APRIL Pertengahan

2 0 0
                                    

Febri tak mengerti, pagi ini dia dikagetkan dengan secarik kertas yang seminggu ini tak pernah dia lihat, kertas yang selalu dikirimkan Juni untuk menyemangatinya. Kertas itu dia remas, Febri meyakinkan dirinya bahwa dia tak harus ikut terhanyut dalam hal ini.

Bisa saja ini hanya akal-akalan Juna untuk membuatnya menyesal. Juna itu pria cerdas, dia tau kalau Juna tak akan membiarkan dirinya lepas begitu saja.

Febri menutup lokernya kemudian membuka minuman isotonik yang disertakan dengan surat manis itu, Febri haus saat ini, sambil menyenderkan badannya di loker, dia meneguk minuman itu sampai tinggal setengahnya, lagipula meminumnya juga tak ada yang melarang.

Dari kejauhan, Juni tersenyum bahagia. Dia sudah menduga bahwa ingatannya itu tak terlalu bermasalah, jika dalam ingatannya Febri begitu kuat, Juni yakin kalau Febri adalah orang yang paling berpotensi menyembuhkan penyakitnya, walaupun Juni bertekad pria itu tak boleh mengetahui sedikitpun tentang kesehatannya.

"Juni, sebentar lagi bel bunyi loh, gak ke kelas?"

Senyumannya memudar, Juni melihat Maretta yang baru saja sampai, kemudian terkekeh, "Iya mau. Tapi, lo duluan aja."

"Hmm..." Maretta melirik ke arah loker pria, kemudian menemukan Febri tengah menutup lokernya, sebelum kedapatan pria itu, Maretta cepat-cepat menghela nafasnya. "Oke, kalo gitu gue ke kelas duluan."

Juni mengangguk membiarkan Maretta tergesa masuk kelasnya, kemudian melirik Febri kembali untuk memastikan bahwa minuman isotonik yang dia berikan habis tak tersisa biar Juni puas. Tapi, matanya tak bisa menemukan pria itu. Kemana? Juni mulai menampakkan dirinya dan mencari keberadaan Febri.

"Nyari gue ya?"

"Oh, ya ampun." Juni memegangi dadanya, kemudian menatap Febri sambil menggigit pelan bibir bawahnya. "Du-duluan, ya."

"E-eh..." Febri menarik tasnya sehingga Juni menghentikan langkahnya. Febri mengangkat minuman isotonik yang tinggal sedikit itu. "Dari... Lo kan?"

"Kalau iya? Kalau bukan?"

Febri menatapnya malas, Juni terkekeh, kemudian mengangguk, "Iya! Dari gue, biar lo gak kehausan."

Wanita ini... Sedikit lebih asik dari yang dulu ternyata, Febri menghela nafasnya, "Makasih ya, Juni."

"Lo... Jangan risih ya, Feb. Gue kayaknya ada kepuasan tersendiri setiap ngasih minuman itu sama lo, hehe."

Febri terdiam, tak membalas. Ingin menolak, tapi lidahnya kelu, yang ada Febri membiarkan Juni tersenyum lagi, bukan... Bukan itu tujuan Febri sebenarnya ada dihadapan Juni saat ini.

"Gue duluan, semangat ya."

Gadis mungil itu semakin menjauh, Febri mengusap pelan wajahnya kemudian meneguk minuman itu sampai habis tak tersisa. Diliriknya lagi arah Juni berlari meninggalkannya, tapi siapa sangka dia malah melihat wanitanya, Maretta sedang menatapnya nanar kemudian pergi dengan wajah menunduk.

"Arghhh."

¶¶¶

Juni duduk dibangkunya, sejak kemarin dia masuk kelas, Juni merasa lebih diperhatikan oleh teman sekelasnya sekarang. Mereka menyangka dirinya orang sakit apa ya? Juni tak suka.

"Jun, tugas susulan lo dibawa gak?" Arkan selaku ketua kelas berdiri dihadapannya. Juni dengan malas merogoh tasnya kemudian menyerahkan dua buku bersampul cokelat itu dengan santai.

"Baru dua, nih. Delapan lagi nyusul."

"Ebusett... Gila ya, seminggu gak masuk, tugas bisa membludak kayak gitu." ucap Ghea sambil memegangi kepalanya, "Jun, yang sabar ya."

Juni terkekeh, "Tenang aja, gue punya doraemon di rumah."

"Ibarat lo nobita, Juna doraemon." Arkan menimpali sebelum sampai di mejanya.

"Ish," Juni cemberut, "Lo giant! Pengganggu!"

"Gue dekisugi lah."

"Idiiih..." Juni memutarkan kedua bola matanya.

Kini, keadaan kelas mulai ramai. April muncul dari balik pintu dengan senyuman sumringahnya, kemudian berjalan menujunya. Gadis itu menyimpan tasnya di meja tanpa memudarkan senyuman itu, Juni ngeri sendiri.

"Kenapa deh?"

"Perlu kenalan dulu? Atau lo gue anter keliling sekolah?" bisiknya kemudian membuat Juni gregetan.

"Gak usah, lo kira gue amnesia separah itu? Baru juga kemaren." balas Juni sambil berbisik.

April terkekeh kemudian mengangguk. Kemudian melirik Juni lagi yang tengah sibuk dengan ponselnya, tak lama kemudian gadis itu tersenyum membuat April mengernyitkan halisnya.

"Juni, lo lagi ngapain sih? Ada kabar bagus? Ceritain!"

Juni mengangguk kemudian memperlihatkan hasil chatnya baru saja, "Dia... Ngajak gue makan bareng di kantin pas istirahat!" ucapnya kemudian bersemangat.

Wajah April yang sedari tadi ceria kini langsung berubah menjadi murung, pria itu lagi. April sebenarnya berharap dengan kejadian tempo hari lalu, Juni bisa melupakan Febri, nyatanya? Tak ada yang hilang satupun darinya. April jadi geram.

"Kenapa? Kok diem? Gue balesnya salah ya? Duh, gimana nih."

"Eh, bukan. Gue cuma kaget, gue kira lo lupa dikitlah sama dia." April tersenyum simpul sambil mempraktekan kata sedikit itu dijarinya.

Juni terkekeh, "Gue juga bingung. Kok dia kuat banget ada di ingatan gue." ucapnya sambil menunjuk kepala, "dan disini, di hati gue, Pril."

April tertegun sebelum bel jam pelajaran berbunyi, setelah perkataannya dengan Juni tadi, April tak berkata sepatah apapun, tapi pikirannya mulai terbang merajalela kemana saja.

¶¶¶

Ddyulian

EpochTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang