Angga Abimana
Menginjak usia kandungan yang sudah memasuki bulan ke tujuh, Mira masih melakukan aktifitas seperti biasa, ia masih menjalankan profesinya atas dasar jiwa sosial juga rasa kemanusiaan. Keterbatasannya dalam bergerak tak membuatnya menurunkan semangat meski keringat jelas terlihat menuruni dahi hingga pipi lalu berakhir pada pakaian yang ia kenakan. Rasa khawatirnya terhadap janin dalam kandungan sudah mulai berkurang setelah mendapat penjelasan dari teman bahwa usia kandungan dalam trimester ketiga adalah yang paling aman. Namun ia sadar, ia harus tetap berhati-hati agar tak terjadi sesuatu yang buruk seperti apa yang pernah menimpa Viona.
Duduk berdua menikmati sore ditemani suara bising kendaraan yang berlalu lalang di pinggir jalan utama yang berada tepat di depan gerbang utama komplek perumahan yang menjadi tempat tinggalku.
"Yah, aku boleh ngomong sesuatu?"
Mira memulai pembicaraan, dari nada bicaranya, sepertinya ada sesuatu hal penting yang ingin ia bicarakan.
"Boleh, apa?"
"Tapi aku minta syarat dulu."
Cara Mira menatapku kali ini sangat berbeda dengan ia yang sebelumnya. Aku yang sebelumnya santai menunggu apa yang ingin ia minta.
"Kamu jangan kesinggung atau marah ya? Janji."
Mira mengangkat jari kelingking kanannya, untuk memastikan bahwa aku takkan mengingkari janji. Terkesan lucu, tapi itu yang ia mau.
"Kok malah senyum?"
Aku yang seharusnya menanggapi Mira dengan serius malah tersenyum dan bahkan hampir saja tertawa melihat Mira melakukan itu.
"Kan perjanjiannya gimana tadi?"
"Gak boleh marah, terus kenapa malah ketawa?"
"Yang gak boleh itu marah, kan? Bukan ketawa?"
"Iya sih, tapi aku kan lagi serius, kamu malah bercanda, udah ah, gak jadi."
Mira berlalu, sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat untuk menggodanya, mungkin apa yang ia ingin sampaikan begitu penting.
"Nda."
Mira tak menoleh, ia masih tetap berlalu menuju rumah seberang untuk pulang. Aku mengejar Mira hingga ke kamarnya, namun ia masih tak mau bicara, bahkan senyumnya benar-benar hilang.
"Nda, maaf."
Sekilas ia melirikku, benar-benar tersirat kemarahan juga rasa kecewa dari tatapannya. Mira tak ingin bicara untuk saat ini. Entah kenapa ia tak seperti biasanya. Ini pertama kalinya ia benar-benar marah. Diamnya wanita pertanda bahwa aku telah membuatnya kecewa.
"Nda, maaf."
Aku berusaha memeluknya dari belakang, namun tak berhasil, ia menepis tanganku yang beberapa senti lagi hampir menyentuhnya.
"Aku pengin sendiri dulu."
Dengan berat hati, aku harus membiarkannya tenang, tak ingin memperpanjang masalah yang pada akhirnya akan membuatnya tertekan. Ku tinggalkan ia sendiri di sana, berharap tak lama lagi ia bisa kembali seperti semula. Namun baru saja ku langkahkan kaki, ponsel dalam saku celana berbunyi, sebuah pesan dari jejaring sosial pribadi. Segera ku buka untuk mengetahui siapa yang mengirim pesan dalam keadaan seperti ini. Tertera sebuah nama yang begitu ku kenal, mengirimkan sebuah foto dari hasil tangkapan layar. Ku pandangi foto itu untuk sesaat, memperhatikan dan menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi.
Tanpa terasa, tangan kiri mulai mengepal bersama kuatnya tenaga. Rasa benci yang dulu selalu berusaha ku tahan, kini perlahan mulai menampakkan diri. Tatapanku mulai berbeda dalam menyikapinya, seandainya kejadian itu terjadi, aku berjanji pada diri sendiri untuk memberinya pelajaran agar ia bisa lebih menghargai.
![](https://img.wattpad.com/cover/199429989-288-k842764.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE... AWAKENING (Eps. 2)
RomanceMasa-masa awal kehamilan memang tak menyenangkan, setidaknya untuk Mira, walaupun sebenarnya Angga pun merasakan hal yang sama, namun bebannya tak terlalu berat dibandingkan dengan apa yang Mira alami saat ini.