Part 3

471 28 27
                                    

Mira bisa tersenyum kembali setelah mendapat kabar baik bahwa kandungannya baik-baik saja. Muntah-muntah serta mual yang ia alami pun sebenarnya sesuatu hal yang lumrah, memang tak semuanya namun beberapa orang akan mengalami kejadian yang sama seperti apa yang Mira alami saat ini. Mira memang seorang tenaga medis, namun kandungan sama sekali bukan bidang keahliannya.

Waktu telah menunjukan lebih dari pukul tujuh malam. Dalam perjalanan pulang, bisa ku rasa bahwa suasana antara aku dan dia sudah mulai kembali seperti hari-hari sebelumnya.

"Udah bisa senyum lagi?"

Godaan Ku berbalas sebuah cubitan, bukannya merasa sakit, justru aku malah tertawa. Seringnya bercanda membuat hubungan kami semakin berwarna.

"Aku masih kesel sama kamu, Mas."

Rupanya Mira masih menyimpan perasaan yang sama seperti ketika berangkat tadi.

"Ko? Kenapa bisa gitu? Emang aku salah apa?"

"Ya bisa lah, pokoknya aku masih kesel aja."

Aku berusaha memahami dan lebih memilih mengalah, karena aku tau bahwa marahnya dia takkan seperti sekarang ini. Ini hanya karena Mira ingin mendapat perhatian lebih.

"Ya udah, terus aku harus gimana nih?"

Mira mulai melirik tersenyum, menandakan ia menginginkan sesuatu, yang artinya aku harus mengikuti apa yang menjadi keinginannya.

"Mampir, yuk."

"Mampir? Kemana?"

Lagi, Mira mencubit ku gemas karena ia tau kalau aku hanya pura-pura tak mengerti apa yang ia maksud.

Waktu masih belum terlalu malam untuk pulang dan juga untuk makan malam.

"Jangan nyubit, nanti nabrak, loh."

"Ya lagian, masih sebel juga masih aja di godain"

Aku tertawa melihat Mira yang bersikap seperti sekarang ini, ini adalah sisi dari Mira yang berbeda dari sebelumnya.

"Iya deh iya, tapi jangan ke pedesan, ya? Janji."

"Iya, janji. Tapi kalau gak lupa."

Mira memperlihatkan senyumnya yang begitu manja, tapi entahlah, aku masih merasa bahagia dengan apa yang terjadi saat ini. Walau kepergiannya memang belumlah lama, tapi aku rasa ia pun tak ingin melihatku bersedih sepanjang waktu hingga lupa bahwa aku masih bisa membuka lembaran baru.

Di depan pintu masuk, pelayan menyambut kedatangan kami, sebuah prosedur standar pelayanan yang lumrah di terapkan oleh hampir semua tempat makan. Kulihat sekeliling, tempat ini tak ramai seperti sebelumnya ketika aku pertama kali berkunjung bersama Mira, namun tetap saja hanya menyisakan beberapa meja kosong saja. Setelah mendapat tempat duduk dekat dengan jendela, salah satu pelayan menghampiri kemudian memberi daftar menu pada kami, Mira menerimanya. Tak butuh waktu baginya untuk menemukan makanan yang ia inginkan. Mira menunjukan gambar makanan dalam daftar itu pada pelayan, dan dengan cekatan ia mencatat pesanan Mira pada note kertas pesanan yang pelayan itu siapkan di tangan. Setelah selesai dengan apa yang ia pesan, Mira memberikan daftar menu makanan itu padaku, namun aku menolaknya.

"Samain aja."

"Jangan, Mas, milih aja, apa mau aku pilihin?"

"Ya udah, kamu pilih aja."

Mira kembali mengambil daftar menu itu lalu ia menyebutkan nama salah satu makanan yang ada di sana.

"Itu aja, Mba?"

Mira mengangguk, lalu mengembalikan daftar menu makanan pada pelayan tersebut, kini kami hanya tinggal menunggu pesanan datang.

Seraya menunggu, Mira mengeluarkan ponsel dari dalam tas kerjanya untuk sekedar mengecek dan membuat status pada sosial media pribadi miliknya. Aku pun melakukan hal yang sama. Ternyata ada beberapa panggilan tak terjawab dari orang yang ku kenal, dialah teman lama yang menjadi mentor kepenulisan ku. Selain notifikasi panggilan, notifikasi pesan pun tertera dan ternyata dari orang yang sama.

BEFORE... AWAKENING (Eps. 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang