Arkan kembali menghampiri Lian yang kini duduk sendirian.
"Loh, udah selesai rakernya?" Arkan duduk di tempatnya yang tadi."Udah, lagian cepet juga. Tinggal Nabila yang ngetik ulang." Jelas Lian sambil menyedot jus Alpukat yang sejak awal di pesan olehnya.
"Ka, gue baru ingat kalau kita udah 10 minggu. Perjanjiannya kan 9 minggu. Apa sekarang status kita?" Gadis itu melirik Arkan sedikit lalu memfokuskan pandangan pada jus Alpukat miliknya.
Hening menyelimuti mereka, rasanya Lian ingin mengubur diri, bagaimana ini. Pasti Arkan tidak akan nyaman.
"Hmm... Udah 10 minggu ya, yaudah sekarang jangan lo gue an lagi, sekarang resmi jadi pacarku, bukan lagi percobaan." Ucap Arkan.
"Jadi selama ini lo nyoba gue gitu?" Lian menatap Arkan dengan berani.
"Bukan gitu, aku cuma memastikan perasaan aku, tapi biar kamu gak di rebut orang makanya aku jadiin pacar."
"Kok lo egois sih, lo gak mikirin gue yang emang dari dulu punya perasaan sama lo. Lo cuma mentingin diri sendiri, gue gak suka kayak gini Ka. Kalau gak suka ya bilang aja dari awal jangan mainin gue kayak gini." Lian memalingkan wajahnya tak mau menatap Arkan, dia kecewa sekarang, benar benar kecewa.
"Li... Maaf tapi aku memang begini, aku egois untuk apa yang gue mau. Sekarang aku mau kita mulai dari awal, kamu mau kan jadi pacar aku." Entah terbuat dari apa otak Arkan, kenapa dia gak memikirkan perasaan Lian yang terlanjur kecewa.
"Aku mau pulang, mas Willis pulang cepat hari ini." Lian beranjak namun Arkan menahannya, bukan itu yang Arkan mau dengar dari Lian, dia mau jawaban dari pertanyaannya tadi.
"Kenapa kamu suka aku waktu itu, padahal kamu gak kenal aku, sekarang kamu tau kalau aku egois dan kamu gak suka. Kamu berani menaruh rasa suka sama aku, kamu harus tanggung jawab karena udah menebar semua itu." Benar kata Arkan, Lian memang tak mengenal Arkan makanya sekarang di terjebak di sini.
"Gue teriak kalau lo gak lepas tangan gue." Lian siap siap untuk berteriak, namun yang di lakukan Arkan bukan melepaskan genggaman tangannya.
Laki laki itu menarik Lian keluar dari cafe tak lupa meninggalkan uang untuk membayar minuman mereka berdua.Gadis itu memang tidak memberontak tapi tatapan nyalang dan kecewa tercetak jelas di matanya.
Liana dan Arkan berada di parkiran namun ini parkiran mobil, Lian tidak ingat kalau Arkan mempunyai mobil.Alarm sebuah mobil berbunyi, dan Arkan segera membawa Lian masuk ke dalam mobil itu. Gadis itu enggan bertanya terserah Arkan membawanya kemana.
"Kamu gak takut aku culik?" Matanya masih fokus pada jalanan, namun tangannya berusaha meraih jemari gadis yang tak mau memandangnya sama sekali.
"Nyulik gue gak akan membuat lo untung, mas Willis gak kaya seperti yang lo bayangkan, kadang dia masih minjem duit gue kalau mau beli pomade." Ucap Lian ketus, gadis itu masih menatap keluar jendela meski kini jemarinya dan Arkan saling bertautan.
"Udah aku bilang, sekarang gak ada lo gue an lagi." Arkan semakin memperhangat tautan mereka meski tak di balas oleh Lian.
"Mau kemana? Ini bukan jalan ke kosan aku apa lagi kosan kamu." Meskipun terlihat tak menurut Lian mengikuti kemauan Arkan.
"Mau ke rumah aku, aku mau bilang sama Mami buat ngiket kamu." Lian menatap Arkan kesal, pacaran saja dia tidak mau karena masalah tadi apa lagi di ikat dengan emas.
"Aku gak bilang setuju."
"Aku gak peduli, karena kamu harus tanggung jawab karena udah buat aku jatuh ke kamu." Lian mencoba melepaskan tautan jari mereka namun Arkan tidak membuatkan itu terjadi.
"Bercanda aja terus, aku mau pulang. Mas Willis udah spam aku, kamu mau bilang apa sama mas Willis kalau aku pulang telat." Ancam Lian.
"Bilang kalau kamu tidur sama aku, jadi kita bisa langsung nikah." Arkan sudah mulai gila pikir Lian, ternyata otaknya sudah geser semenjak pulang dari pertemuan mahasiswa beberapa minggu lalu.
"Terus aja, aku lompat nih." Lian sudah bersiap membuka pintu mobil, namun dengan sigap Arkan menekan tombol kunci pintu.
Gadis itu frustasi, dia memukul kaca mobil dengan kesal, menatap Arkan dengan tatapan paling jengah dan lagi hatinya gondok, ingin menjerit, namun tertahan.
"Arkann!! Pulang sekarang. Aku terima kamu jadi pacarku." Gadis itu memberengut, kesal masih meliputi dirinya."Nah gitu dong, dari tadi. Tapi karena udah tanggung mending ke rumah Mami aja."
Mobil yang mereka gunakan perlahan berhenti di sebuah bangunan rumah minimalis yang terlihat mewah, halaman rumah yang di tanami berbagai jenis bunga, memperkuat estetika rumah ini yang membuat siapa saya dapat menoleh dua kali untuk melihatnya.
Arkan turun terlebih dahulu lalu membuka pagar rumahnya yang tidak di jaga, ya keluarga Arkan bukanlah keluarga yang akan menyewa satpam hanya untuk membuka gerbang rumahnya.
Setelah mobil masuk ke pekarangan rumah, Arkan lagi lagi turun terlebih dahulu untuk membuka pintu mobil untuk Lian, namun gadis itu sengaja turun sendiri tanpa menunggu Arkan yang mulai sok romantis.
"Padahal mau di bukain pintunya." Kata Arkan di selingi senyuman.
"Aku masih punya tangan." Ketus Lian, namun Arkan membalasnya dengan senyuman lagi di tambah usapan lembut pada mayangnya yang kini memiliki warna bleaching.
----
![](https://img.wattpad.com/cover/168056671-288-k350903.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Student Architecture (Complate) ✅
Teen Fictionaku tidak mengenalnya. aku tidak tahu namanya. aku tidak tahu dari mana dia berasal. kenapa aku menyukainya?