Shanaz 6

28K 1.2K 8
                                    

Ya Tuhan, apa kurang kesialan hamba-Mu hari ini?

Setelah tadi pagi aku terbangun di ranjang pria yang tak lain adalah karyawanku sendiri, sekarang aku harus dihadapkan dengan sosok itu lagi.

Aku cukup terkejut dengan kehadirannya di dalam lift direksi ini. Sialnya lagi hanya ada kami berdua disini. Aku benar-benar udah nggak mau berurusan sama dia lagi.

Aku hanya meliriknya sekilas sebelum kembali mengacuhkannya, menganggapnya seolah nggak ada. Kulihat dia tersenyum, menampilkan senyum yang mungkin bagi perempuan lain sangat mempesona, tapi nggak denganku. Bagiku senyum itu bak seringai iblis yang sangat menakutkan.

"Pagi bu, apa tidur anda tadi malam nyenyak?" Tanyanya dengan senyum yang belum pudar.

"Pagi. Iya, tidur saya nyenyak," jawabku berusaha tenang, meski aku menahan getaran aneh di tubuhku ketika mendengar suaranya yang serak-serak basah.

"Oh syukurlah. Berbeda sekali dengan saya. Saya hampir tidak tidur karena aktivitas yang melelahkan," katanya lagi dengan seringaian yang membuatku terpaku.

Aku menatapnya tajam namun justru senyumnya makin mengembang, membuatku semakin muak melihatnya.

Aktivitas melelahkan? Aku jadi berpikir apakah semalam aku benar-benar melakukannya dengan pria brengsek ini?

"Apa anda tidak penasaran aktivitas melelahkan apa yang tengah saya lakukan tadi malam?" Tanyanya lagi dengan sorot mata tajam menatapku intens.

Aku memalingkan muka, berusaha mengabaikannya. Namun sepertinya dia orang yang pantang mundur sebelum titik darah penghabisan.

"Ah sayang sekali, padahal saya ingin berbagi cerita saya mengenai semalam. Tapi sepertinya anda tidak tertarik. Mungkin saya lebih baik mencari teman lain yang mau berbagi cerita dengan saya," desahnya dengan suara yang dibuat setenang mungkin.

Mencari teman lain? Maksudnya dia mau cerita keadaanku semalam yang ah astaga! Membayangkannya saja membuatku jengah.

Aku menoleh padanya dan menatapnya tajam," sebenarnya mau anda apa bapak Andeaz Pramudya Bahtiar? Sepertinya Anda sengaja mengkonfrontasi saya."

"Benarkah? Anda terlalu berburuk sangka pada saya Bu. Saya ini cuma pegawai rendah, tidak pantas saya melakukan konfrontasi pada Anda," jawabnya kalem tapi dengan sorot mata yang tegas.

"Kalau begitu tolong berhenti menganggu saya. Saya sudah tidak peduli lagi apakah Anda dan saya semalam melakukannya atau tidak. Itu tidak penting lagi buat saya. Jadi cukup, jangan ganggu ketenangan hidup saya lagi!" Ucapku dengan tegas sambil berusaha mempertahankan wibawa.

Kulihat dia menampilkan senyum miring yang terlihat menyebalkan. Namun matanya memancarkan aura pemangsa yang membuat tubuhku tiba-tiba merinding.

"Anda yang terlebih dahulu mengganggu ketenangan hidup saya," geramnya dengan suara tertahan. Tangannya mengepal erat dengan mata tajam yang menatapku. Seakan-akan aku adalah mangsa yang siap santap.

Jujur aku bingung dengan ucapannya. Karena aku nggak merasa sedikitpun pernah mengganggunya.

Aku melihat lift yang masih berjalan. Sebentar lagi akan sampai di lantai yang aku tuju. Aku ingin cepat-cepat keluar dari ruangan pengap bersama pria menyebalkan ini. Aura feromon ditubuhnya begitu kuat dan aku nggak mau terjebak dengannya.

"Saya tidak pernah....."
Ucapan yang akan meluncur dari mulutku seketika berhenti ketika dengan kurang ajarnya Andeaz membungkam mulutku dengan bibirnya.

Dia melumat bibirku dengan rakus dan nggak membiarkanku untuk bernafas. Aku berusaha mendorongnya. Namun sentuhanku justru membuat kobaran gairahnya meluap.

My BIG Boss (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang