Aku menghela nafas lelah. Sungguh hari ini rasanya begitu melelahkan. Seharian ini aku disibukkan oleh pertemuan dengan beberapa klien penting. Tapi rasa lelahku terbayar dengan hasil pertemuan yang sangat memuaskan. Hampir semua klien yang ku temui menyetujui ide rancanganku mengenai pembuatan properti dari bahan ramah lingkungan dan bisa di daur ulang. Bahkan mereka langsung memberi investasi di perusahaan ini.
Aku kira setelah pertemuan dengan klien, aku bisa langsung beristirahat. Membayangkan sofa empuk yang berada di sudut ruanganku, membuatku ingin cepat-cepat sampai di kantor. Tapi harapan tinggal harapan, ternyata saat aku sampai kantor, sudah ada yang menunggu kedatanganku.
Aku baru ingat kalau hari ini akan ada karyawan baru dari kantor cabang. Dia akan bekerja sebagai Direktur pemasaran. Kalau tidak salah namanya Andeaz Pramudya Bahtiar. Dia masuk ke perusahaan utama berkat rekomendasi dari papa. Aku sendiri belum tahu seperti apa dia. Aku harap dia bisa bekerja sungguh-sungguh seperti saat masih di kantor cabang.
Kesan pertama yang aku tangkap saat bertemu Andeaz Pramudya Bahtiar adalah aku tertegun cukup lama sampai aku menghampirinya. Aku tidak menyangka jika pria yang bernama Andeaz -andeaz ini masih sangat muda. Perkiraanku dia masih berumur sekitar 28 atau 29. Dan yang membuatku tertegun adalah wajahnya dan penampilannya. Tampan dan stylish. Keren. Tapi aku segera menyadarkan diri. Aku tidak boleh terpesona oleh wajah dan penampilannya. Sekarang banyak wajah dan penampilan yang menipu. Dan jika penilaianku tidak salah, tipe pria seperti Andeaz ini adalah tipe pria playboy. Salah satu tipe pria yang sangat aku hindari. Kenapa? Beneran masih tanya kenapa? Memangnya kamu mau punya pacar yang kalau di belakangmu asik main sama perempuan lain? Aku nggak mau tuh.
"Dasar buaya buntung!!"
Teriakan di sertai suara pintu dibanting membuatku sadar dari lamunan tentang pertemuanku dengan Andeaz tadi. Kulihat Sherly masuk dengan muka judesnya. Dia langsung duduk di kursi depan meja kerjaku dengan tampang yang nggak enak dilihat.
"Kenapa lo tiba-tiba masuk sambil marah-marah gitu?" Tanyaku sambil mengigiti pulpen. Ini sudah menjadi kebiasaanku semenjak zaman sekolah.
"Gila! Lo nemu dari mana sih karyawan model gitu?" Tanya Sherly dengan kekesalannya.
"Karyawan siapa?" Tanyaku bingung. Wajar kan aku bertanya karena aku memang tidak tahu.
"Itu si Andeaz, nggak usah sok nggak tahu deh Nas?"
Aku hanya ber'oh' pada Sherly. Dan terlihat Sherly mendelik kepadaku. Aku kasih tahu ya, Sherly ini adalah sekretaris sekaligus sahabatku. Makanya dia nggak takut padaku dan sering berbuat sesuka hati.
Melihat delikan tajam dari Sherly, aku tahu harusnya aku memberi respon lebih, nggak hanya sekedar 'oh'. Sherly paling nggak suka kalau dia diabaikan. Dasar!
"Emang kenapa dia?" Tanyaku akhirnya karena tidak mau melihat Sherly terus-terusan mendelik padaku.
Kulihat Sherly menghela nafas kasar dan berkata," masa baru ketemu, udah berani minta kontak pribadiku. Apa otak dia nggak waras?"
Bukannya itu wajar ya?"Terus?"
Sebenarnya aku malas menanggapi pembicaraan Sherly. Karena feeling ku dalam menilai seseorang jarang salah. Dan see, benarkan, Andeaz itu kawanan kadal."Ya gue bilang aja gue udah nikah."
"Terus?" Aku tanya sambil membolak-balik dokumen desain properti yang semalam aku buat.
"Ya udah, dia nggak jadi minta," jawab Sherly menggebu-gebu.
"Terus?"
"Ih, kok lo bilang terus-terus sih? Gue kan lagi kesel tau nggak sih?" Cerosos Sherly. Aku masih konsen dengan dokumen yang aku pegang sambil melirik sedikit ke arah Sherly. Dasar drama queen. Gitu aja diribetin. Untung sahabat.
"Nanas sayang, lo ikut-ikutan bikin gue kesel deh," ucap Sherly sambil menghentak-hentakkan kakinya. Seperti anak kecil saja.
Aku meletakkan dokumen yang aku pegang, dan menatap Sherly.
"Ya udah lah nggak usah dipikirin. Namanya juga playboy. Kalau dia macem-macem kan tinggal lo laporin Dimar. Biar di di hajar sampai mampus sama Dimar,"terangku.
Dimar ini, tunangannya Sherly. Mereka pacaran belum lama, tapi Dimar udah ngajak tunangan. Dimar ini kerjanya sebagai pelatih atlit beladiri gitu lah, makanya nggak ada yang berani macem-macem sama Sherly. Bisa hancur tuh muka laki-laki yang berani deketin Sherly.
"Oh iya. Gue baru inget kalo laki gue atlit beladiri. Harusnya gue nggak perlu kesel ya?" Tanya Sherly dengan tampang bodohnya. Hadeh!! Sherly - sherly, cantik sih, seksi sih cuma agak lola(loading lama).
"Oh ya Nas, nanti malam clubbing yuk?"
Aku mengangkat alis, mencerna permintaan Sherly.
"Males. Mending gue tidur di rumah," balasku. Aku memang bukan perempuan suci. Aku jelas pernah pergi ke Club. Tapi aku kesana disaat pikiranku sedang stres. Aku nggak terlalu suka suasana bising.
"Ayolah Nas, sekali ini aja?" Rengek Sherly.
"Emang Dimar ngebolehin lo pergi kesana?" Tanyaku lagi. Setahuku, Dimar itu sangat posesif dan overprotektif pada Sherly. Kemana-mana harus lapor. Dimar nggak akan mungkin ngijinin Sherly pergi clubbing.
"Ya jangan bilang Dimar lah."
"Nggak ah. Gue nggak mau lo jadiin kambing hitam kalau sampai ketahuan sama Dimar."
"Nggak akan Nas. Ayolah Nanas imut kaya bakpao, kali ini aja," rengek Sherly sambil menampakkan muka puppy eyes. Kalau udah begitu, pendirianku mulai melemah.
"Apa maksud lo kaya bakpao? Bilang aja kalau gue gendut," kataku pura-pura sewot.
"Ih siapa yang bilang lo gendut. Lo itu semok tau nggak sih Nas. Ya udah deh Nanas cantik, sayangku, please temenin gue ya?" Bujuk Sherly dengan muka yang di melas-melasin.
Pendirianku udah hancur. Susah ya punya sahabat tukang rengek. Susah juga punya hati yang lemah kaya aku. Di pasangin mode melas gitu aja, aku langsung luluh.
"Oke deh. Tapi janji lo ya, kalo sampai lo ketauan Dimar, lo jangan pernah bawa-bawa gue."
"Oke! Lo emang sahabat gue yang paling top deh. Nanas Bogor kesayangan gue," ucap Sherly sambil berlari meluk aku.
"Ih lepas. Kebiasaan banget sih lo ngatain gue nanas Bogor," sungutku nggak terima. Aku akuin, tubuhku berisi. Tapi jangan pernah panggil aku gendut. Aku tindih baru tau rasa.
"Lo emang kaya Nanas Bogor. Nyegerin pokoknya." Kata Sherly sambil berjalan menjauhiku.
Aku memutar mata malas mendengar alasan nggak masuk akal Sherly.
"Gue keluar dulu ya, mau nyelesein kerjaan yang lo kasih tadi. Jangan lupa nanti malem gue jemput."
Aku menganggukkan kepala dengan malas. Sherly kemudian keluar dari ruanganku.
Aku menarik nafas panjang kemudian memutar kursi kerjaku menghadap dinding kaca yang menampakkan suasana kota menjelang sore. Cuaca masih sangat panas di luar sana. Aku memandang jauh langit yang sebentar lagi akan dihiasi semburat warna oranye. Terlintas kenangan yang menyakitkan. Dan club adalah salah satu tempat dimana kenangan menyakitkan itu berasal. Membayangkan aku akan berada disana lagi untuk beberapa jam kedepan membuat nafasku seketika sesak. Sanggupkah aku memasuki tempat itu lagi?
Sherly tidak pernah tahu seperti apa kronologis sebenarnya bagaimana aku tersakiti. Yang dia tahu, aku tersakiti oleh seorang manusia yang tidak bertanggung jawab.
Tbc
Coba tebak, kenangan menyakitkan apa kira-kira?
Ini part pertama Shanaz, jadi Pram di simpen dulu. Kan baru kenalan, jadi belum banyak interaksi.Mohon kritik dan sarannya ya?
Jangan lupa tekan bintang,
Tolong dikoreksi juga typo nya.Meirhy
Revisi : 28 agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
My BIG Boss (Completed)
General FictionRate 21+ Yg anti cerita dewasa, jangan coba2 baca ya. WOW!!! cuma satu kata itu yang muncul di otak gue saat gue bertemu secara langsung dengan bos di tempat gue kerja. Bos gue itu memang nggak termasuk jajaran body goals, tp bisa dibilang gendut...