Happy Reading
..
.
.
.
[Darah akan selamanya lebih kental dari Air.]
"La, bangun! Udah sampe Bogor," bisik Alka sambil mengguncang sedikit bahu Sheila. Gadis itu menggeliat sambil mengerjapkan matanya. Ia kemudian menoleh kesamping, mendapati Alka yang tengah menatapnya.
"Beneran udah nyampe?"
Alka mengangguk. "Coba lihat ke jendela. Pemandangan bagus banget."
Sheila menuruti apa ucapan Alka. Dan benar saja, pemandangan alam yang tak pernah Sheila dapati di Jakarta kini terpampang jelas didepan matanya. Ia kemudian tersenyum saat menyadari jika tempat ini akan menjadi tempat Diklat nya.
"Ayo, anak-anak. Kita turun!" ujar Bu Ratna pada anak-anak IPA 3.
Banyak siswa yang terdengar sedang menggeliatkan tubuhnya. Nampaknya berjalan dari Jakarta ke Bogor melelahkan untuk mereka.
"La, Lo turun nggak?"
Sheila menoleh dan mendapati Lisa sedang bertanya padanya. Ia juga mendapati tatapan tak suka Lisa saat Ia melihat ada Alka disampingnya. Gadis itu kemudian mengangguk dan meminta Alka agar menyingkir supaya Ia dapat keluar.
Udara segar adalah hal pertama kali yang Sheila rasakan saat menapakkan kakinya diantara rerumputan yang hijau. Terdengar suara gemericik air sungai yang membuat suasana disini semakin asri. Ia bahkan lelah mendengar decakan kagum dari ketiga temannya.
Sheila dan teman-temannya kemudian menuju barisan mereka saat mendengar pemerintah dari Pak Yoyok. Mereka semua baris menurut kelas mereka.
"Baiklah, anak-anak. Kalian sudah sampai di tempat tujuan. Bagaimana rasanya? Senang?"
"Senang, Pak!!" jawab mereka serempak.
"Bagus! Pak guru juga senang kalau kalian senang. Baiklah segeralah membangun tenda sesuai dengan kelompok masing-masing. Bapak tak mau dengar jika ada keributan saat kalian bekerja. Oke, sekarang bubar!!"
Mereka semua segera beranjak dari tempat itu menuju tempat mereka masing-masing.
IPA 3 dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 3 kelompok cewek dan 2 kelompok cowok.
Seperti biasanya, Sheila dan kelima temannya kini sedang berusaha membangun tenda mereka. Kelas ini terbiasa akan perbedaan kasta yang membuat para gadis disini tak bisa akur. Tentu saja Sheila dan teman-temannya tergolong kasta tertinggi. Bagaimana tidak, Ayah Sheila adalah CEO terkenal di Jakarta, apalagi Sheila masih tergolong keluarga ningrat karena ibunya yang memiliki darah Keraton Surakarta. Keluarga Nadilla adalah pemilik salah satu brand pakaian terknal di Indonesia. Orangtua Vira bekerja di departemen negara. Ibu Amira adalah artis kawakan Indonesia. Lufi dan Rara juga sama. Mereka adalah anak-anak elite politik di Indonesia.
"Ihhhhh, iyuhhh tahu megang ginian!!" keluh Rara saat tanpa sengaja memegang tanah. Kelima sahabatnya tertawa mendengarnya. Rasanya aneh saja bila sosok Rara yang sering dimanja oleh kedua orangtuanya.
"Heh, Ra. Lo tuh manusia jaman kapan, sih? Megang tanah aja jijik." Vira menimpali Rara.
"Ihhh, Vira. Tanah tuh banyak kumannya. Nggak cocok sama kulit Rara yang sering bolak-balik ke Korea cuman buat perawatan aja," ujarnya kesal. Rara mendengus lalu duduk di batang pohon samping tempat mereka. Ia sudah terlanjur kesal karena sahabat-sahabatnya hanya terus mengejeknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD
Short StoryBagaimana jadinya jika dalam satu kelas semua muridnya terdiri dari berandalan-berandalan sekolah?