Part 5

350 26 13
                                    

Angga Abimana

Menikmati indahnya sore hari dalam kesendirian, menuju tempat yang mungkin tak sesunyi apa yang ku rasa saat ini. Mira terlelap disampingku yang sedang fokus mengemudi. Tak biasanya dia seperti ini. Usia kehamilan yang masih muda begitu banyak menguras tenaga serta waktu istirahatnya, semua menjadi tak teratur, untuk itu aku membiarkannya terlelap dan sebisa mungkin mengemudi dengan hati-hati agar ia tak terganggu.

Sore ini aku mengajak Mira mengunjungi Syafina, juga Viona. Namun aku ingin mengajak ibu untuk pergi bersama.

Mimpi buruk yang Mira ceritakan mungkin karena Syafina merindukannya, atau bisa juga sebaliknya, tapi yang jelas aku tak menyangka bahwa Mira dan Syafina akan mempunyai hubungan batin yang kuat.

Waktu telah menunjukkan hampir pukul empat sore. Jalanan yang tak terlalu ramai membuat perjalanan menjadi lancar dan tepat waktu.

Dari juah, ibu terlihat telah menunggu di depan rumah. Sebelumnya aku memberi kabar lewat pesan bahwa aku dan Mira sebentar lagi akan sampai. Ibu begitu senang mengetahui bahwa kami akan berkunjung, walau status ibu adalah mantan mertua, tapi ia tetap menganggap kami sebagai anaknya sendiri.

Aku membangunkan Mira dengan hati-hati. Kuperlihatkan senyum terbaik untuk menyambutnya kembali. Mira membalas dengan senyum yang sama.

Turun dari mobil, Ibu langsung menyambut Mira dengan begitu hangat. Pelukan serta ciuman selalu ibu berikan untuknya layaknya ibu yang rindu bertemu anaknya sendiri. Ibu langsung mengajak kami masuk ke dalam, ia telah menyiapkan makanan ringan serta minuman yang sengaja ia buatkan untuk kami. Ibu memang pandai memasak, sama halnya dengan Viona. Dulu, selama aku menikah dengan Viona, ia seperti tak pernah kehabisan menu makanan untuk di sajikan, selalu ada rasa berbeda setiap harinya, dan itu luar biasa, menjadikan Viona seorang istri sempurna, sebelum akhirnya maut memisahkan kita berdua.

"Ibu seneng kalian kemari, jadi Ibu sengaja masak banyak untuk kalian, termasuk buat makan malam."

Aku yang tadinya berniat untuk pulang cepat, jadi merasa tak enak. Ku alihkan pandangan pada Mira dan ternyata sepertinya ia pun merasakan hal yang sama. Mata Mira seakan bertanya tentang pendapat, dan aku hanya mengangguk pelan menjawabnya.

"Gak usah repot-repot, Bu, kita ke sini gak bawa apa-apa buat ibu."

Ibu tersenyum, rasa senyum yang sama dengan Viona.

"Gak apa-apa, dengan kalian main kemari saja Ibu udah seneng, nanti sekali-kali kalian harus nginep di sini, biar rumah ini gak sepi."

Tak ingin berlama-lama karena hari sudah sore, aku Mira juga Ibu langsung berangkat menuju pemakaman tempat dimana Viona dan Syafina beristirahat untuk selamanya. Hanya butuh waktu beberapa menit untuk sampai di sana. Wangi bunga kamboja serta melati menyambut, sebagai pertanda bahwa kami telah sampai pada tempat peristirahatan terakhir manusia. Aku telah menyiapkan sebuah kaca mata hitam sebagai topeng agar Mira dan Ibu tak melihatku bersedih, namun ternyata bukan hanya aku saja yang berinisiatif seperti itu. Mira pun melakukan hal yang sama, bahkan ia telah lebih dulu memakainya. Hanya Ibu saja yang memiliki kekuatan untuk melawan rasa sedih atas semua kehilangan yang pernah ia alami.

Makam Syafina tepat berada di samping makam Viona, namun ukuran makam Syafina lebih kecil, sebagai pertanda bahwa yang di makamkan dalam tanah tersebut adalah seorang anak kecil.

Mira dan Ibu langsung duduk bersimpuh di samping makam, sementara aku untuk sesaat masih berdiri di belakangnya.

"Syafina, Bunda di sini sayang, Bunda kangen sama kamu... "

Mira mulai melepas semua yang menjadi bebannya pada malam itu, beban yang hingga di bawanya sampai ke alam mimpi. Aku yang tak berbicara sepatah kata pun bukan berarti tak rindu dengannya, namun aku lebih memilih memendam perasaan yang ada, gengsi masih terlalu tinggi untuk sekedar mencurahkan air mata di depan mereka.

BEFORE... AWAKENING (Eps. 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang