Dibagi 7 - Dia Tidak Ada Takutnya

316 10 0
                                    

PART 7

"Suatu hari nanti, kamu akan paham, apa arti dari sebuah 'penantian' yang sesungguhnya."
• ------- •

Suara mesin motor besar terdengar menggebu-gebu di sepanjang jalan raya yang gelap karena malam hari. Bermodalkan penerangan dari lampu motor serta jejeran lampu yang berada di pinggir jalan, tak menyurutkan semangat Rangga untuk membawa mogenya itu dengan kecepatan yang terbilang laju. 85 km/jam. Keadaan jalan raya cukup sunyi malam itu.

Rangga terlihat menikmati kegiatan 'ngebut-ngebutannya', sementara seseorang yang tengah duduk di belakangnya sudah dari tadi tidak bisa menahan rasa khawatirnya yang malah semakin bertambah dari detik ke detik. Masalahnya, cewek yang berstatus sebagai sepupu Rangga itu tidak mengenakan pengaman berkendara sama sekali. Rambut sebahunya terkepak-kepak melawan angin yang datang dari arah depan. Dan karena takut terjadi hal yang buruk pada mereka berdua, cewek itu tidak bisa diam di tempat duduknya.

"Santai dikit kenapa sih, Sal. Lo kaku gitu justru bisa bikin kita jatuh. Rileks. Nggak usah tegang. Dan tangan lo gak perlu ngikat perut gue juga. Risih." Rangga mengomel dengan suara yang sengaja ia buat kencang agar sepupunya itu bisa mendengarkannya. Bukan apa-apa, sebab sejak berangkat tadi, cewek yang bernama Salsa itu terus-terusan memeluk perut Rangga. Rangga risih dengan hal begituan.

Tidak ada respon dari Salsa. Dia malah memendamkan wajahnya di punggung Rangga. Dan apa yang dilakukannya itu semakin membuat Rangga merasa risih.

"Oi bangke! Lo dengerin gue nggak sih?!" Sekali lagi Rangga mengomel. Suaranya terdengar samar-samar karena bercampur dengan suara terpaan udara.

"Iya lho iya, Rangga sempak! Gue denger! Lo kira gue conge'an apa?!" balas Salsa akhirnya, tak kalah berteriak. "Gue nggak akan kayak gini kalau lo bisa santai bawa motor!"

"Ini udah santai! Lo nya yang nggak santai dari tadi! Lama-lama gue buang juga lo di sini!"

"Bacot!!" Salsa berteriak kuat lalu kembali memendamkan wajahnya.

Rangga risih, tapi dia tidak mau semakin ambil pusing. Toh, Salsa itu agak keras kepala. Teramat ribet berdebat dengan seseorang yang punya tipikal susah diberi tahu. Jadi dia biarkan saja cewek itu bertumpu pada badannya.

Melihat kaca spion, Rangga mengulurkan jari telunjuk dan tengah kirinya ke samping kiriny seperti mengisyaratkan pada seseorang agar maju. Tiga detik kemudian, Fajar yang tengah solo mengendarai mogenya menyejajari Rangga di sampingnya. Kelajuan motor mereka kini sama besar.

"Ada apa, Rang?!" tanya Fajar sedikit berteriak setelah membuka kaca helmnya.

Fokus Rangga terpecah pada Fajar dan jalanan. "Gue lupa bilang sama lo, Jar! Entar kalau udah sampai di sana, usahain lo jangan ketemu sama Andri! Sedikitpun jangan!"

Fajar menoleh pada Rangga, sesekali memperhatikan jalan. Ekspresinya penasaran. "Kenapa gitu?!" teriaknya.

"Lo mau jadi korbannya dia?! Nggak kan?!"

Fajar semakin penasaran. "Korban apa, Rang?!"

"Banyak tanya lo! Nanti aja gue kasih tau!!" Bukannya memuaskan rasa penasaran Fajar, Rangga semakin menambah kecepatan motornya, membuat jarak yang cukup panjang dengan motor Fajar.

Fajar mendengus. Kesal tentunya dengan sifat Rangga yang kalau memberikan informasi padanya selalu saja tanggung-tanggung dan jarang tuntas. Menyisakan banyak pertanyaan yang bertumpuk di otak.

Tentu Fajar kembali teringat dengan ucapan Rangga tadi sore, "Jangan cuci motor lo. Biarin kotor. Atau kalau lo mau, sambar aja motor lo di jalan yang berlumpur dan jangan lo bersihin sedikitpun sampai kita selesai sama TRB entar malam. Ngerti?". Dan Fajar benar-benar menuruti apa yang diperintahkan Rangga padanya. Melihat motornya sendiri dia jadi sedih, motor kilatnya tadi sore sekarang sudah nampak seperti alat pembajak sawah yang dihiasi lumpur kering yang tebal. Pertanyaannya adalah, kenapa pula dia harus mengotori motornya dan tidak boleh bertemu dengan Andri? Mengetahui dia tidak tahu apa-apa, Fajar semakin sebal saja jadinya.

OENOMELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang