Beberapa hari setelah Mister Scatneer menyatakan kalau dia pengen aku jadi istrinya menguap begitu saja. Ini semua karena pekerjaan mendadak dan aku enggak sempat untuk memikirkan ucapannya. Semuanya kayak...yaudah mungkin itu memang enggak terlalu penting juga. Bisa aja Mister Scatneer khilaf bilang kayak gitu.
Belum sampe disitu aja, pagi-pagi banget aku udah stay di kantor buat nyiapin ruang rapat beserta berkas penting untuk rapat hari ini di bantu beberapa staff lain. Belum lagi aku cukup kaget melihat Angela yang datang sendirian dengan keadaan memprihatinkan. Apalagi mata panda nya yang tercetak jelas enggak kaya Angela biasanya. Rambutnya yang biasa di tata rapi di biarkan diikat asal, juga makeup yang biasa dia pakai kayak hilang begitu aja. Dia jadi kelihatan enggak fresh, matanya sedikit sayu nahan kantuk.
Aku udah paham banget dia kayak gini karena apa. Ya, kami benar-benar sibuk sekarang. Apalagi Angela yang harus menyiapkan segala hal untuk acara besar sendirian, tanpa Pak Zay yang biasa di andalkan kalau lagi banyak tugas kayak gini. Sedangkan aku? Aku juga sama kayak Angela, bahkan saat ini kami tengah berargumen karena masalah tiket pesawat.
"Aku enggak habis pikir ya! Kamu bilang, aku juga sama pentingnya kayak kamu. Tapi kamu enggak mengandalkan aku dan bekerja sendirian gini seolah-olah kamu bisa melakukannya sendirian. Dan pada akhirnya liat sendiri kan? Kamu kayak orang gila!" Kataku menyemburkan unek-unekku yang dari awal kesal karena dia enggak mau bagi tugas itu.
Bukan apa-apa, kalau bukan karena deadline dan dia udah terlihat kewalahan gini ya berarti itu memang enggak bisa di handle sendirian lagi. Aku selalu siap buat bantu, padahal. Aku kasihan juga liat keadaan dia yang bahkan udah kayak orang gila kabur dari rumah sakit jiwa.
Angela menatapku pasrah. Dia kayaknya udah enggak punya tenaga buat protes apalagi menyangkal. Sebenernya aku enggak tega juga marahin dia, apalagi dia lebih tahu apa yang harus dia lakukan dan kerjakan. Terlebih dia bisa di bilang senior aku lah. Cuma ya, namanya ini udah di luar batas. Harusnya dia langsung minta bantuan kalau udah enggak bisa tanganin semuanya, dengan begitu kerjaan jadi enggak keteter kayak gini.
"Selain tiket pesawat, apalagi yang belum di tangani? Gedung? EO? Cepet bilang. Enggak usah sok bisa menangani sendirian deh!" Oke-oke, sabar Ivana.
Buru-buru Angela sibuk dengan tabletnya yang udah aku yakin dia lagi kirim email ke aku berisi apa aja yang belum sempat dia kerjakan. Ck! Enggak lama notifikasi email datang dan aku langsung buka dan shok berat melihat daftarnya yang lumayan panjang.
Aku langsung menatap Angela tidak habis pikir. "Ini masih banyak banget dan persiapan kita baru dua puluh persen! Bahkan kamu belum memastikan hotel mana buat tamu penting kita dan belum sempat survey gedung yang akan kita pakai? Ck! Kalau Reo tau bisa apes kamu, Ngel."
Iya, akhirnya aku mencoba untuk memanggil Mister Scatneer dengan namanya saja tanpa embel-embel apapun. Dan aku takut sendiri apakah aku bisa mengerjakan ini dalam dua hari apa enggak. Harusnya ini pekerjaan mudah mengingat selama ini Angela kerja sendirian dan dia bisa-bisa aja lewati itu semua meski sampe dirinya sendiri enggak keurus begitu.
Belum lagi Pak Zay yang harus menunda kepulangannya setelah menggantikan Mister Scatneer terkait tender besar itu karena Angela lupa membeli tiket pulang. Apa aku bisa mengerjakan ini sendirian? Ah! Tentu aja harus bisa. Oke, sekarang bukan waktunya buat memikirkan hal enggak penting dan...let's work it out and do your best!
"Aku mohon ya..Ivana. Aku tau, ini semua gara-gara aku." Kata dia dengan suara yang udah lemes banget.
Tak urung aku menatap cemas kearah Angela. Berharap kalau dia enggak sampai sakit. Kalau itu terjadi, bisa-bisa aku menyusul kayak dia juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Red Heels
RomanceKetika aku berjanji, aku tak akan pernah mengingkarinya. Aku teringat dengan kegilaanku dulu, dimana aku berjanji kepada diriku sendiri maupun Tuhan, Aku akan menerima lamaran pria manapun yang datang kerumah meminta izin dengan maksud menikahiku. G...