Sambil mengendarai motornya dengan tas ransel di depan dada, Jero memikirkan apa yang diucapkan Padma sesaat sebelum mereka pulang—saat Daisy tidak ada di sampingnya.
"Jangan terkecoh dengan wajah bayinya, anak itu lebih tangguh dari yang kamu kira. Sebenarnya dia punya banyak kesamaan dengan kamu, sama-sama senang bersembunyi dan menyimpan semua masalah untuk diri sendiri. Dua anak yang kehilangan arah ... akan sangat baik jika saling menemukan."
Jero mendecak halus. Dasar Bu Padma, dari dulu suka seenaknya bertingkah ala cenayang.
Lalu diam-diam diliriknya Daisy dari kaca spion. Jero menoleh ke samping untuk memanggil. "Woi."
Untungnya Daisy bukan tipe perempuan yang gampang sewot. Atau mungkin belum? "Ya?"
"Gue ... mau ngomong sesuatu tentang Keiko," Jero setengah berteriak untuk mengalahkan suara bising motor. "Kalau dia agak kasar sama lo, jangan dimasukin hati. Sebenernya dia anak yang baik, cuma agak—" Posesif. "—menjaga diri dari orang baru."
"Oke."
"APA?!"
Tahu Jero tidak bisa mendengar suara kecil itu, Daisy memajukan wajahnya dekat Jero dan berteriak. "AKU BILANG : OKE." Lalu memberi jempol.
"Tapi kamu harus kasih aku pekerjaan, atau sesuatu, aku nggak boleh nginep gratis di tempat kamu."
"Emangnya lo bisa apa?" Jero bersumpah pertanyaan satu ini tidak bermaksud menghina. Ia benar-benar harus melakukan ritual penyucian mulut.
"Aku pernah sekolah di asrama putri dan hidup sendiri di London. Kalau cuma cuci piring atau laundry, aku bisa. Setrika juga bisa."
"Hah?"
"Bersihin kamar juga bisa."
"Hah?!" Suara motornya benar-benar berisik.
Gadis itu kembali mendekat dan bicara di telinganya. Atau lebih tepat lagi di helm-nya.
"Aku tahu Agni pasti ngomong sesuatu ke kamu, pasti dia minta kamu jagain aku dan dia bilang aku ini semacam bayi atau anak balita yang harus dikawal extra ketat, tapi sebenarnya enggak. Aku udah besar, aku bisa jaga diri sendiri, dan tolong, jangan perlakukan aku seperti tuan putri."
"HAH?!" Motor biadab.
Daisy terdiam beberapa lama sampai-sampai Jero takut gadis itu tersinggung. Tapi kemudian Daisy melepaskan helm Jero dan berseru tepat di telinganya. "Kamu budek." Lalu memasang kembali helm itu sambil tersenyum kecil.
Jero melirik Daisy dari kaca spion dan sedikit termangu melihat anak ini tersenyum lepas. Menyenangkan rasanya jika Daisy tak lagi bersikap dingin padanya. Dan entah mengapa, kelegaan kecil ini mampu membuat Jero lupa pada masalahnya sendiri. Kalau saja Daisy bisa selalu seperti ini ....
Daisy menangkap sepasang mata Jero di spion, lalu menggerakkan mulutnya mengucapkan 'lihat jalan' sambil tersenyum.
Baik, liat jalan. Akhirnya Jero menghabiskan sisa sepuluh menit perjalanan mereka tanpa mengintip spion lagi.
Sesampainya di Praba, Daisy langsung menghilang ke kamar. Jero memasuki dapur dan hal pertama yang ia lakukan adalah mengeluarkan makanan pemberian Padma. Sate ayam lima belas tusuk serta irisan lontong dituang semua ke piring, untuk Daisy. Sementara untuk makan siangnya sendiri, ia mengambil satu piring nasi dan menuang sisa bumbu sate ke atas tumpukan nasi itu.
Daisy keluar tak lama kemudian, dengan rambut dikucir dan wajah segar sehabis mandi. Aroma peach itu masih menguar saat dia menghampiri Jero. Jero tahu gadis itu mengenakan kaos longgar kebesaran yang membuat tubuhnya tenggelam, tapi ia tidak berani melihat sampai ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Every Little Thing
Romance1. Dilarang memplagiat cerita ini 2. Dilarang memposting ulang cerita ini entah itu di Wattpad maupun 'CUMA' di Twitter atau Instagram 3. Mencopy paste cerita aku dan mengganti nama tokohnya, itu salah. [Kelanjutan dari Everything] Setelah pertunang...