Malam yang dingin. Aku dan Mister Scatneer berakhir di kantor Scat Corp. Iya! Di kantor yang dulu aku bekerja dan akhirnya memutuskan resign karena atasanku sendiri. Saat datang ke sini awalnya aku menolak keras karena pasti aku akan bertemu orang-orang yang tengah lembur atau bisa aja aku ketemu mereka yang bahkan aku belum berani menampakkan diri pasca hari itu. Tapi aku lupa satu hal, Mister Scatneer ini seorang bos besar di mana pasti di sediakan jalan khusus menuju ke ruangan di mana kami tengah menikmati secangkir teh hangat sekarang ini.
Aku jadi teringat, ucapan Mbak Anes perihal ruangan ini. Katanya seram karena pemiliknya tidak pernah sekalipun memperlihatkan batang hidungnya. Nyatanya ruangan ini sangat nyaman, bagus dan tidak seram seperti yang Mbak Anes bilang waktu itu. Malah aku suka dengan ruangan ini, desain interior minimalis. Sofa besar di beberapa titik termasuk tempat di mana Mister Scatneer berbincang perihal bisnis dengan tamu-tamu besar. Sedangkan yang saat ini aku duduki adalah sofa di sebelah ruangan yang terdapat televisi di depanku atau bisa di bilang area privat ruangan ini selain kamar dan pantry.
Aku enggak habis pikir sih ada ruangan seperti ini, satu lantai pula. Udah kayak apartemen menurutku setelah aku menyusuri ruangan ini dengan rinci karena penasaran juga. Apalagi aku belum pernah ke sini sama sekali, tapi sekarang sih bebas. Apalagi bisa lihat pemandangan jalanan Jakarta dari lantai 17, favoritku banget.
"Jadi, kamu enggak punya rumah di sini karena kamu pikir ruangan ini udah cukup buat tempat kamu beristirahat, begitu?" Tanyaku setelah menghabiskan sisa teh hangatku yang mulai dingin.
Mister Scatneer yang tengah duduk di single sofa sibuk dengan tabletnya mengangguk kilas. Lalu laki-laki itu menyimpannya di meja kecil dan beranjak dari sana untuk duduk di sebelahku.
"Ya, aku pikir begitu. Tapi ruangan ini nyaman kan?" Tanyanya membuatku mendengus.
"Nyaman lah! Secara pake desain khusus juga. Malah aku pikir ini kayak apartemen yang nyempil di antara lantai kantor." Kataku lantas tertawa kencang mengingat betapa anehnya ucapanku. Apalagi saat melihat kerutan di dahi Mister Scatneer.
"Apa itu? Dengar ya, meski aku besar di sini aku masih belum paham dengan bahasa lainnya." Gerutunya.
Aku menghentikan tawaku. "Maaf. Kadang aku masih suka keceplosan. Kayaknya aku harus sering-sering buka kamus KBBI."
Kali ini Mister Scatneer yang terkekeh geli. "Terserah kamu saja. Lagipula selama bahasanya masih di mengerti aku baik-baik saja."
Aku memukul pelan tangannya yang kini menggenggam sebelah tanganku. "Iyalah! Situ kira aku alien apa."
Dan akhirnya kami diam. Sama-sama diam, memandang satu sama lain. Aku bahkan bersandar di bahu kokohnya dan menatap wajah tampan Mister Scatneer dari samping saat ia tiba-tiba menoleh kearah lain. Aku tersenyum kecil.
"Ivana?"
Aku mengerjap dan sedikit terkejut kala wajah Mister Scatneer menoleh lagi dan juga berada dekat dengan wajahku apalagi tatapannya itu, membuatku mati kutu.
"Y-ya?"
Astaga! Jantungku. Kenapa berdetak lebih cepat begini.
"Kamu tahu, aku hampir putus asa. Tak kunjung ada perubahan dalam hidupku sejak saat itu. Bahkan aku di kecawakan berkali-kali sampai aku pikir mungkin aku akan terus hidup seperti ini. Tapi, pertemuanku dengan kamu merubah semuanya, juga merubah apa yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya." Katanya panjang lebar setelah aksi diam kami.
Aku mengerjap sesaat, "Apa itu, Reo?" Tanyaku.
Mister Scatneer tersenyum manis. "Memilikimu. Aku sangat bersyukur atas ini, akhirnya sebentar lagi aku bisa memilikimu, ah tidak! Saat ini kamu memang sudah jadi milikku, you are mine, Ivana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Red Heels
RomanceKetika aku berjanji, aku tak akan pernah mengingkarinya. Aku teringat dengan kegilaanku dulu, dimana aku berjanji kepada diriku sendiri maupun Tuhan, Aku akan menerima lamaran pria manapun yang datang kerumah meminta izin dengan maksud menikahiku. G...