Gue masih menormalkan pernafasan ketika Shanaz menatap gue tajam. Rasanya nyawa gue belum sepenuhnya kembali. Astaga! Niat gue tadi cuma pengen godain Shanaz tapi kenapa ujungnya gue nyosor juga. Kemana kewarasan lo beberapa detik yang lalu? Gue benar nggak habis pikir apa yang terjadi sama gue dan seberapa besar pesona Shanaz si tubuh gemuk itu sampai bisa bikin gue hilang kendali?
Gue masih termangu dengan segala pemikiran gue ketika dengan sengaja Shanaz menabrakkan tubuhnya di bahu gue membuat gue sedikit terhuyung. Bukannya gue pria lemah, tapi efek ciuman tadi masih membuat tubuh gue lemas. Shit!! Ini benar-benar gila. Seorang Andreas Pramudya sang playboy bisa lemas hanya karena ciuman. Ini nggak masuk akal.
Gue menggelengkan kepala dan kembali menekan lift menuju ruangan gue berada. Gue nggak mau memikirkan apapun lagi tentang Shanaz. Mungkin gue cuma penasaran gimana rasanya mencicipi tubuh Shanaz setelah melihatnya naked. Mungkin itu adalah alasan paling masuk akal kenapa gue bisa hilang kendali. Ya pasti karena itu. Nggak mungkin seorang Andeaz Pramudya lemah karena seseorang yang bahkan nggak masuk kategori tipe idealnya.
Gue melangkah ringan ke ruangan gue. Beberapa wanita sengaja melemparkan tatapan genitnya kearah gue. Gue balas dengan satu kedipan mata dan membuat wanita-wanita itu menjerit tertahan. Gue meniup poni rambut di dahi. Merasa bangga. Pesona gue nggak tertandingi.
Gue duduk dibalik meja kerja dan menekuni beberapa pekerjaan yang akan masuk deadline.
Ketukan pintu membuat gue mengalihkan perhatian dari layar komputer.
"Iya masuk."
Seorang wanita muda masuk. Gue memperhatikannya dari bawah sampai atas. Kakinya jenjang dan terawat. Pakaiannya yang minim menampilkan kesan seksi dan menggoda. Kulitnya putih mulus. Mata gue otomatis berhenti di sepasang gundukan dengan ukuran yang mampu menggoda iman. Mungkin jika gue pegang akan terasa pas di tangan gue. Tanpa sadar gue meneguk ludah membayangkan fantasi liar gue mengenai sepasang bukit kembar tersebut. Lalu gue beralih ke lehernya yang jenjang. Rasanya gue ingin menelusuri leher tersebut dengan lidah gue dan membuatnya terengah. Kemudian mata gue melihat parasnya. Parasnya memang tidak terlalu cantik tapi cukup menarik. Matanya bulat dengan bibir penuh yang dipulas lipstik berwarna merah terang.
Tersungging senyuman yang membuat gue membalasnya.
"Ya?"
"Perkenalkan pak, nama saya Diana. Saya yang akan menjadi sekretaris bapak untuk ke depannya. Mohon bimbingannya."
Oh jadi ini sekretaris baru gue. Gue udah mendengar dari pihak HRD mengenai ini. Yah lumayan lah. Kali aja bisa jadi sekretaris plus-plus gue. Ibarat pepatah sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Pekerjaan terbantu, hasrat gue pun terpuaskan.
"Ya, saya sudah mendengar dari pihak HRD kemarin. Semoga kamu betah dan pekerjaanku bisa memuaskan saya."
Termasuk memuaskan hasrat seksual gue, sambung gue dalam hati.
Gue perhatikan sekali lagi gestur serta postur tubuhnya. Dia menatap gue dengan berani. Tatapannya tegas dan mengundang hasrat. Duh, bikin sesuatu di selangkangan gue tiba-tiba tegang. Mana semalam hasrat gue nggak tersalurkan gara-gara Shanaz. Lalu pikiran kotor gue mengeluarkan ide yang cukup gila.
"Apa kamu keberatan kalau saya mengetes kemampuan kamu sekarang? Disini?"
"Saya siap menerima tes apapun pak. Pastinya bapak sudah mengecek CV saya, jadi saya tidak keberatan dengan tes apapun."
Percaya diri sekali kau,pikir gue. Gue tersenyum miring melihat kepercayan dirinya. Patut dikasih apresiasi.
"Baiklah. Sekarang kamu mendekat kearah saya."
Dengan berani wanita itu berjalan kearah gue. Langkahnya anggun. Tapi fokus gue berpusat pada gundukan yang bergoyang ketika dia berjalan.
Dia berhenti tepat di depan gue, disamping meja kerja gue. Gue berdiri dan menghampirinya.
"Kamu nggak boleh protes mengenai apapun dengan tes saya. Kalau kamu protes, saat ini juga kamu akan saya pecat. Mengerti!" Tegas gue.
Dia mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari gue.
Dengan perlahan, tangan gue bergerak keatas dan meletakkannya diatas salah satu gundukan kembarnya. Dia sedikit terkesiap dan menatap gue dengan pandangan terkejut. Segera gue menggelengkan kepala tanda kalau dia tidak boleh protes.
Gue menangkap sebelah payudaranya. Terlihat lebih besar dari kelihatannya. Gue pun meremasnya dengan perlahan. Dan satu lenguhan lolos dari mulut Diana. Wah, sepertinya dia wanita berpengalaman. Bagus! Jadi dia akan bersikap profesional dan dewasa.
Gue remas payudara satunya lagi dan gue lihat ekspresi wajah Diana yang memerah karena gairah. Matanya terpejam menikmati sentuhan gue. Oh cepat sekali reaksinya. Membuat gairah gue makin terbakar karenanya.
Gue menghentikan aksi remasan gue dan melihat reaksi Diana.
"Kenapa berhenti pak?" Tanyanya dengan muka merah. Gue tahu gairahnya udah memuncak. Gue memang sengaja melakukan itu untuk tahu reaksi dia. Kan nggak lucu kalau tiba-tiba dia memberontak. Segilanya gue, gue nggak akan pernah memperkosa wanita. Selama ini gue melakukan seks karena suka sama suka. Dan nggak ada yang merasa dirugikan.
Gue tersenyum miring," lalu saya harus apa?"
Gue pura-pura tidak tahu, karena gue ingin dia yang memohon dan meminta.
"Remas lagi pak, saya mohon," mohonnya lirih. Gue tersenyum menang. Sepertinya hari ini hasrat gue yang semalaman tertahan akan tersalurkan. Terima kasih Diana, lo datang disaat yang tepat.
"Please pak," lirihnya lagi.
Kedua tangan gue kembali naik keatas. Gue remas sekilas sepasang bukit kembar itu lalu perlahan gue buka kancing kemeja ketatnya. Sepasang bukit indah terbungkus apik oleh bra hitam berenda. Gue suka selera dia.
Gue telusuri belahannya, kemudian dengan hati-hati gue tarik bra nya keatas dan mencuatlah sepasang bukit kembar dengan aerola kehitaman dan puting yang menegang. Gue pun ikut tegang. Gue pilin ujungnya, dan dia mendesah keras. Untung ruangan gue kedap suara, jadi aman.
"Ah...pak."
"Iya?"
"Teruskan."
Dengan senang hati gue akan melanjutkankannya sayang. Karena gue pun sudah tidak tahan.
Disaat bagian pentingnya ketika tangan gue akan merambat diantara kedua paha dalam Diana, sebuah ketukan beserta suara pintu berderit terdengar. Gue refleks mundur dan melihat ke sumber suara. Di depan pintu sana, berdiri Shanaz dan juga sekretarisnya Sherly. Memandang gue dan aktivitas gue barusan dengan muka datar. Gawat!! Buru-buru gue menyuruh Diana membenahi pakaiannya.
Mengembalikan karisma dan wibawa gue, gue berjalan menghampiri ibu Shanaz terhormat. Gue berdehem singkat sebelum menyapanya.
"Selamat pagi menjelang siang bu, ada yang bisa saya bantu? Tumben sekali ibu ke ruangan saya?" Tanya gue sopan.
"Sepertinya urusan anda belum selesai. Silahkan lanjutkan. Kalau sudah selesai, anda bisa segera ke ruangan saya," tegas Shanaz dengan tampang datarnya. Kemudian Shanaz dan sekretarisnya membuka pintu dan berlalu dari ruangan gue.
Gue mendesah putus asa. Gagal lagi gue ena-ena. Yang lebih penting semoga Shanaz nggak pecat gue.
"Pak, saya permisi dulu," kata Diana sambil berjalan ke arah pintu. Gue balas hanya dengan mengibaskan tangan gue.
Shanaz oh Shanaz sepertinya akhir-akhir ini, lo udah bikin hidup gue berantakan, terutama kehidupan seks gue.
Tbc
Hai!! Baru balik mudik nih. Maaf ya lama ga up. Makasih bgt buat yg udah sempat2in kasih bintang.
Part ini gimana menurut kalian? Aneh ga? Nyambung ga sih? Komen ya? Jgn lupa bintangnya lg. Koreksi juga typonya.
Salam rindu,
MeirhyRevisi : 26 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
My BIG Boss (Completed)
General FictionRate 21+ Yg anti cerita dewasa, jangan coba2 baca ya. WOW!!! cuma satu kata itu yang muncul di otak gue saat gue bertemu secara langsung dengan bos di tempat gue kerja. Bos gue itu memang nggak termasuk jajaran body goals, tp bisa dibilang gendut...