Tujuh hari berlalu, tetapi Hyunjin belum bisa merelakan Jeongin. Ia memang sudah tidak menangis lagi, dan pergi ke sekolah seperti biasa. Namun Hyunjin masih dihantui rasa bersalahnya. Setiap malam ia mimpi buruk tentang adiknya, dimana Jeongin datang dan menyalahkan Hyunjin atas kematiannya.
Kakinya melangkah masuk ke dalam kamar sang adik, memperhatikan seluruh detail kamarnya. Tangannya yang semula memegang kardus kosong, meletakkannya di pintu kamar. Hyunjin baru tahu kalau adiknya serapih ini. Barang-barang tertata rapih di kamarnya, tidak ada yang berserakan. Niatnya, Hyunjin akan mengambil beberapa barang milik Jeongin sebelum pindah ke apartemen.
Hyunjin memang memutuskan untuk pindah, sebab ia tidak sanggup setiap melangkah masuk, memori tentang perlakuan buruknya pada Jeongin berputar kembali. Maka, ia memutuskan pindah ke apartemen.
Hyunjin menghampiri meja yang terdapat beberapa bingkai foto. Hampir semua foto hanya berisi Jeongin sendiri, dengan keluarga, atau dengan temannya.
Jemarinya mengambil satu-satunya foto yang terdapat dirinya di sana, dadanya kembali sesak begitu melihat itu foto dirinya dengan Jeongin saat masih kecil dulu, pinggiran kertas fotonya terlihat ada bekas terbakar, dengan tulisan, "padahal ini foto terakhir yang Jeongin punya sama kak Hyunjin, eh malah dibakar. Emangnya kak Hyunjin malu ya foto bareng sama Jeongin?"
Memorinya seketika berputar pada saat ia membakar seluruh foto-foto dirinya dengan sang adik di halaman belakang rumah, melenyapkan bukti kalau ia punya adik cacat, begitu katanya.
Hyunjin mengambil foto tersebut, memasukkannya ke dalam kardus yang sudah disiapkannya di depan pintu kamar. Kaki jenjangnya kembali menelusuri kamar, atensinya beralih pada sebuah kertas lusuh di bawah ranjang. Jemarinya mengambil kertas yang sudah hampir robek itu.
Untuk,
Kak HyunjinYah, aku gak tau kakak bakal baca surat ini apa enggak, aku harap sih enggak. Soalnya, kalo kakak gak baca surat ini, berarti kita udah kayak dulu lagi.
Kalo kak Hyunjin baca surat ini, kemungkinan kita gak pernah baikan, dan juga mungkin saat itu aku udah mati. Hehe.
Iya, aku emang udah berencana mau pergi aja kak, supaya kak Hyunjin gak perlu nanggung malu lagi punya adik yang cacat kayak aku. Supaya kakak gak perlu repot-repot nyembunyiin aku tiap temen kakak dateng ke rumah.
Aku rasa, semua orang juga udah gak ada yang sayang sama aku, gak ada yang cinta sama aku. Tapi, kayaknya aku gak akan ngeakhirin diri aku sendiri, soalnya dosa, hehe. Makanya, kayaknya surat ini bakalan aku simpen aja.
Tau gak sih kak? Aku seneng banget waktu balik lagi ke rumah ini, akhirnya aku bisa ketemu kakak lagi. Yah, tapi kayaknya kakak lagi badmood, makanya kakak gak mau peluk aku kan ya? Hehe aku ngerti kok kak.
Aku juga seneng banget waktu ternyata aku sekelas sama kakak, duduk sebangku pula. Tapi kayaknya kakak waktu itu lagi badmood lagi, makanya kakak keliatan gak seneng kan? Tenang aja kak, aku masih ngerti kok. Tapi aku gak bisa bohong kak, dadaku sakit sekali rasanya waktu kakak bilang gak mau bicara sama aku.
Kak Hyunjin inget gak? Waktu kakak ribut sama Jaemin karena dia ngeganggu aku, aku seneng banget kak. Rasanya aku kayak punya harapan kalo kakak bakal peduli lagi sama aku. Tapi nyatanya enggak.
Maafin aku ya kak? Sering nyusahin kakak, sering bikin malu kakak karena aku yang cacat ini. Kayaknya segini aja deh, kalo kepanjangan nanti kak Hyunjin malah males bacanya, atau mungkin gak akan dibaca?
Semoga kakak bahagia, aku sayang kak Hyunjin.
Dari adikmu yang cacat,
Hwang Jeongin.Hyunjin terisak hebat, air matanya luruh sedari tadi. Jemarinya meremas surat Jeongin kuat-kuat, lantas menepuk-nepuk dadanya yang sangat sesak.
"Maaf dek, maaf—
—semuanya udah sayang sama kamu Jeong. Everybody loves you now."
EPILOG END.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everybody Loves You | Hyunjeong ✔
Teen Fiction[COMPLETED] ❝Close your eyes when you don't want to see. Stay at home when you don't want to go. Close your mind when you don't want to know. But everybody loves you now.❞ Warn! : -Au! -Angst (?) -Brothership not bxb -Semi baku