APRIL Akhir

3 0 0
                                    

Juna duduk dipinggir lapangan sendirian, membiarkan tubuhnya menghirup oksigen yang digratiskan Tuhan dengan tenang sebanyak-banyaknya. Pikirannya menerawang memikirkan adiknya yang sedang terperangkap dalam kandang singa, Juna tak mau menambah beban wanita itu, Juna sangat menyayanginya, mungkin cara ini yang bisa membahagiakan Juni ditengah keadaannya saat ini.

Dari kejauhan, April menggigit pelan bibir bawahnya, ragu-ragu untuk menghampiri Juna. Tapi, kalau dirinya tak memberi tau Juna, ada perasaan salah yang bersarang dalam hatinya. April menghela nafasnya pelan kemudian memberanikan diri melangkahkan kakinya.

"Juna."

Juna menoleh, tatapannya beradu dengan mata indah milik April, gadis itu terlihat canggung kemudian, Juna mengalihkan pandangannya lalu berdehem.

"Hm."

"Gue mau ngomong soal Juni."

Juna menghela nafasnya pelan, "Duduk aja dulu."

April kemudian duduk disampingnya, lalu menyerahkan sebuah botol minuman air putih padanya, "Nih, gue sengaja beliin."

"Thanks ya."

Juna menerimanya kemudian meminumnya sambil menunggu topik yang akan April bicarakan.

"Juni tadi bilang sama gue, kalau dia diajak makan bareng di kantin, sama Febri."

Juna meremas botol yang baru saja dia minum, kemudian menatap April. "Terus?"

"Ya, gue bingung. Kata lo, syaratnya udah selesai. Gue bingung harus nyikapinnya kayak gimana, sedangkan gue tau Febri sebrengsek apa."

"Sebrengsek apa?" Juni menatapnya.

April menghela nafasnya, kemudian menunduk untuk menghindari tatapan Juna. "Dia kan diam-diam jadian dengan Maretta. Dia udah punya Maretta. Tapi, kenapa sama Juni juga ngasih harapan, sedangkan tugasnya dari lo aja udah dia penuhin, mungkin gak dia jatuh cinta sama Juni?"

Juna terkekeh, "Mungkin aja lagi."

"Tapi, dia baru aja jadian sama Maretta tepat ketika hari pertama tugas itu dimulai, Juna." balas April cepat yang membuat Juna terdiam.

"Gue cuma gak mau ya, dia nyakitin Juni." sambungnya kemudian.

"Gini, Pril. Gue juga gak tau apa motif Febri ngedeketin Juni sejauh ini. Yang jelas, Febri bukan orang jahat yang bakal ngejahatin Juni secara fisik, tapi kalau hati, gue gak jamin."

"Gue tau, tapi gue juga mikir rasanya jadi Maretta. Digantung, dan itu gak enak. Gue takutnya, bukan Febri yang ngejahatin Juni, tapi Maretta."

Juna mengerjapkan matanya, tidak menyangka kalau April sebegitu seriusnya memikirkan Juni, juga wanita itu membuat pikirannya terbuka mengenai Maretta, wanita yang selama ini dia awasi ternyata benar mempunyai hubungan spesial dengan Febri.

Tapi, Juna tak bisa memungkiri juga kalau Febri terlihat gelisah akhir-akhir ini, kalau bisa, biarkan Febri membahagiakan Juni untuk saat ini saja, setelahnya terserah dia mau bersama Maretta atau siapapun itu, Juna sudah tak peduli.

Juna juga tak habis pikir apa yang membuat Febri terlihat menarik dimata Juni, walaupun hampir seisi sekolah mengakui ketampanan Febri, tapi Juna juga tak kalah tampan tuh.

"Gue tau lo lagi banyak pikiran, Juna. Kalau gitu, gue balik dulu ya. Kalau butuh bantuan, bilang aja."

"Eeh." Juna menarik tangan April sebelum beranjak, "Gue ganteng gak sih, Pril?"

Tanpa sadar pertanyaan itu membuat pipinya memerah, April mendengus kemudian melepaskan tangan Juna.

"Gantenglah, Juni aja cantik. Udah ah, bye."

Juna terkekeh ketika melihat guratan merah pada pipi April, matanya mengawasi wanita itu, memastikan kalau April tak ada yang mengganggu. Juna bersyukur kalau Juni ternyata mempunyai teman sebaik April yang begitu memerhatikannya.

¶¶¶

EpochTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang