[ Side Light ]

717 78 40
                                    

The girl behind the lens II

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The girl behind the lens II

Note :
tulisn huruf tebal adlh suara Jiyeon
tulisn huruf normal adlh POV org lain

:: Selamat Membaca ::


Hari ini kulihat seorang gadis duduk di atas dak apartemen lusuh kami. Gadis itu bertubuh ramping, mengenakan celana jeans dan sweatshirt putih. Kulitnya putih, rambutnya cokelat terang seperti terkena sinar matahari. Dia memangku satu kantong jeruk mandarin. Sepasang tangannya menggenggam sebuah kamera.

Gadis itu duduk di sana selama berjam-jam. Hampir tidak melakukan apa-apa. Hanya diam di bibir dak sambil menghabiskan jeruk lalu sesekali dia mengambil gambar dengan kameranya. Dia juga tidak bicara,

tetapi sorot matanya bercerita banyak.

Hari ini aku membawa kameraku menikmati pagi di atas dak sebuah bangunan apartemen tua. Myungsoo masih tidur saat aku pergi. Aku keluar kamar dengan diam-diam. Kutinggalkan ponselku di rumah, agar tidak ada seorang pun bisa menghubungiku.

Cahaya pagi ini tidak terlalu bagus, langit sedikit berawan. Jeruk yang kubeli di depan stasiun juga asam. Sudah berjam-jam aku hanya duduk diam, hampir tidak mengambil gambar. Hanya beberapa kali tadi saat kulihat suami istri sarapan bersama di balik sebuah jendela.

Mataku masih menatap suami istri itu. Sambil aku bertanya, apakah dulu mereka melepaskan sesuatu saat memutuskan untuk hidup bersama?

Kami biasa menjemur pakaian di atas dak. Aku dan keluargaku. Kulakukan setiap pagi saat cuaca bersahabat. Kadang dongsaengku kadang eommaku yang melakukannya, tetapi sejak rematik eomma sering kumat, hanya aku dan dongsaengku yang kerap bergantian melakukan tugas itu.

"Ada yang menarik?"

Akhirnya kusapa gadis itu karena kurasa dia juga sudah menyadari kehadiranku di atas dak. Dia menoleh dan membalas sambil tersenyum lebar. Katanya, "Aku pinjam dak ini, ya. Ada yang ingin kuobrolkan dengan kameraku."

Aku teringat pada Seungho saat gadis itu menyapaku. Dia menenteng sebuah ember berisi pakaian basah yang baru selesai dicuci. Seperti Seungho kala itu di bawah langit Hong Kong, dia menemaniku di bawah langit Seoul sambil menjemur pakaian.

"Sepertinya mendung. Apakah kau tidak takut jemuranmu kehujanan?"

Gadis itu memantau langit lalu dia menjawab dengan tenang, "Memang sedikit berawan, tetapi tidak akan turun hujan."

Jawaban itu membuatku tertarik. "Oh ya? Bagaimana kau tahu?"

"Perasaan saja."

Tawa gadis itu lepas ke udara bebas. Dia mengambil sebuah jeruk dari kantong kertas di pangkuannya. Jeruk itu dia tunjukkan padaku. "Aku membeli terlalu banyak," katanya sambil kembali mengulas senyum lebar.

O R A N G ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang