#8 Agus In Action

3.3K 532 53
                                    

-Vio-

💕💕💕

Sejak jalan-jalan ke Bonbin Surabaya yang menjadi ikon legendaris terutama patung Suro dan Boyo yang ada di di depan Bonbin, sesekali Agus datang ke rumah. Atau menungguiku sambil membantuku berjualan.

"Gus, kamu nggak malu ta ikut jualan gini? Masih pakai seragam loreng juga," kataku suatu hari.

"Kenapa harus malu, Vi? Saya kan nggak berbuat asusila," sahut Agus.

"Ya kali lo asusilain gue!" cetusku jengkel.

Agus tersenyum.

"Gus," panggil Vio. Dagangannya sedang sepi.

"Iya?"

"Kamu nggak ada cewek lain buat dideketin gitu? Kamu kan tentara, gagah,"

"Nggak ada,"

Aku mencibir. Bohong sekali kalau tak punya kenalan perempuan. Apalagi sekarang yang loreng-loreng kan sedang digandrungi. "Anggotamu. Kowad atau cewek-cewek lain di luar sana?"

Di sisi lain Agus yang sekarang lebih sedap dipandang. Tidak ganteng yang luar biasa memang. Tapi manis.

Agus menggeleng. "Yang sreg cuma satu orang saja. Gimana dong?"

Aku kembali mencibir.

"Apa karena saya cuma bintara, kamu nggak mau dekat sama saya?" tanyanya agak tajam.

"Justru kamu, kamu kasihan kan sama aku?" desisku.

Agus tampak terhenyak. "Kenapa saya harus kasihan sama kamu?"

"Karena aku sudah miskin! Bangkrut!" cetusku.

Agus menghela napas dalam. "Apa dari dulu saya nggak pernah ada bagusnya di mata kamu, Vi? Apa saya orang sepicik itu di mata kamu?"

Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain agar tak perlu melihat tatapan dalam dari Agus.

"Vi, kamu perempuan paling tangguh yang pernah aku kenal. Perempuan yang nggak kenal kata menyerah. Jadi kenapa saya harus menyerah tentang kamu?"

Mendengar itu, wajahku tiba-tiba menghangat dan degup jantungku berdetak lebih cepat.

"Izinkan saya dekat denganmu. Saya akan bersabar sampai kamu nyaman dengan saya. Saya sudah bersabar sejak SMA, jadi itu bukan masalah untuk saya. Kenali saya lebih baik lagi," kata Agus.

Aku tak tahu harus menjawab apa dan saat membuka mulut pun tak bisa bicara juga karena ada pembeli.

💕💕💕

Di rumah, semua perkataan Agus terus terngiang. Membuatku sulit tidur. Tanpa sadar tanganku sudah memegang hape mahalku. Salah satu barang pribadiku yang tidak kujual. Bukan demi menjaga gengsi tetapi fungsi. Aku sudah menjual laptopku.

Aku menggulirkan layar ke galeri yang menampilkan foto-foto kami saat di Kebun Binatang Surabaya tempo hari. Tampak Mami tersenyum bahagia. Senyuman yang sempat hilang dari wajah Mami. Di antara kami bertiga hanya aku yang tampak canggung.

"Kamu kenapa kok kayak gelisah gitu?" tiba-tiba terdengar suara Mami.

"Eh, kok belum tidur, Mi? Mami haus?" tanyaku.

Mami menggeleng. "Nggak. Cuma kamu kok kayak gelisah gitu? Mikirin apa atau siapa? Agus?" tembaknya langsung.

Aku termangu.

Mami tersenyum. "Agus anak yang baik dan Mami bisa lihat keseriusannya. Kasih dia kesempatan."

Aku masih diam. Tak tahu harus berkomentar apa.

Agustus CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang