Gue nggak tahu iblis mana yang merasuki gue pagi ini. Gue kalap. Gimana nggak, gue yang biasanya nggak tertarik dengan perempuan gemuk sekarang gue malah sangat bernafsu. Apalagi melihat tubuh bagian atas Shanaz yang telanjang, memperlihatkan dadanya yang super besar dan montok itu membuat gue membayangkan gimana rasanya jika gue menguburkan muka gue disitu. Astaga! Lo udah gila Pram. Beneran gila. Harusnya gue nggak segini nafsunya sama badan Shanaz yang hampir semuanya berupa timbunan lemak. Lagian Shanaz itu bos ditempat gue kerja.
Perut gue rasanya bergejolak dan bagian intim gue dibawah sana meronta ingin di bebaskan dari sangkarnya menuju lembah kenikmatan ketika bibir gue sibuk mencumbui bibir dan leher Shanaz. Gue tahu Shanaz juga tengah terangsang akibat tangan gue yang udah bergerilya kemana-mana. Apalagi ketika tangan gue memainkan putingnya yang sudah mengeras, gue tahu Shanaz juga ingin melakukan pelepasan sama seperti gue. Harusnya tinggal beberapa langkah lagi kenikmatan itu akan gue rasain, tapi karena suara dering ponsel yang terus berbunyi membuat gue urung melakukannya.
"Shit!!" Gue cuma bisa mengumpat pelan sambil beranjak dari tubuh Shanaz yang tengah gue tindih. Gue berlalu menuju nakas dan mengambil ponsel yang sedari tadi berbunyi. Gue langsung berjalan menuju balkon. Rasanya gue ingin memaki seseorang disana yang udah mengganggu aktivitas pagi gue yang penuh gairah.
Tanpa melihat siapa pengganggu itu, gue langsung menekan tombol hijau dan menempelkan di telinga.
"Siapa sih?! Ganggu banget, gue lagi sibuk!" Bentak gue tanpa basa basi lagi. Kekesalan gue udah sampai ubun-ubun.
"Berani ya kamu sekarang bentak mami Pram?"
Suara lembut di ujung sana membuat gue kaget setengah mati. Gue lihat layar ponsel dan terpampang jelas sebuah kontak dengan nama 'Nyonya Mami'. Astaga! Bakalan kena kutuk anak durhaka nih gue. Udah bentak, mana tadi sempat ngumpatin juga.
Segera gue tempelkan kembali ponsel di telinga dan membalas suara Mami gue disana. Ya dia Mami gue, ibu kandung yang amat gue sayang.
"Iya maaf Mi, Pram kira tadi temen Pram," kilah gue walau faktanya memang begitu.
"Kirain kamu udah berani ngelawan mami. Nanti mami kutuk kamu jadi batu baru tahu rasa."
Astaga! Teganya dirimu Mamiku sayang, sampai hati ingin membuat anakmu sendiri jadi batu.
"Hehehe, nggak. Mana mungkin Pram berani bentak Mami. Lagian Pram bukan Malin Kundang loh," kata gue sambil cengengesan.
"Ya kalau kamu durhaka sama mami, nasib kamu bakal berakhir sama dengan Malin Kundang."
"Ampun Mi. Oh ya ada apa Mami telepon Pram?"
"Emang nggak boleh seorang ibu telepon anaknya sendiri yang udah lama nggak pulang kerumah?"
Ya ampun! Salah ngomong lagi deh gue.
"Bukan gitu mamiku tercinta. Tumben aja pagi-pagi buta gini udah telepon."
"Kenapa? Mami ganggu aktivitas kamu yang lagi ena-ena sama perempuan ya?"
Secepat kilat gue mendongak dan memperhatikan seluruh sudut-sudut apartemen. Kali aja Mami gue pasang kamera cctv gitu. Tapi nggak ada. Heran kenapa Mami gue bisa tahu aktivitas gue di apartemen?
"Kok mami bisa tahu kalau..."
Ups.. gue keceplosan. Mampus! Bakal kena ceramah panjang lebar gue."Jadi benar kamu tadi lagi ehem-ehem sama perempuan? Astaga Pram! Jangan kira Mami nggak tahu ya kelakuan kamu selama ini yang demen banget numpahin sperma dimana-mana. Memangnya Mami ngajarin kamu buat berbuat seperti bajingan gitu hah?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My BIG Boss (Completed)
General FictionRate 21+ Yg anti cerita dewasa, jangan coba2 baca ya. WOW!!! cuma satu kata itu yang muncul di otak gue saat gue bertemu secara langsung dengan bos di tempat gue kerja. Bos gue itu memang nggak termasuk jajaran body goals, tp bisa dibilang gendut...