi kenapa dia masih sabar? Tidak kah jenuh? Tidak kah bosan dan ingin berpaling? Dan sesungguhnya aku yang merasakan kejenuhan itu. Dia selalu menjawab pertanyaan ku dengan senyumannya, bagaimana mungkin aku melukainya? Lagi? Malaikat itu terlalu rapuh ku rasa. Aku mencoba dan masih mencoba.

“Terkadang ada seribu alasan untuk menangis, tapi kamu juga punya berjuta-juta alasan untuk tersenyum, aku sayang kamu, bukan masih sayang kamu” kata-kata Bagas selalu bisa membuatku terdiam, harus bagaimana aku menanggapinya?.

"Kasih soal statistika aja gimana? Sama aja pusingnya kok..”. Ucapan lebut di sertai senyuman hangat yang mulai membuatku sedikit, nyaman?.

***

Hari ini tepat satu tahun hubunganku dengan Bagas, aku rasa cukup, aku telah berpikir dan mungkin ini adalah pilihan yang terbaik.

Jam 13.00 WIB, aku sudah menunggu Bagas datang untuk makan siang bersama di LOVE’S CAFFE. Tidak seperti biasanya Bagas membuatku menunggu lama, kami sepakat akan bertemu tepat jam 12.30 WIB, tapi sudah tiga puluh menit berlalu Bagas belum juga datang.

JENUH,
satu kata yang menggambarkan aku saat ini, belum cukup aku menunggu seseorang, sekarang aku harus menunggu Bagas juga?, menyebalkan, aku sudah bosan dengan penantian, aku ingin bebas.

Jam 14.00 WIB, Bagas belum juga datang, kemana orang itu?!!. Sesekali aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku, waktu terus berjalan, setiap detik ku pandangi geraknya. Aku benar-benar bosan, ku masukkan wajahku ke dalam susunan tangan yang tertumpuk di meja. Kau buat ku kesal!.

***

“Lo nunggu siapa?” suara itu membangunkanku dari lamun, ku dongakkan wajahku untuk melihat si empu suara, “Gue nunggu Bagas, lo tau gak dia kemana?” ternya dia Gilang, sahabat Bagas yang selama ini aku tunggu.

“Nih, baca” Gilang menyerahkan lipatan kertas berbentuk kupu-kupu.

📩  📩  📩  📩  📩  📩  📩  📩  📩

Haiii, selamat satu tahun hubungan kita yaaa
Sya…, aku tau, sesuai perjanjian kita hari ini kamu boleh memilih, dan aku yakin hari ini hari terakhir aku memiliki hati kamu secara resmi, aku tau kamu pasti lelah bukan, kamu pasti jenuh. Aku sayang kamu Sya, aku gak mau mengekang kamu, tapi aku terlalu takut untuk mendengar perpisahan kita. Dan sekarang di depan kamu ada seseorang yang kamu tunggu selama ini.

Dia juga punya rasa yang sama seperti harapan kamu, aku harap kalian bahagia…
Jam satu tadi aku ke caffe, aku liat kamu lagi duduk nunggu aku, aku sengaja gak nyamperin kamu, aku mau kamu tau, itu yang banyak orang rasakan ke kamu, menunggu.
Dan mungkin… kalau Gilang kasih surat ini aku udah di perjalanan menuju Jerman. Sepertinya do’a kamu terkabu, aku diterima kuliah di Jerman.

Terimakasih yaaa Sya.. untuk satu tahun yang penuh kenangan ini, aku akan selalu inget kamu walau aku gak yakin kamu akan inget aku.
Selamat Tinggal…
I LOVE YOU.

📩  📩  📩  📩  📩  📩  📩  📩  📩

“Thanks, gue balik” aku langsung berpamitan kepada Gilang yang sejak tadi duduk dihadapanku. Ini benar-benar diluar dugaanku, Gilang menahan tanganku dan memintaku untuk duduk di depannya. “To the point aja, ada apa, gue buru-buru”.

“I LOVE YOU”. Apa ini? Aku bukan barang yang bisa dialih tangankan, aku ini manusia, DULU aku mungkin menaruh hati padanya, tapi sejak satu jam yang lalu aku sadar, bukan ini yang aku cari.

“Sorry gue gak….”. “Gue tau lo pasti gak akan terima gue, walaupun butuh bertahun-tahun buat gue ngumpulin semua keberanian gue buat bilang ini ke lo, seenggaknya gue pernah coba bilang dan gue udah lega..” ini berar-benar mustahil, menyebalkan dan memusingkan. Semesta sedang mempermainkanku?

***

Selamat pagi…, sekarang aku sudah mengerti dan putuskan untuk berhenti. Tidak, aku tidak merubah jawabanku, aku tetap pilih “maaf gue gak bisa” dengan alasan yang jelas, aku hanya ingin bebas, aku mendapatkannya sekarang. Aku bersahabat dengan Gilang, aku juga tetap berkomunikasi dengan Bagas, dan satu hal lagi…, aku kira Bagas itu Malaikat? Dia manusia biasa, aku kira Gilang itu Es? Dia itu hangat.

Sekarang aku tau apa yang membuat hari-hariku berwarna, bukan siapa saja mereka yang ada dihidupku, tapi bagaimana aku bisa membuat mereka berwarna di hidupku.

~ TAMAT ~

AKU (Kisah Penantian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang