Jeongin menghela nafas gusar. Tugas kelompok membuat makalah sejarah bersama Hyunjin membuatnya gusar. Gurunya memberikan waktu satu minggu untuk menyelesaikan makalah tersebut. Ia sebenarnya sedikit malas jika harus sekelompok dengan kakaknya itu, sebab sudah pasti hanya dia yang mengerjakan keseluruhan tugas dan kakaknya tidak akan melakukan apapun.
Jeongin sempat protes dengan keputusan gurunya untuk menempatkannya sekelompok dengan Hyunjin, tapi gurunya tidak mau tahu dan langsung pergi keluar kelas begitu saja. Cih, menyebalkan.
Beberapa saat setelah guru sejarahnya pergi, kabar gembira menyambut seisi sekolah. Rapat awal bulan antar guru diadakan sehingga seluruh murid dipulangkan. Jeongin membereskan buku-bukunya, memasukkannya ke dalam tas dengan rapih. Diperhatikannya Hyunjin yang sedang menidurkan kepalanya di atas meja, bertumpu pada tangannya. Tangan Jeongin menepuk bahu Hyunjin keras sebelum keluar kelas. Hyunjin bangun dengan wajah seperti orang dungu tak lama kemudian.
Jakarta di siang hari begini memang benar-benar definisi dari neraka dunia. Orang-orang berlalu dengan sibuk sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah, untuk mencari sedikit angin tentunya.
Berjalan lesu seperti mayat hidup membuat Jeongin sedikit menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Lututnya lecet mengeluarkan cairan merah pekat akibat terjatuh di lapangan sekolah yang tentu saja disebabkan oleh Jaemin. Dan ia sudah terlalu lelah hanya untuk sekadar mengobati lukanya.
Jeongin memasuki pekarangan rumahnya, tidak menyadari ada Changbin disana, menatapnya dengan pandangan kebingungan. Apa yang dilakukan bocah bisu itu di rumah sahabatnya, Hyunjin?
Suara pintu berderit mengalihkan seluruh atensi penghuni rumah. Salah satu sepasang netra menatap tajam saat tahu siapa yang membuka.
Langkah hendak menuju kamar terhenti karena netranya menangkap ada Hyunjin yang menatapnya tajam serta Minho dan Chan di sebelahnya. Jeongin mematung saat Hyunjin bergerak menuju dirinya.
Chan dan Minho, serta Changbin yang baru saja muncul dari balik daun pintu hanya melongo melihat Jeongin yang ditarik paksa oleh Hyunjin menuju lantai atas rumahnya. Ketiganya tersentak kaget ketika mendengar suara bantingan pintu dari atas sana.
Tubuhnya terjatuh di atas keramik putih yang dingin setelah mendapat pukulan telak pada pipinya. Darah segar keluar dari sudut bibirnya, pertanda robek. Hyunjin mendekat, menarik kerah baju sang adik. "Lo ngapain pulang ke rumah bangsat?! Gue udah chat lo buat jangan pulang dulu!"
Cengkraman sang kakak pada kerah bajunya membuatnya sulit bernafas. Tangannya memukul-mukul tangan sang kakak, meminta untuk dilepaskan. Jeongin terbatuk-batuk setelah Hyunjin melepaskan cengkramannya.
'Maaf kak. Aku gak sempet buka handphone.'
Hantaman telak di bagian pipi Jeongin terima lagi, sudut bibirnya semakin banyak mengeluarkan darah. Lebam biru mulai nampak menghiasi wajahnya.
"Banyak alesan lo. Gue gak bakal maafin kalo sampe temen-temen gue tau lo itu adek gue."
to be continued.
Should i unpub story ini? Rasanya makin aneh ceritanya. Keknya emg sy bakal unpub nih cerita. Sorry
KAMU SEDANG MEMBACA
Everybody Loves You | Hyunjeong ✔
Teen Fiction[COMPLETED] ❝Close your eyes when you don't want to see. Stay at home when you don't want to go. Close your mind when you don't want to know. But everybody loves you now.❞ Warn! : -Au! -Angst (?) -Brothership not bxb -Semi baku