e

51.7K 7.3K 1.3K
                                    

Sebenarnya tidak ada larangan untuk mem-packing gaun tidur menerawang ke koper 'Singapura'. Toh, bahannya memang enak dibawa tidur, adem. Dan sebagian besar baju tidurnya memang model begini. Mana ia sangka kalau gaun tidur kesukaannya itu malah bakal membawa bencana memalukan?

Daisy berdeham sambil duduk di atas tempat tidur. Sudahlah. Ada hal lain yang lebih penting sekarang, yaitu menelepon Mama untuk mengabarinya bahwa ia tidak sedang berada di Singapura.

Daisy sangat dekat dengan ibunya, ia tidak ingin sang ibu menjadi khawatir atau histeris.

"KAMU DI MANA!"

Ternyata sudah histeris duluan.

"Oma bilang kamu enggak nyampe-nyampe Singapur!" Mama memicingkan mata melihat dinding di belakang Daisy. "Kamu di mana sekarang?!"

"Bali."

"DAISY?! Kamu kabur ke Bali dan nggak bilang-bilang Mama? Kamu tau gimana khawatirnya Mama?! Papa sampe mau lapor polisi, tau?!"

Daisy tahu ini akan terjadi. Ia segera meminta maaf dan menjelaskan pada sang ibu, bahwa ia butuh waktu untuk menenangkan diri, ia ingin merasakan kebebasan meski hanya beberapa hari sebelum nanti harus kembali ke penjara buatan Oma.  "Dan aku yakin Mama yang paling ngerti perasaan ini. Cuma aku yang dipilih Oma untuk meneruskan usaha beliau. Aku bahkan enggak punya teman untuk berbagi."

Ekspresi Mama melunak.

"Aku nggak akan selamanya di sini, Ma. Seingin apa pun aku untuk kabur, aku tahu pasti harus kembali ke Singapur. Tugas mulia sudah menanti aku, kan? Memangnya bisa selama apa aku di sini? Jadi, tolong, beri aku waktu sebentar untuk sendiri. Sebentar saja."

"Sebentar itu kapan? Oma dan Papa khawatir sama kamu."

"Mungkin seminggu – dua minggu. Cuma itu yang bisa aku minta. Sebuah 'sebentar' untuk menggantikan 'selamanya'."

Kini Mama kelihatan bersalah. Mereka sama-sama tahu, bahwa Daisy benar. Gadis itu tidak bisa kabur selamanya, satu saat nanti ia tetap harus mengemban tanggung jawab sebagai penerus Oma. Bali hanya akan menjadi tempat persinggahan sementara. Bagi sebagian orang, menjadi pewaris tunggal perusahaan terbesar se-Asia Tenggara adalah berkat dari langit. Tapi tidak bagi Daisy. Silakan sebut ia tidak tahu diuntung. Beberapa orang diberkati kesempatan untuk memilih, beberapa lagi tidak. Daisy termasuk dalam golongan yang tidak. Seandainya ia punya hak untuk memilih, maka ia ingin kembali ke London untuk mengajar musik. Musik adalah pilihannya sejak kecil. Cinta pertama dan selamanya. Ia menyukai musik sama seperti Oma mencintai perusahaannya.

"Tolong kasih tau Oma aku baik-baik aja. Beri aku waktu. Dari semua hak aku yang enggak pernah bisa aku nikmati, seenggaknya beri aku yang satu ini: hak untuk menyendiri."

Kini ekspresi Mama benar-benar kalah. "Fine, tapi ini terakhir kalinya kamu bikin Mama jantungan. Jangan ulangi lagi. Anak baik Mama yang polos ini, ya ampun, bisa-bisanya naik pesawat dan kabur! Tolong setidaknya bilang kalau kamu pergi sama temen. Iya, kan?"

"Aku pergi sendiri."

"Daisyyyyy! Siapa yang jagain kamu di sana!"

Beginilah semua orang. Baik Oma, Agni, sampai kedua orang tuanya, semua memperlakukannya bagai bayi yang rapuh dan butuh perlindungan. Seakan-akan CV hidup Daisy yang sepuluh tahun bersekolah di asrama putri dan lima tahun hidup sendiri di London itu tidak berarti apa-apa.

"Aku bisa sendiri, Ma. Nggak perlu bodyguard atau dayang-dayang. Aku udah besar."

"Kadang-kadang Mama berharap kamu selamanya kecil."

"Ma."

"Mama akan kirim Anton buat ngawal kamu di sana."

"Ma, please ...."

Every Little ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang