-Vio-
🍨🍧
Malam itu setelah kami berbaikan atau mengulang perkenalan sebagai a brand new person, Agus mengantarku pulang. Ia tampak terkejut melihatku tinggal di rumah sempit padat penduduk yang bahkan dulunya kamar mandiku saja masih lebih besar. Tapi ia tak berkomentar apa pun.
"Kalau Agus ini suka sama kamu, Mami setuju lho." Komentar Mami saat sarapan.
Wajahku memerah seketika. "Mami apaan sih!" Cetusku.
Mami terkekeh. "Kelihatannya baik, sopan pula."
"Kita belum tahu yang sebenarnya, Mi. Semua tentara dididik ramah pada semua orang." kataku.
Mami menatapku dalam. "Hanya karena kamu pernah disakiti seorang tentara, bukan berarti tentara lain juga buruk. Hati-hati boleh, curiga jangan."
"Entahlah, Mi." Aku mengangkat bahuku acuh tak acuh.
Mami tersenyum lembut. "Jangan menutup diri apalagi hati. Kita, kamu sudah memutuskan membuka lembaran hidup yang baru termasuk pertemanan. Jodoh siapa yang tahu kan, Sayang? Semakin kamu menghindar, semakin kamu dikejar."
Mami mengusap kepalaku dengan tangannya yang sehat. Demi menenangkannya, aku mengangguk.
Usai sarapan dan membereskan beberapa hal, aku pun pergi berjualan.
Sambil berjalan menuju jalan raya, sesekali aku mendongakkan kepala menatap langit. Betapa luasnya langit dan betapa kecilnya aku di dunia ini.
Kuasa Tuhan sungguh besar. Sangat mudah bagiNya membalik kehidupan manusia. Aku yang tak pernah berpikir akan menjalani kehidupan seperti sekarang ini. Dulu seolah dunia dalam genggaman, sekarang aku diberitahu arti sebuah perjuangan dan makna hidup yang sesungguhnya.
Apakah aku menyesal? Ya. Apakah aku menyalahkan Tuhan? Ya. Hanya saja sekarang aku belajar ikhlas. Dan itu sulit. Luar biasa sulit seperti yang selalu kudengar, jadilah seperti surat Al-Ikhlas di Al Qur'an yang tak terdapat kata ikhlas dalam ayatnya. Yang artinya ikhlas itu berbuat tanpa jejak, tanpa pamrih.
Lalu sepanjang perjalanan menuju tempatku berjualan, pikiranku melayang kepada Agus. Haruskah memberinya kesempatan? Seperti kata Mami.
Agus seperti dia. Tapi apakah akan betul-betul seperti dia? Ataukah Agus memang jauh lebih baik sekalipun pangkatnya dibawah dia?
Terus terang, aku takut. Dia yang kupikir baik pun meninggalkan aku seperti itu.
💕💕💕
"Siang, Neng. Pesen yang biasanya buat Ibu Danton ya?" Sapa Agus.
Aku mengangguk dan segera membuatkan pesanannya. "Mbak Frannie orangnya baik ya?"
"Banget. Kita nggak akan kelaparan kalau dekat dia."
"Hus, kok ngomong gitu?" Tegurku.
Agus tertawa. "Memang gitu kok. Danton saja kaget waktu awal menikah."
"Hebat juga bisa banyak bahasa. Aku mentok bahasa Inggris." Gumamku.
"Dia bisa bukan karena sengaja belajar. Karena Bapaknya diplomat jadi kan selalu ikut tugas." Jelas Agus.
Aku manggut-manggut.
"Eh, Vi, ngomong-ngomong beneran nih kamu nggak ada liburnya? Sejak dinas disini, saya belum kemana-mana yang memang sengaja liburan gitu."
Aku diam. Sepertinya ajakan Agus tulus. Sebetulnya juga aku ingin liburan sebentar sambil mengajak Mami. Pasti Mami senang.
"Nggak usah jauh-jauh sih." Sambung Agus. "Saya penasaran sama Kebun Binatang Surabaya. Kan dekat. Bisa ajakin Mami kamu juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Agustus Cinta
General FictionCinta Violetta Ayu Soediro namanya. Dia seayu namanya. Anak seorang pengusaha travel besar di Jakarta. Sedang aku hanyalah anak seorang pegawai pabrik biasa. Aku tahu diri untuk berani naksir dia. Tapi sejak bertemu dengannya lagi di kereta Jakarta...