Pram 1

48.1K 1.6K 61
                                    

Gue memandang penuh minat gedung pencakar langit yang menjulang di depan sana, dengan tulisan GOLDEN property yang cukup besar. Gue melangkah dengan gagah memasuki gedung tersebut. Gue pandangi sekeliling dan cukup takjub dengan interior gedung yang sangat mewah.

Orang-orang terlihat takjub dan terpesona memperhatikan gue. Gue akuin, gue emang ganteng, keren dan tentunya selalu punya pesona yang sanggup memikat wanita manapun. Gue tersenyum, berusaha memberikan senyuman menawan gue pada orang-orang yang tidak berhenti menatap gue, terutama para ladys.

Gue berjalan kembali mendekati meja resepsionis. Si resepsionis udah senyum-senyum aja tuh lihatin gue. Nggak pernah lihatin orang keren kali ya sampai matanya melotot begitu? Ckckck, gue tiup poni ikal gue. Wushhh! Biasanya kalau gue lakuin itu wanita-wanita akan histeris. Katanya sih seksi. Dan see, mereka semua benar-benar nggak bisa menolak pesona gue.

"Permisi mbak?" Tanya gue sambil senyum.
Si mbak resepsionis bukannya jawab malah senyum terus. Awas tuh mbak, giginya kering baru tahu rasa.

"Mbak?" Panggil gue sekali lagi. Tapi si mbak resepsionis tetap pasang mode cengar-cengir nggak jelas sambil mandangin gue.

Iya mbak, tahu kalau gue ganteng. Tapi nggak gitu juga kali mbak. Gue ini lagi ada perlu, nggak ada waktu buat lihat cengirannya si mbak.

Akhirnya gue pun teriak dengan lantang, buat mengembalikan kewarasan si mbak resepsionis akibat kegantengan gue.

"Mbak! Permisi! Saya mau numpang tanya boleh?!!"

"Boleh banget kok mas, jangankan numpang, menetap aja boleh kok."

Ajegile si mbak ini. Pakai acara gombalin gue lagi. Belum tahu aja dia seberapa buas gue. Buas di kasur maksudnya.

"Aduh mbak, saya ini sedang serius," kesal gue.

"Kalo emang udah serius langsung ke KUA aja mas, saya siap mas."

Astaga!! Ya Allah, tolong kembalikan kewarasan wanita ini akibat dari muka ganteng hamba. Hamba pusing kalau begini terus.

"Mbak?!! Mbak bisa profesional nggak? Atau kalau nggak, saya akan laporkan ke atasan mbak!" Gertak gue. Gue bener-bener kesel ngadepin wanita model beginian. Kaya wanita primitif yang baru lihat orang ganteng, jadinya sableng gitu.

Setelah gue gertak si mbak langsung gelagapan dan kembali pada kewarasannya.

"Iya maaf pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya penuh dengan sikap profesional.

Dari tadi kek kaya gini, gue kan jadi nggak perlu tarik urat.

"Saya mau bertemu dengan Bu Shanaz, saya sudah ada janji dengan beliau melalui Bapak Pandu."

Bapak Pandu adalah kepala bagian HRD yang mengurusi surat mutasi gue dari kantor cabang ke kantor pusat. Iya, gue udah lama kerja di Golden property bagian cabang sebagai Direktur pemasaran. Karena kinerja gue dianggap bagus, akhirnya gue di mutasi ke kantor pusat. Dan sekarang gue mau nemuin Bu Shanaz, sang CEO Golden property.

"Oh, kebetulan Bu Shanaz sedang ada meeting di luar. Bapak bisa menunggu disini. Sebentar lagi Ibu Shanaz akan kembali," ucap Sang Resepsionis yang dari name tag tertulis Rita.

Gue menganggukkan kepala dan berjalan menuju sofa yang berada di lobi. Sambil menunggu, gue memainkan smartphone keluaran baru milik gue. Iyalah milik gue, masa milik orang gue mainin. Bisa mampus gue. Gue buka aplikasi chat dan membaca sebuah chat masuk, dari Tania, salah satu partner sex gue.

Gue tersenyum membaca chat dari Tania. Biasa, dia ngajakin gue main. Gue berniat membalas chat Tania dengan sedikit kata-kata mesum. Tapi belum selesai gue ngetik, tiba-tiba ada suara wanita yang menginterupsi, mengambil alih atensi gue.

My BIG Boss (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang