Angga Abimana
Kembali, bertemu dengan hari libur yang entah sudah berapa kali selama hidup, namun rasanya masih tetap sama. Menyenangkan.
Berbeda dengan kebanyakan orang, aku lebih suka menghabiskan waktu libur dengan beristirahat atau kalaupun ingin sekadar jalan-jalan, aku akan lebih memilih tempat-tempat bagus yang tak terlalu ramai. Menikmati pemandangan dengan lautan manusia bukanlah sesuatu hal yang bisa menenangkan suasana.
Mereka akan tiba hari ini. Ibu dan Mira telah menyiapkan makanan sebagai jamuan agar sang tamu tak merasa kelaparan atau merasa tak di sambut oleh tuan rumah.
"Yah, masih lama?"
Mira menghampiriku yang menunggu mereka di depan rumah.
"Kayaknya sih, soalnya dari kota mereka langsung ke sini, sedangkan perjalanan yang paling cepet sekitar tiga jaman."
Mira kembali masuk ke dalam rumah untuk mempersiapkan diri. Ia dan Ibu baru saja selesai mempersiapkan semua jamuan untuk mereka, mulai dari hidangan sampai tempat untuk beristirahat. Tempat yang di siapkan untuk mereka menginap adalah rumahku. Untuk yang laki-laki, mereka akan menempati ruang tamu yang hanya beralaskan kasur tanpa ranjang, sedangkan bagi yang perempuan, mereka akan menempati kamar Syafina, namun karena jumlah perempuan lebih banyak, maka aku pun berinisiatif menambahkan kasur agar cukup untuk mereka beristirahat.
Selang beberapa waktu, Mira keluar dengan pakaian yang entah kenapa semakin hari menurutku semakin memesona saja, tubuhnya yang semakin berisi benar-benar membuatku semakin bergairah. Betapa beruntungnya aku memiliki Mira.
"Kenapa sih? Ko ngeliatin terus?"
Mira sepertinya merasa risih dengan tatapanku, namun ia juga tersipu malu.
"Gak kenapa-kenapa, emang ngeliatin istri sendiri gak boleh?"
Aku menarik tangan Mira lalu ku kecup bagian punggung tangan itu, sebelum akhirnya tanganku melingkar di pinggangnya. Aku mendudukkan Mira di bahu kursi, sementara aku sendiri duduk di bawahnya. Ku usap lembut perut yang berisi janin dari hasil buah cintaku dengan Mira, ku kecup perlahan seraya menggoda.
"Dek, kamu tau gak? Bunda kamu itu cantik banget, jadi rasa sayang Ayah sama kamu dan Bunda tiap hari makin nambah terus. Dek, kamu jangan rewel lagi ya, kasian Bundanya nanti sakit."
"Dek, jangan belajar jadi playboy kayak Ayah ya, kamu bebas mau jadi apa aja, yang penting kamu harus tetap jadi anak yang baik."
Godaanku berbalas. Entah kenapa Mira memberiku label sebagai seorang playboy, padahal aku tak pernah memberikan gombalan untuk orang selain Mira, dan itu pun semata-mata karena aku begitu menyayanginya.
"Yah, aku ke rumah dulu ya, mau beres-beres sedikit."
Mira melepaskan pelukanku, lalu ia pergi menuju rumahnya. Aku memperhatikan langkah Mira, sepertinya usia kandungan yang mulai membesar membuat ia kesulitan berjalan. Untuk itu, aku tak tega kalau ia harus banyak melakukan pekerjaan rumah, karena setidaknya pekerjaan rumah yang terlihat ringan pun membutuhkan banyak gerakan yang perlahan menguras tenaga.
"Angga."
Terdengar teriakan dari dalam, sepertinya Ibu ingin meminta tolong padaku. Tak mau membuatnya menunggu, segera ku hampiri. Bersamaan dengan itu, samar terdengar mobil berhenti di depan rumah, namun aku tak berpikir mereka akan datang lebih cepat dari perkiraan. Sementara membantu Ibu, mungkin mereka bisa menunggu.
"Kenapa, Bu?"
Ku lihat, Ibu sedang berusaha mengangkat air dalam galon untuk di masukan ke dispenser sebagai persediaan untuk tamu yang akan menginap.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE... AWAKENING (Eps. 2)
RomantizmMasa-masa awal kehamilan memang tak menyenangkan, setidaknya untuk Mira, walaupun sebenarnya Angga pun merasakan hal yang sama, namun bebannya tak terlalu berat dibandingkan dengan apa yang Mira alami saat ini.