Pictures

396 69 56
                                    

:: Selamat Membaca ::

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

:: Selamat Membaca ::



Pagi itu, Jiyeon terbangun di dalam kamar Myungsoo. Ia dikejutkan oleh sinar matahari pagi yang menyelinap masuk lewat jendela saat ia membuka kedua kelopak matanya. Jiyeon mendapati dirinya tengah berbaring di atas tempat tidur nyaman dalam ruangan bernuansa maskulin. Samar-samar, telinganya menangkap suara shower dari arah kamar mandi di sudut ruangan dan kedua alis Jiyeon berkerut begitu ia menyadari, Myungsoo sudah tidak ada di sampingnya.

Pukul enam pagi. Jiyeon melirik jam di atas meja di sebelah tempat tidur, lalu bibirnya mengulas senyum geli. Sepagi ini Myungsoo sudah bangun dan bersiap-siap. Laki-laki itu benar-benar workaholic.

Ia menyibakkan selimut yang membungkus tubuhnya, lalu bangkit dari tempat tidur. Mata Jiyeon menangkap bayangan dirinya lewat cermin di seberang ruangan dan ia merasakan wajahnya memanas karena malu. Saat ini Jiyeon hanya mengenakan kemeja Myungsoo yang kebesaran dan bibirnya segera tersenyum begitu mengingat kejadian semalam.

Rupanya sungguhan, apa yang ia dan Myungsoo lewati hanya beberapa jam yang lalu. Entah bagaimana bisa terjadi dan apa yang memulainya, Jiyeon tidak terlalu ingat. Tapi yang jelas kini jantungnya tidak bisa berhenti berdebar.

Suara shower dari dalam kamar mandi masih terdengar berkelanjutan. Sambil menunggu Myungsoo, Jiyeon melangkahkan kaki perlahan menjelajahi kamar Myungsoo yang luas. Selain tempat tidur, Myungsoo memiliki seperangkat sofa berbahan kulit, meja kerja kayu dan rak tinggi penuh buku di dalam ruangan tersbeut. Semua dengan sentuhan gaya minimalis yang masih saja populer. Warna hitam dan abu-abu mendominasi dan sesekali biru tua menjadi aksen. Rapi sekali kamar itu, seperti jarang ditinggali.

Jiyeon melihat salah satu dinding kamar Myungsoo dihiasi kumpulan foto berpigura dalam jumlah yang cukup banyak. Ia menghampiri dinding tersebut. Sejak memasuki kamar itu, ia sudah tertarik dengan kumpulan foto yang tergantung di sana, namun Myungsoo membuatnya sibuk sepanjang malam sehingga ia belum sempat memerhatikan dengan seksama.

Foto-foto pemandangan kota, rupanya. Paris. Jiyeon bisa mengenali begitu mendekat. Begitu banyak foto yang tergantung di sana dan keseluruhannya adalah foto Paris. Ia tersenyum simpul. Begitu sukanya Myungsoo terhadap kota mode itu.

Kemudian disadarinya, foto Paris yang ia berikan saat pertemuan pertama mereka tidak terpasang. Jiyeon menggerutu pelan. "Bisnis denganku lain, katamu?" katanya dengan kesal. Ia berani bertaruh, pasti Myungsoo lupa. Dan benar saja, foto Paris yang dia berikan itu masih tersimpan rapi dalam pembungkus kertas yang tergeletak di atas meja kerja.

Diambilnya foto itu, lalu dicarinya tempat untuk menggantungkan foto tersebut bersama foto-foto yang lain. Saat itulah, sebuah foto tanpa bingkai menarik perhatiannya. Foto hitam putih sebuah kafe Eropa disertai catatan di permukaannya yang ditulis menggunakan tinta merah.

The coffee was great and i loved the time we spent together at Le Rendez-vous del Belges.

Pesan itu mencantumkan tanggal lebih dari empat tahun yang lalu dan sebuah nama.

O R A N G ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang