Dua

50 23 0
                                    

REYHAN duduk di samping Mariana yang focus menyetir. Dia melahap roti yang di beli Mariana di supermarket. Tidak ada percakapan diantara keduanya. Diam, kaku, dingin seperti es yang ada di dalam kulkas. Tidak ada tanda-tanda Reyhan untuk memulai percakapan diantara keduanya bahkan untuk menyapa bunda yang sudah lelah menyetir selama beberapa jam. "Reyhan sepertinya guru-guru di sana sayang sama Reyhan ya nak." Mariana memulai percakapan setelah dua jam diam hanya terdengar suara mesin mobil.

"Hmmmmm" deheman itu yang menjawabnya. Kembali Mariana diam dan kembali focus menyetir.

Reyhan keluar dari mobil setelah tiba di rumah, tempat yang dia tinggalkan sebulan lebih demi menuntut ilmu. Di sana ada papa dan Reysa, sang kakak. "Gimana ma?" tanya Reysa langsung memeluk Mariana. Terlihat dari ekspresi Mariana yang lelah. "Mama istirahat dulu." Reysa membantu Mariana berjalan. Reyhan berjalan munuju kamarnya, sebelum masuk kamar dia duduk merebahkan badannya di sofa depan tv.

"Setelah lo pindah dari sekolah itu, lo mau sekolah di mana?" tanya Reysa yang tidak setuju dengan keputusan Reyhan pindah dari sekolah itu.

"Enggak tahu." Reyhan angkat bahu seolah enggak peduli dengan pendidikannya. "Lo enggak kasihan sama Papa dan mama yang memikirkan lo setiap hari, lo enggak tau gimana khawatir papa." Reyhan pura-pura tak mendengar celoteh kakak-nya itu.

"Reyhannnn, lo dengar kakak enggak sih." Reysa kesal sendiri melihat adiknya itu. "Gue masih lelah kak, besok aja ya ceritanya." Reysa makin kesal, dia berniat menasehati adik nya, eh malah di kira cerita.

Tatapannya kosong walaupun pandangannya melihat layar tv, hampir satu jam dia berada di sana, sementara dari belakang sofa ada seseorang yang mengawasinya. Melihat Reyhan masih terjaga, Roby meninggalkan Reyhan bersama dengan semua keputusan-keputusannya yang membuat semua anggota rumah tidak memiliki kata untuk diucapkan saat itu. Roby pergi ke ruang kerja melanjutkan pekerjaan. Setiap hari rutinitas Roby, pergi dari rumah untuk kerja, kembali ke dalam rumah juga kerja lagi.

Reyhan beranjak dari sofa berjalan menuju kamar-nya. Tidak sengaja dia melewati kamar orangtua-nya yang masih terbuka. Terlihat seorang perempuan yang terbaring sendirian di tempat tidur, tertidur pulas tanpa seorang kekasih lamanya atau yang dipanggil Reyhan dengan sebutan "Papa". Reyhan mendekat melihat lebih dekat wajah ibunya, seketika dia mengecup dahi yang mulai berkerut itu. "Reyhan sayang mama". Kalimat itu selalu terucap dalam hati.

Reyhan keluar kamar, menutup pintu dengan rapat dan berjalan menuju kamarnya. Dia langsung menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur. Berusaha memejamkan mata terus menerus tak juga bisa menghantarkannya ke dunia mimpi dan melupakan semua yang terjadi padanya dan keluarganya.

Sudah pukul dua belas malam, Reyhan lelah, tetapi tidak bisa memejamkan mata. Hanya sebentar, sepuluh menit kemudian sudah tidak terdengar lagi kegelisahan dari laki-laki berparas tampan dan bertubuh tinggi itu.

***

Reysa sudah berada di meja makan menunggu sarapan pagi tersaji. "MA, nanti Reysa pulang lama, soalnya Reysa ada tugas kelompok bahasa inggris." Ucap Reysa sambil mengunyah roti yang ada di meja makan. "Setelah itu langsung pulang ke rumah ya sayang" ucap Mariana yang repot menyusun berkas kerja. "Siap ma."

"Papa sarapan dulu sayang." Ajak Mariana. "Tidak sempat lagi ma, Papa sudah terlambat, ada client penting." Mendengar jawaban Roby, Reyhan berhenti melangkah menuju meja makan.

"Mbooookkk, Reyhan masih tidur nanti tolong disiapkan makannya ya!" Mariana pergi juga Reysa.

Reyhan melanjutkan tidurnya, menarik selimutnya. Berbaring kembali, dengan beralih dunia dia tidak melihat pemandangan tadi pagi. Beberapa kali mbok Siti melihat ke dalam kamar Reyhan, memastikan sudah bangun atau belum. Sudah ketiga kalinya mbok Siti memeriksa kamar Reyhan, posisi tidur Reyhan tetap belum bangun.

Ke-empat kali mbok Siti memastikan ke kamar itu, Reyhan sudah tidak ada di dalam kamar. "Den Reyhannnnn.!!" Panggil mbok Siti.

"Saya mbok." Jawab Reyhan keluar dari samping kulkas. "Den Reyhan harus sarapan pagi den sudah jam 13.00 wib."

"Tenang mbok." Reyhan membawa segelas air ke teras belakang. Kembali duduk termenung memandang jauh menembus dinding-dinding yang membatasi. Begitulah kegiatannya sampai satu bulan menganggur sekolah. Tidur, makan, keluar rumah sampai tengah malam.

Jam sudah menunjukkan 23.30 wib. Reysa hanya berdua bersama mbok Siti di rumah. Orangtua pergi keluar kota urusan pekerjaan. Reysa berusaha menelpon orangtua selalu di reject untuk sekedar mengabari anak mereka belum pulang sudah jam tengah malam.

Begitu juga Reyhan tidak menganggkat telephone Reysa. Tidak berapa menit ada orang yang mengetuk pintu dan benar itu Reyhan. "Lo darimana aja, gue khawatir, gue enggak bisa tidur, gue takut sendirian di rumah.!" Reysa memukul-mukul badan Reyhan.

"Gue minta maaf." Reyhan memeluk Reysa. Tangisannya belum berhenti begitu saja, Reysa memperkuat pelukannya mengingat orangtuanya tidak mengangkat teleponenya.

"Kalau lo kenapa-napa tadi gue harus berbuat apa sendirian di rumah ini, gue harus berbuat apa untuk menolong lo." Bentak Reysa. "Gue minta maaf." Melihat sekitar rumah tidak Ayah dan bunda, Reyhan bisa menyimpulkan mereka sedang keluar kota dan Reyhan tidak tahu kapan pergi dan kapan pulang. "Ah sudahlah jangan cengeng. Gue dari rumah Verdi mengambil barang-barang yang ketinggalan di asrama." Reysa melepaskan pelukannya.

"Gue pengen ngomong serius sama lo." Reyhan duduk dan mbok Siti mengambil air teh untuk kedua majikannya itu. "Lo sampai kapan seperti ini, lo enggak mau sekolah lagi atau gimana? Lo sudah sebulan menganggur, alasan lo mencari sekolah yang bagus buat lo." Reyhan tertawa terpaksa. "Ini omongan seriusnya, gue udah besar kak, gue tahu yang terbaik buat gue, jangan khawatir." Reyhan meninggalkan Reysa. "Satu lagi, terima kasih sudah mengkhawatirkan gue kak, sering sering khawatirkan gue ya." Reyhan tertawa sambil pergi meninggalkan Reysa yang masih menyimak maksud dari perkataan adiknya itu.

"Reyhannnnnn...." Teriak Reysa di depan pintu kamar Reyhan. "Gue mau tidur kak, gue capek dan ngantuk!" Reysa merasa kesal mendengar pernyataan adiknya yang capek seolah-olah dia menganggu jam istirahat adiknya padahal Reyhan keluar dari rumah untuk bermain di luar bukan untuk belajar atau yang lain seperti yang dia lakukan di luar rumah, kalau tidak belajar di sekolah, belajar kelompok di rumah temannya hanya itu yang dia lakukan di luar rumah kecuali bersama dengan keluarga.

"Buka kakak bilang!!" kesalnya sudah memuncak. "Kak sudah tengah malam, tidak bagus teriak-teriak." Reyhan membuka pintu dan sudah berganti pakaian dan rambutnya basah. "Lo mandi tengah malam gini?" tanya Reysa.

"Ada apa depan pintu gue? Enggak usah basa-basi!" ucap Reyhan. "Gimana sama diri lo? Lo enggak bosan di rumah aja enggak sekolah? atau lo memang enggak ada niat lagi mau sekolah lagi?" introgasi Reysa.

"Untuk masalah itu lagi, besok aja ya kak. Gue udah ngantuk, benaran deh!" Reyhan kembali menutup pintunya. "Benaran ya besok sepulang gue sekolah lo harus di rumah jangan kelayapan kemana-mana.!"

"Hmmmmmmm." Jawab Reyhan singkat.

***

RnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang