Their Arrangement 1

505 67 41
                                    

:: Selamat Membaca::

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


:: Selamat Membaca::

"Ah, batu ini seperti yang pernah kulihat di Korea Furniture Museum," komentar Kim Taehee.

"Onyx. Hanya ada tiga di Seoul, yaitu KFM, rumah Yong Hoji di komples Inchon, dan di rumah ini." Lee Minjung menjawab bangga. Ia dan suaminya, pasangan konglomerat berusia setengah baya, tengah menerima kunjungan teman lama mereka, Park Hyukkwon dan Kim Taehee. Selesai santap malam bersama, mereka berkeliling melihat-lihat rumah yang baru direnovasi. Tidak setiap ruangan tentu, karena butuh sehari penuh untuk bisa menjelajahi seluruh pelosok rumah tersebut.

Rumah mereka, lebih tepatnya mansion, yang terletak di kompleks Pyeongchang – kawasan perumahan kelas atas di Seoul, sering disebut sebagai Bevelry Hillsnya Korea - itu memiliki luas lebih dari seribu meter per segi dengan nilai hampir seharga lima milyar won atau tujuh puluh milyar jika dirupiahkan. Semua bahan yang digunakan diimpor dari luar. Keramik, batu alam, perabot pohon palem di pelataran rumah, tak satu pun memakai bahan lokal.

Kini keempatnya berdiri di dalam ballroom berukuran lima belas kali tiga puluh meter persegi, memerhatikan salah satu dinding ruang tersebut yag terbuat dari batu onyx.

"Batu ini tembus cahaya." Suaminya menyambung perkataannya. Pria itu menekan saklar di balik dinding onyx tersebut, memperlihatkan keindahan batu yang mereka banggakan ketika cahaya berpendar dari baliknya dan membuat dinding seolah bersinar dari dalam. Kedua teman mereka berdecak kagum. "Bagus juga dan tidak mahal-mahal amat, tetapi lumayan repot mencari batu onyx sebesar dan sebanyak ini. Apalagi yang tidak retak," lanjut Kim Sooroo lagi sambil tertawa renyah. Selesai bicara, suaminya itu melangkah keluar ruangan diikuti olehnya dan tamu mereka.

"Menarik rumah kalian, Sooroo. Siapa arsiteknya? Aku juga sedang berpikir ingin merenovasi rumahku," tanya Park Hyukkwon, berjalan di sebelah Kim Sooroo.

Lee Minjung memerhatikan suaminya mengerutkan kedua alis. Tentu saja. Seluruh renovasi rumah mereka kemarin, ia yang mengurus. Kim Sooroo hanya menyediakan dananya saja. "Ah, siapa nama arsitek kita, Sayang?" ia ditanya.

"Lim Hyoungnam," jawab Lee Minjung. "itu lho, yang merancang townhouse di Incheon. Dia juga merancang Gedung Sinjimal. Tidak terlalu besar fee-nya. Kemarin, untuk gambar saja kami hanya keluar dua belas juta won (seratus empat puluh enam juta rupiah). Nanti biar kuminta alamat dan nomor teleponnya ke Hyunjin." Lee Hyunjin adalah sekretaris keluarga mereka. Masih muda dan sangat cekatan, sudah seperti agenda berjalan untuknya dan Kim Sooroo. Lee Minjung melirik jam di pergelangan tangan kirinya, kemudian ia mengalihkan pembicaraan mereka.

"Wah, koktail kita sudah siap. Yuk, kita ke ruang minum."

"Kalian duluan saja. Aku mau ke taman sebentar." Suaminya menolak dengan halus. Ia tahu, Kim Sooroo pasti ingin melakukan kebiasannya. "Pasti mau merokok, ya?" tebaknya.

"Kau masih merokok, Sooroo?" Kim Taehee bertanya sebelum Kim Sooroo sempat mengelak.

Kim Sooroo tertawa renyah dan membela diri, "Sesekali saja, Taehee," lalu mengalihkan perhatian pada Park Hyukkwon. Kim Sooroo menepuk bahu temannya itu sambil mengulas senyum penuh arti. "Ada bisnis yang ingin kutawarkan. Kita ngobrol di taman saja biar lebih santai," ajak Kim Sooroo kepada Park Hyukkwon, lalu kedua pria itu melangkah ke taman, sementara para istri menuju ke ruang minum.

O R A N G ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang