Sudah tiga hari berkabung pasca meninggalnya Frans, suasana rumah Ericsson masih diselimuti duka cita.
Dan sebagai teman baik, Jaffra bersama istrinya datang turut belasungkawa atas apa yang terjadi dengan Ericsson, dan tak lupa Derrick hadir bersama mereka juga. Bagaimanapun dia tidak memiliki alasan untuk menolak ajakan mertuanya. Huft.
Sementara Juliet menunggu di rumah, sebab dia tidak kuasa untuk datang ke rumah duka itu meski Jaffra memintanya.
"Mr. Ericsson, bagaimana kabar mu?" Sapa Jafrra.
Ericsson tak langsung menjawab, ia seolah mengabsen satu persatu siapa yang datang bersama Jafrra.
"Juliet tidak ikut?" Tanya balik Ericsson melihat kearah Derrick.
"Dia sedang tidak enak badan." Sahut istri Jaffra mengalihkan perhatian Ericsson.
"Jika Juliet datang, pasti akan mempengaruhi kesehatannya." sela Derrick seakan memberi peringatan kepada Ericsson supaya tidak mengusik kehidupan Juliet. Karena Ericsson tahu betul apa yang telah dilakukan Frans kepada Juliet.
"Saya turut berduka atas meninggalnya Frans. Dia terlalu muda untuk meninggalkan kita semua." Ujar Jaffra menepuk kecil pundak Ericsson.
Mata Ericsson lagi-lagi mengarah ke Derrick. "Seharusnya Tuhan memberikan dia kesempatan. Tapi malaikat maut bertindak lain." Ucapnya seakan menyinggung Derrick.
"Malaikat maut selalu melakukan tugasnya. Kita tidak bisa memungkiri hal itu." Tambal Derrick.
"Anda jangan terlalu larut dalam kesedihan, anda harus jaga kesehatan juga." Sahut istri Jafrra. "Mungkin ini adalah jalan terbaik untuk Frans. Anda harus tabah, Mr. Ericsson." Lanjut istri Jaffra.
Rasanya Derrick ingin sekali cepat keluar dari rumah ini, tapi mertuanya terlihat belum ingin angkat kaki dari sini. Ia pun memutuskan untuk mencari udara segar dengan membawa segelas anggur menuju balkon dan menikmati udara disana.
Dalam keheningan dia mencecap minumannya dengan penuh nikmat sampai tak lama kemudian Ericsson datang menghampirinya.
"Bagaimana keadaan Juliet?" Tegur Ericsson berdiri di samping Derrick.
Tanpa merubah posisinya, Derrick menyesap lagi minumannya lalu berkata. "Apa kamu berharap dia mati di tangan Frans?" Tanya balik Derrick.
"Jangan mempersulit posisi ku." Sahut Ericsson turut menikmati pemandangan di halaman rumah. "Juliet sudah aku anggap seperti putri ku sendiri. Sedangkan kamu sebagai suaminya, telah membunuh Frans yang sudah ku anggap sebagai anakku sendiri."
Derrick tersenyum lancip tanpa merespon balik ucapan Ericsson.
"Entah apa reaksi Jaffra jika mendengar ini." Tandas Ericsson.
Kalimat yang baru saja keluar dari bibir Ericsson mampu membuat Derrick sedikit mengarah ke pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iam Not Romeo - End
RomanceGadis yang baru menginjak usia 18 tahun, sudah tergila-gila dengan seorang pria dewasa yang notabenenya bukanlah kategori pria baik-baik. Tetapi gadis itu malah menganggap pria tersebut adalah Romeo-nya.