Rain

477 73 60
                                    

:: Selamat Membaca ::

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

:: Selamat Membaca ::


"Parah juga hujan hari ini." Rowoon berkomentar.

Kwansoo berdri di hadapan jendela kamar kosnya sementara ketiga temannya sibuk berdiskusi di tengah ruangan. Ia menatap ke luar jendela, memerhatikan hujan yang tidak berhenti mengguyur Seoul beberapa hari ini. Diisapnya asap rokok di jepitan jarinya untuk menangkal dingin dan ia membiarkan pikirannya terus menerawang entah sudah sejauh apa.

Ia belum menemui kakaknya lagi sejak peristiwa di Mark Hills tempo hari. Ada sedikit rasa penyesalan di hatinya tapi Myungsoo memang pantas menerima pukulan itu. Bukan karena Myungsoo menemui Nana secara diam-diam atau karena telah membohonginya selama ini. Tapi karena kakaknya itu, tanpa cinta pun bisa memiliki Jiyeon.

Ia cemburu. Begitu cemburunya sampai ingin memukul Myungsoo.

Dilepaskannya asap rokok dari mulutnya ke udara. Sekarang, setelah ia mengetahui semuanya, apa yang bisa dilakukannya? Sejauh yang ia sadari, Jiyeon dan Myungsoo tetap bertunangan.

"Kalau hujan tidak segera berhenti, Seoul bisa banjir lagi," didengarnya Sejong berkata menanggapi Rowoon, "seperti tahun dua ribu sebelas dulu."

Kwansoo tetap diam. Ia tidak peduli apakah Seoul banjir atau tidak tapi ia memang berharap hujan secepatnya berhenti. Baru kali ini ia merasakan keinginan yang begitu besar untuk menemui Jiyeon.

Sialan! Baru kali ini ia berani menginginkan Jiyeon.


-----------------------------------


"Jiyeon, bagaimana kondisimu? Hari ini Eomma datang agak sore. Deras sekali hujan di Cheongdam-dong."

Jiyeon mendengar suara ibunya meninggalkan pesan di telepon. Sejak Myungsoo memberitahu wanita itu mengenai kondisi kesehatannya, ibunya datang menjenguk setiap hari, membawakan makanan dan menemaninya beberapa jam di apartemen.

Jiyeon membuka kedua matanya dengan malas. Masih bersembunyi dalam selimut hangat di atas tempat tidurnya yang nyaman, ia melirik ke luar jendela kamar tidurnya. Hujan memang belum berhenti. Padahal sudah lewat dua hari.

"Myungsoo sudah menjengukmu lagi?" tanya ibunya.

Ia mendesah kesal mendengar nama itu. jangankan menjenguk, Myungsoo bahkan tidak menelepon. Laki-laki itu sedang sibuk dengan Nana, barangkali.

Telepon apartemennya kembali berbunyi. Sebuah panggilan lain masuk setelah ibunya selesai meninggalkan pesan. "Jiyeon." Kali ini Luna yang menghubunginya. Lagi-lagi, mesin yang menjawab.

"Hari ini studio tutup. Tapi, kalau kondisimu sudah lebih baik, tolong datang karena air hujan meluap masuk ke dalam."

Kedua mata Jiyeon terbelalak mendengar pesan Luna.

O R A N G ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang