Cahaya matahari memasuki celah-celah gorden kamar kost ku, aku membuka mata dan merasa gerah. Menyibakkan selimut dan duduk sebentar di kasur lantai. Aku melirik arah gorden karena cahaya matahari begitu terang hingga aku lupa kalau aku harus berangkat bekerja.
Sejak kemarin suhu badanku semakin tinggi. Setelah mengantarkan Mira ke kamarnya dan memberikan obat karena ternyata Mira tidak sadarkan diri akibat kekurangan darah, aku merasakan pusing luar biasa. Untungnya Mira enggak menyuruhku menemaninya sehingga aku bisa kembali ke kamar kost. Mulai dari sanalah aku merasakan kalau aku demam.
Aku sebenarnya enggan bangun. Tapi aku merasa lapar mengingat aku kemarin tidak makan apa-apa. Ketika aku hendak bangun, pusing kembali menyerbuku membuatku kembali terduduk dan memegangi kepalaku.
Yatuhan! Gimana bisa aku berangkat kerja kalau gini.
"Van! Ivana lo masih di dalem kan? Gue masuk ya!"
Sayup-sayup aku mendengar suara Mira di luar. Aku tidak kuat. Aku pun memutuskan kembali tiduran.
"Astaga! Ivana, lo kenapa? Pucat banget dan...panas! Lo demam,"
Aku mendengar suara Mira jelas sekali, lalu aku merasakan tangan seseorang menyentuh keningku.
Oh, Mira udah baikan.
"Van, gue anter ke rumah sakit ya? Lo demam." Kata Mira lagi.
Aku sedikit membuka mata karena jujur saja mataku sangat berat. "Mir, aku gak apa-apa." Lirihku.
"Heh! Nenek peot sekalipun tau kalau lo sakit." Decak Mira.
"Mir, aku harus kerja. Aku kemarin kabur dan Pak Aryan pasti marah besar." Kataku.
"Whatever! Kesampingin urusan kerja, sekarang lo butuh istirahat. Bentar, gue buatin bubur dan beliin lo obat dulu."
Aku mengangguk lemah. Hingga tak berapa lama suara dering ponselku menggema di ruangan ini. Aku meraba meja kecil di sebelah kasur meraih ponselku dan mengangkat telepon seseorang tanpa melihat siapa namanya.
"Hal--"
"KEMANA SAJA KAMU, IVANA?! PERGI SESUKA HATI SAAT MASIH JAM KERJA!"
Eh!
Aku langsung terbangun dan duduk. Menjauhkan ponselku dari telinga lalu melihat nama yang meneleponku. Aku merutuki diri karena si Pak Boss yang meneleponku itu.
Mampus! Mati sajalah kau, Ivana.
"IVANA? KAMU MENDENGAR--"
Aku meringis. "Iya, Pak! Ini denger kok, tapi--"
"Oke, cepat ke kantor sekarang karena pekerjaanmu sangat banyak. Tidak ada bantahan!"
"Tapi, Pak--"
Tut..tut...tut..
Oh, God! Gimana caranya aku bisa ke kantor sedangkan keadaannya saja sedang lemah. Pak Aryan bener-bener nih!
Aku sekuat tenaga bangun dan mencari pakaian kerjaku. Tapi sebelum itu aku harus menghilangkan wajah kucelku dengan mencuci wajah dan setelahnya memberikan sedikit polesan makeup agar keadaanku tak kentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Red Heels
RomanceKetika aku berjanji, aku tak akan pernah mengingkarinya. Aku teringat dengan kegilaanku dulu, dimana aku berjanji kepada diriku sendiri maupun Tuhan, Aku akan menerima lamaran pria manapun yang datang kerumah meminta izin dengan maksud menikahiku. G...