O1

3.6K 445 52
                                    

Jeongin menatap gedung di depannya. Melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah, tak lupa menyunggingkan senyum kepada satpam yang berjaga.

Melihat sekitar, Jeongin kebingungan mencari ruang kepala sekolah. Dia murid baru disini.

"Ngapain lo disini? Bel masuk udah bunyi daritadi." Tanya seseorang, menepuk bahu Jeongin.

Jeongin berjengit kaget, menatap orang yang tadi bertanya padanya. Jeongin menggerakkan tangannya, "aku nyari ruang kepala sekolah."

Yang bertanya bingung, "ngomong apasih lo? Gue gak ngerti."

Jeongin menepuk dahinya pelan, lupa kalau tidak semua orang mengerti gerakan tangannya. Dia mengambil note kecil dan pulpen, menulis sesuatu disana.

'Aku nyari ruang kepala sekolah, aku murid baru disini.' Begitu yang tertulis dikertas, lelaki tadi membacanya, kemudian ber-oh kecil.

"Lo gak bisa bicara?"

Jeongin memperlihatkan giginya, menganggukkan kepalanya kecil.

"Oke, sini gue anterin. Nama lo siapa? Nama gue Han Jisung, panggil aja Jisung."

Jeongin kembali menulis dikertas kecilnya, kemudian diperlihatkan kepada Jisung. 'Terima kasih, namaku Jeongin.'

"Oke, sekarang lo temen gue. Sini ikutin gue."

Jeongin tersenyum lebar, mengangguk-anggukkan kepalanya bersemangat. Kemudian mengikuti Jisung menuju ruang kepala sekolah.

Jeongin berjalan bersama guru wanita menuju kelasnya, raut wajahnya terlihat sedikit murung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeongin berjalan bersama guru wanita menuju kelasnya, raut wajahnya terlihat sedikit murung. Dia tidak sekelas dengan Jisung teman barunya.

Ruangan kelas semakin dekat, Jeongin menjadi gugup. Dia takut apakah temannya bisa menerima keistimewaan yang ada pada dirinya.

Sang guru yang diketahui Jeongin adalah wali kelasnya masuk terlebih dahulu, diikuti Jeongin dibelakang yang menunduk resah.

"Kalian dapat teman baru. Namanya Jeongin, dia pindahan dari Bandung. Jeongin anak yang istimewa, dia terlahir dengan tunawicara. Ibu harap kalian bisa menerima Jeongin apa adanya."

Perkataan guru tersebut mengundang bisik-bisik para murid. Ada yang menatap Jeongin dengan pandangan iba, tak sedikit pula yang menatap dengan pandangan meremehkan.

Jeongin semakin takut.

"Bu! Kalau dia bisu, kenapa gak sekolah di SLB saja?" pertanyaan salah satu siswa disana mengundang gelak tawa. Suasana kelas menjadi riuh.

Jeongin hanya bisa menunduk, dia kira dia bisa diterima dengan baik seperti waktu sekolah di Bandung dulu. Ternyata tidak.

"Kamu gak boleh seperti itu Jaemin. Kalian semua jangan menertawakan teman kalian."

"Tapi bu orang bisu emang gak pantes disini!" lanjut siswa yang lain, seisi kelas beetambah riuh, sibuk menertawakan Jeongin yang kini semakin menunduk.

Sabar Jeongin, hal kecil seperti ini sudah biasa bagimu.

"Kamu juga diam Chenle! Jeongin istimewa bukan berarti dia pantas kalian hina."

"Dan Hyunjin, kamu akan duduk bersama Jeongin. Angkat tanganmu Hyunjin." Hyunjin mengangkat tangannya malas.

"Baiklah kamu duduk dengan Hyunjin, perkataan mereka tidak usah kamu ambil pusing ya. Kalau ada sesuatu beri tahu ibu."

Jeongin mengangguk kecil, tersenyum lebar menunjukkan giginya. Matanya memperhatikan sang wali kelas yang berjalan menuju pintu.

Jeongin melangkah menuju tempat duduknya, hampir murid seisi kelas memperhatikan gerak-gerik nya, membuat nyali Jeongin menciut.

Jeongin meletakkan tasnya, duduk di samping lelaki bernama Hyunjin.

Jeongin menepuk pundak Hyunjin, tersenyum kecil. Tangannya bergerak untuk berbicara dengan bahasa isyarat.

"Jangan pernah ajak gue ngomong. Awas aja kalau ada yang tau kita saudara."

Ah, Jeongin lupa kalau Hyunjin sudah tidak pernah menganggapnya ada.


to be continued.

Everybody Loves You | Hyunjeong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang