b

60.6K 8.4K 2.6K
                                    

"Percaya deh, aku nggak akan nyakitin kamu." bisik Zane di kursi mobil, saat tangan itu pertama kali merayap masuk ke dalam roknya.

Daisy terbingung-bingung di kursi. Umurnya saat itu masih tujuh belas tahun, seorang diri, dan belum berpengalaman dengan pria, lalu dengan naifnya ia mengira semua ini adalah hal wajar yang dilakukan pasangan.

Sampai akhirnya ia tahu bahwa baik perbuatan Zane maupun ucapannya tentang 'aku nggak akan nyakitin kamu' itu, semua adalah salah. Maka ketika pria berkaos luntur dengan ekspresi selalu marah itu menggenggam tangannya dan mengucapkan kalimat yang sama, hal pertama yang dilakukan Daisy adalah menarik diri.

Jero kelihatan kaget saat genggamannya terlepas. Kemudian menegakkan diri duduk di sofa mengamatinya.

Lidah Daisy menjadi keluh. Ia hanya ingin mengatakan bahwa ada begitu banyak rahasia yang lebih baik ia simpan sendiri. Bisakah mereka melupakan semua itu dan ia tetap dekat dengan Jero, tanpa harus pria itu tahu segalanya? Bukankah lebih menyenangkan, jika semua orang melihat dirinya hanya dari yang indah-indah saja?

"Aku kira kamu udah tidur, jadi—"

"Siapa yang ngelakuin ini ke elo?" potong Jero. Ada nada geram dalam pertanyaan itu. Tapi Daisy tidak terlalu kaget. Jero barangkali memang pria paling pintar membaca segalanya. "Lo takut banget sama gue. Siapa, yang ngelakuin ini ke elo? Jawab."

Daisy beranjak menuju dapur. Ke mana saja, asal aman dari serbuan tatapan itu. Tapi Jero mengikutinya, bahkan berdiri tepat di belakangnya saat ia berpura-pura mengambil kotak makanan isi bola keju buatannya.

Daisy menyerahkan kotak itu. "Aku udah bungkus ini buat kamu. Tapi udah dingin."

Sedikit pun Jero tidak tertarik. Tatapan tajam itu tetap menghunus kedua matanya. "Kalau sampe gue ketemu orang itu—"

"J—"

"Gue hajar dia biar mampus—"

"Stop."

"—gue nggak peduli dia siapa—"

"Stop. Please."

"—gue bakal bikin dia bayar semua yang udah dia lakuin ke elo. Kasih tau gue namanya sekarang juga!"

Daisy menunduk pilu dan seketika itu Jero terdiam di tempat, mungkin menyesal karena nada suaranya terlalu menakutkan. Buktinya, Padma saja sampai keluar dari kamar untuk mengintip.

"Maaf." Setelah sang pemilik rumah masuk kembali ke kamar, Jero balik menatap Daisy.

Bibir Daisy terkunci rapat.

"Udah seberapa lama, elo simpan semuanya sendiri? Udah sejauh apa dia kasarin lo?"

Daisy menggeleng sambil membekap wajahnya dengan satu tangan, berusaha menenangkan diri, atau lebih tepatnya lagi mencari jawaban untuk melarikan diri.

"Gue nggak tau apa yang udah dilakuin bajingan itu ke elo, tapi kalau dia alasan kenapa lo pake obat penenang, gue nggak akan maafin—"

"Jero, nggak ada yang harus aku ceritain dan nggak ada yang harus kamu lakukan, kita nggak punya hubungan apa-apa."

Pria itu terdiam kaku.

Every Little ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang