P

41.4K 7.1K 1.4K
                                    

Zane kembali menciumnya dengan agresif. Bahkan seolah mengabaikan protes Daisy, tangan itu lagi-lagi menyusup ke balik rok, merayap hingga ke paha dan terus naik.

"Zane!"

Pria itu mendorongnya berbaring di sofa, bibirnya merenggut dengan kasar dan jari-jarinya bergerilya tak sabaran. Tidak peduli sekuat apa pun Daisy meronta dan mencoba mendorongnya, Zane tidak akan berhenti.

"Des, semua orang juga begini, what's the big deal sih?!"

"Aku bukan semua orang!"

"Justru itu, elo cewek gue!"

"Kalau aku bilang stop, stop."

"Des, aku udah kangen banget sama kamu. Kita ini pacaran, tapi kamu selalu nolak aku. Kamu sebenernya sayang aku atau nggak, sih?"

Belum juga Daisy membuka mulut untuk menjawab, Zane sudah menunduk dan mencium paksa dirinya. Bahkan jari-jari itu tak lagi hanya berhenti di kulit paha, mereka mulai menyusup masuk melewati kain terakhir Daisy dan menyergapnya tanpa ampun.

Daisy meronta sekuat tenaga, tapi setiap usahanya seperti menyiram bara api pada Zane—membuat pria itu semakin marah, agresif, dan tidak kenal belas kasihan.

Daisy tidak mengerti selemah apa pertahanan dirinya, hingga tangan-tangan kasar itu mampu dengan mudah melucuti gaunnya, lalu melepaskan pakaian dalamnya. Daisy terus memohon dan melawan, mencakar dan memukul, berteriak ketakutan pada siapa saja yang bisa mendengarnya. Tapi semuanya sia-sia belaka.

Bibir Zane menghujaninya dengan ciuman kasar dan tangannya dengan cengkeraman tak berperasaan. Saat pria itu bangkit untuk melepaskan pakaiannya sendiri, Daisy mencoba meloloskan diri, tapi dengan mudah tubuh itu terdorong kembali ke atas tempat tidur.

Kalimat-kalimat itu meluncur dengan mudahnya.

"Kita nanti juga bakal married, apa bedanya?

Kamu yang mau aku ajak ke sini.

Kamu harus kayak cewek lain.

Semua orang juga begini.

Aku nggak akan kasih tau siapa-siapa.

Setelah semua ini selesai, aku bakal lebih sayang kamu."

Satu hal yang tidak pernah Zane sadari selama lebih dari lima tahun hubungan mereka, yaitu Daisy tidak butuh kasih sayang darinya. Tidak sedikit pun. Alasan Daisy menjadi kekasihnya tak lebih untuk menjaga hubungan baik kedua keluarga mereka. Perjodohan terkutuk ini saja tak pernah ia dambakan, apalagi kasih sayang Zane yang palsu dan hanya menginginkan fisiknya? Yang ia inginkan hanya lenyap dari Zane, atau lenyap dari dunia ini sekaligus.

"Kamu nggak tau aku sayang banget sama kamu?"

"Lepaskan atau aku kasih tau semua orang." Suara Daisy terdengar gemetar meski kedua mata itu mencoba menyalak tegas. Dua tangannya dicengkeram Zane kuat-kuat di samping wajahnya, tidak mungkin lolos.

Zane menggeleng dengan senyuman miring. Pria itu tahu Daisy tidak akan berani memberi tahu siapa-siapa. Daisy terlalu lemah untuk mengadu, atau lebih tepatnya lagi terlalu takut untuk menghancurkan hubungan baik keluarga mereka. Daisy si anak baik tolol yang selalu memikirkan semua orang selain dirinya sendiri.

Maka Daisy menggigit bibir memohon dengan amat sangat pilu. "Please. Aku mohon, Zane, kalau aku bilang stop, stop—"

Ucapan itu terpotong oleh ciuman kasar Zane. Napas Daisy tertelan dan ia nyaris tersedak, dan saat ia belum juga sanggup membaca apa yang sebenarnya terjadi, pria itu telah memisahkan kedua kakinya. Jarinya menyusup masuk di antara sela pahanya, membuat jeritan Daisy mengoyak udara dengan cara yang paling menyakitkan.

Every Little ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang