Dibagi 4 - Dia adalah Lelaki Pemaksiat

485 15 0
                                    

PART 4

"Berlomba-lombalah mencari kekurangan pada diri sendiri, agar bisa diasah menjadi sebuah keistimewaan tersendiri."
• ------------ •

Matahari mulai keluar dari persembunyiannya, di timur.

Cahayanya yang kuning keemasan itu selalu berhasil menyentuh apa saja yang ada di separuh bumi.

Termasuk, seorang cowok yang tengah mengendarai motor besarnya-yang berwarna hitam berhiaskan sedikit warna emas-di jalan raya.

Karena jalan raya kebetulan cukup lapang, cowok itu ngebut-ngebutan. Membuka kaca helmnya, tentu saja dia adalah Rangga. Dia meludah ke kanan seenaknya. Membuat ludahnya yang terbang diterpa angin itu berakhir mengenai helm pengemudi yang ngebut-ngebutan tak jauh di belakangnya. Rangga tak tahu akan hal itu.

Tapi orang yang sudah disambar ludahnya, tak terima dan marah. Dia menarik lagi gas sepeda motornya untuk mengejar Rangga. Namun Rangga, tahu bahwa dirinya sedang dikejar, hingga ia juga melakukan hal yang sama. Untung saja mereka berdua cukup lihai dalam mengendarai motor gede seperti itu, jadi tak ada yang mengalami kecelakaan ataupun masalah saat di jalan.

Rangga meneruskan mogenya sampai ke tempat parkiran sekolah SMA Delegasi Bintang Selatan. Dan orang yang mengejarnya tadi juga mengikutinya, bahkan memarkirkan motornya tepat di samping motor Rangga.

"Hoi!" Cowok itu menarik bahu Rangga.

Rangga yang tak suka disentuh sembarangan, menepis tangan cowok itu dari bahunya.

"Lo tau apa yang udah lo perbuat?" tanya cowok itu, setelah melepaskan jaketnya. Barulah terlihat kalau dia adalah anak sekolahan seperti Rangga dari seragam putih abu yang dikenakannya.

Alis kiri Rangga naik beberapa senti. "Seharusnya gue yang nanya begitu sama lo, bambank. Siapa lo seenaknya narik-narik bahu gue?"

"Kalo lo nggak ngulah duluan, nggak sudi juga gue narik bahu lo."

Rangga maju selangkah. "Gue, ngulah duluan? Mate lo ke maneee? Pindah ke bokong kah?"

Cowok itu mendengus. Rahangnya mengeras. "Belagu lo ya. Lo belum tau siapa gue."

Rangga tersenyum sinis. "Sekali lagi, seharusnya gue yang bilang gitu sama lo. Lo belum tau siapa gue? Kalo gue mah udah tau lo siapa. Mara, kan? Cuma anak IPS. Halah, .. anak sekolah yang isi otaknya cuma maen-maen doang, gertak sikit langsung down. Dan gak sebanding sama gue, yang notabene anak IPA. Sampe sini udah kenal sama gue?"

Wajah cowok-Mara-yang dihadapi Rangga mulai memerah. Rahangnya semakin mengeras. Kedua tangannya sudah mengepal kuat. Sesaat dia menunduk, lalu berucap dengan emosi yang tertahan. "Lo udah ngusik kesabaran gue." Kepalanya kembali terangkat, matanya tajam mengarah ke Rangga.

"Jadi apa? Lo mau ngajak gue gelut? Oke. Gue jabanin. Tapi sori sori aja ni, kalo sekarang gue ga bisa. Masih pagi, sekolah rame. Entar pulang sekolah, di lapangan belakang. Oh ya, untuk nunggu entar siang, mungkin lo bisa ke kelas gue dulu. Belajar tentang rangka tubuh manusia. Kali aja lo bisa nemu titik kelemahan gue. Daripada lo main-main mulu di kelas lo, kan sayang uang SPP lo tetap ngalir." Setelah Rangga menepuk bahu Mara, ia melangkah pergi dari sana. Berjalan dengan langkah santai seolah tidak ada masalah yang membebani dirinya. Terlebih, tas punggungnya itu yang sepertinya tidak ada isinya.

"Rangga!" Seseorang memanggil namanya. Rangga menoleh ke samping, dan ternyata ia mendapati Fajar tengah berlari ke arahnya. "Rang."

"Ha?" sahut Rangga malas.

Fajar celingak-celinguk di samping Rangga, seperti mencari sesuatu di antara siswa-siswi yang berlalu lalang di sekitar mereka. "Lo pake apa ke sini, Rang?"

OENOMELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang