#7 Bersamanya

3.9K 562 40
                                    

-Agus-

🐘🐫

Negara memanggil sewaktu-waktu. Sehari setelah fix merencanakan liburan singkat kami ke Kebun Binatang Surabaya, kompiku harus ke luar kota selama satu bulan. Dengan pemberitahuan singkat aku memberitahu Vio.

Satu bulan kemudian aku baru kembali dan begitu libur, aku langsung mengajak Vio untuk menjalankan rencana awal kami. Awalnya Vio menolak tapi setelah kubujuk akhirnya mau juga dia.

Jadilah hari ini kami ke Kebun Binatang yang sudah jadi ikon kota Pahlawan sejak dulu.

"Maaf ya, Tante, cuma bisa mengajak kesini." Ucapku tak enak hati.

Sebetulnya aku agak ragu sih saat mengajak ke Bonbin ini. Takut dikira kekanakan.

Tante Dahayu, Mami Vio menepuk lembut tanganku yang tengah mendorong kursi rodanya. Bisa kupastikan juga Mami Vio tersenyum lembut.

"Mas Agus nggak perlu sungkan gitu. Mau mengajak Tante kesini saja sudah Tante syukuri sekali." Tangannya yang masih lentik walau pun tak lagi terawat seperti sebelumnya kembali menepuk tanganku. "Tante juga berterima kasih surah berhasil membuat Vio libur. Kadang Tante suka kesal lihat dia kerja terus. Sesekali refreshing kan perlu. Kalau dia sakit kan jadi semakin susah soalnya kondisi Tante begini."

Mendengar curhatan Maminya Vio, otomatis aku menoleh, menatap anaknya yang membuang muka dengan wajah sedih. Tanpa sadar aku menepuk-nepuk bahunya.

Hidup mereka sepertinya sulit sekali. Jauh lebih sulit daripada hidupku.

"Senyum." Perintahku pada Vio tanpa suara agar Maminya tak tahu.

Vio diam, menghela nafas lalu mengangguk. "Mami, kan aku kalau nggak jualan jadi rugi dong. Lumayan kan ada yang borong. Kayak Agus." Katanya dengan nada yang dibuat sejenaka mungkin.

"Titipan itu." Sahutku sambil terus mendorong kursi roda Mami Vio.

"Wah...iya?" Tanya Tante Dahayu penasaran.

"Siap, betul, Tante. Istri Danton saya sering titip. Gulanya Vio kan asli jadi nggak bikin batuk." Jawabku.

Tante Dahayu manggut-manggut.

Setelah jalan agak lama, Vio minta mereka berhenti karena ia ingin ke kamar mandi.

"Nak Agus..." panggil Tante Dahayu.

Aku pun jongkok di depannya sambil menggenggam tangannya. "Iya, Tante?" Tanyaku sambil tersenyum.

"Itu betul-betul titipan istrinya Danton kamu?" Wah...insting seorang ibukah?

Aku tersenyum sambil memperhatikan sekitar, memastikan Vio betul-betul pergi. Setelah yakin, aku mengangguk. "Itu titipan walau pun ada maksud lain juga. Danton saya itu teman SMA saya dan Vio tapi kami beda kelas. Bedanya, Vio kenal dia meski nggak akrab. Karena itu dia berusaha jangan sampai Vio tahu takut tambah syok dan malu. Makanya, dia minta istrinya yang menemui Vio. Bukan karena kasihan tapi demi menolong saya agar bisa dekat dengan Vio."

Kedua alis Mami Vio terangkat. Tampak jelas kaget dengan penuturanku.

Aku semakin mengeratkan genggaman tanganku pada tangan cantik yang sudah tak terawat lagi itu sambil memastikan anaknya masih jauh dari peredaran. "Saya minta maaf ya, Tante, kalau sudah membuat Tante kurang nyaman. Tapi karena sudah mengungkit masalah ini, jujur saja saya menyukai Vio sejak SMA. Saya nggak tahu ini cinta monyet atau cinta lama belum kelar...apa pun istilahnya, yang jelas saya serius. Jadi saya mohon ijin pada Tante untuk mendekati Vio. Syukur-syukur kalau berakhir indah."

Genggaman tanganku berbalas. Kedua mata Tante Dahayu berkaca-kaca. "Kamu serius? Kondisi Tante dan Vio..."

Aku menggeleng. "Saya nggak bisa menjanjikan banyak hal kecuali hati saya hanya untuk Vio. Sedang pekerjaan saya akan menuntut kami mungkin banyak LDR. Gaji saya juga kecil. Kalau Tante berkenan..."

Agustus CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang