MASIH pagi udah menggosip aja ya Din." Nabila berjalan melewati Dinda, Caca, Rena menggosip mirip ibu-ibu arisan. Dinda masih semangat mendengarkan cerita Caca mengenai murid baru yang baru saja ada di kantor guru. "Gimana? Kren enggak, kalau masih lebih kren Bahri gue ogah." tanya Dinda.
"Lo liat aja nanti, lo akan menyimpulkan sama dengan kesimpulan gue." Ucap Caca. "Jadi lo berdua setipe?" Ledek Rena. "Awas kalau lo juga tertarik." Kesal Caca. "Sekarang murid barunya di mana?" Dinda sangat bersemangat. "Dan lebih buat gue WAWWW, tadi pagi dia masih diantar sama orangtuanya....." Dinda memotong, "Dia anak mami dongs,,,,." Caca sedikit kecewa. "Maksud lo?" tebak Rena .
"Menurut lo, cowok ganteng ke sekolah masih diantar sama orangtua zaman sekarang gimana? Lo simpullkan sendiri biar mikir sekali-kali otak pintar lo."
"Ayolah Ca, jangan buat gue jambak rambut lo, ngesalin banget!!" Rena memukul meja kesal.
"Udah...udah... perdebatan apa sih pagi-pagi gini, mending kalian ngerjakan tugas PR matematika" Nabila meleraikan perdebatan Rena dengan Caca yang akhirnya akan berakhir dengan pertengkaran lalu diam-diamanan. Rena dan Caca baru berdamai satu hari sebelum ini gara-gara masalah sepele di kelas. Masalah Caca yang bercanda menjodohkan Rena dengan Wawan salah satu teman sekelas mereka. Rena paling anti dijodoh-jodohin, takut berujung pacaran karena dia sudah punya pacar anak kuliahan.
"Kan ada lo.." Serentak Rena dan Caca.
"Kalau ada gue, emang lo bisa siap?" Nabila masih focus membaca-baca buku pelajaran
"Kalau enggak gue kasih, gimana?" Nabila diam memandangi kedua temannya itu.
"Berisik memang. Diam aja lo, cantik, lalu kerjakan." Potong Rena dengan rasa penasarannya tentang murid baru tersebut.
"Jelaskan cepat Ca, awas Rena mati penasaran trus gentayangan." Dinda tiba-tiba tertawa terbahak-bahak diantara perdebaran Rena dan Caca.
"Nggak jelas lo semua." Dinda meninggalkan perkumpulan ibu-ibu komplek yang menggosip harga cabai naik.
"Wah...wah.... Mau kemana lo Din?" Caca berbalik arah melihat punggung bantet sahabatnya itu semakin menjauh tanpa mempedulikan gosip yang lagi hot.
"Palingan ke kantin sarapan, abisnya lo sih punya gosip sok buat penasaran." Rena ikut-ikutan meninggalkan Caca dengan ekpresi datarnya.
"Bukan gue yang nyesal, lo yang bakal nyesal nggak tau info baru tentang murid baru itu." Caca meneriaki Rena yang mulai menjauh tak terlihat lagi.
"Udah-udah kerjakan cepat, bentar lagi masuk nanti tidak bisa negerjain lagi." Caca berjalan ke meja miliknya dengan Nabila, sementara Nabila sudah duduk cantik di samping kursi milik Caca, tepat di belakang kursi perdebatan mereka.
"Iya...iya.." Caca mengambil buku PR yang terletak di atas meja mereka.
"Selalu gue yang lo salahin." Membelakangi Nabila. Caca paling anti jika ditegur, jadi maunya apa? Caca mau, setiap hari dia dikatakan cantik, pintar, rajin menabung dan tidak sombong, complete. Satu meja dengan Nabila yang cuek, rajin belajar jika moodnya lagi bagus, suka mendengarkan music adalah posisi yang tepat. Jurus jitu Nabila saat Caca marah-marah dengan sikap manja-manja centilnya karena sesuatu yang disalahkan dari dirinya seperti pakainnya yang baunya sangat menyengat kebanyakan parfum.
Nabila menempelkan handshead di telinganya putar lagi kpop dan jangan lupa volume sampai garis akhir.
"Bila, lo dengarin gue nggak si, nggak peka jadi teman." Kata yang selalu Caca katakan saat melihat Nabila mulai menempelkan handsheat di telinganya. Nabila hanya mengangguk-angguk, bukan karena mendengarkan cerita dan bentakan Caca melainkan music dari lagu yang didengarkan mengundang gairah tubuh ingin mengikuti irama music.
"Terserah deh." Nabila mulai jenuh melihat sifat Caca semakin hari bukannya berkurang, tetapi semakin bertambah. Nabila membiarkan Caca menulis membelakanginya, lagian berapa menit bisa menulis dengan cara miring ke samping, jangan sampai encok tu pinggang enggak bisa balik.
Hitungan beberapa detik, Caca berbalik lagi. Nabila hanya tertawa geli melihat tingkah Caca yang manjanya melebihi anak SD. "Ca...ca" Batin Nabila focus membaca buku.
"Oh ya Ca, maksud ucapan lo tadi apa?" Nabila mulai penasaran.
"Lo juga penasaran kan?" Caca menunjukkan wajah bahagianya telah membuat banyak orang yang penasaran.
Nabila meninggalkan Caca yang masih sibuk menyalin PR. Sampai di lantai satu, Nabila sudah melihat Amel duduk di koridor perpustakaan. Amel sahabat Nabila mulai dari SMP tetapi saat di SMA mereka berbeda kelas. Nabila seorang anak yang rajin mengoleksi novel, comic dan buku lain yang bernuansa romansa begitu juga dengan Amel, bedanya mereka, Nabila tidak peduli dengan masalah, sedangkan Amel sangat peduli.
"Darimana aja lo Mel?" Nabila duduk di samping Amel.
"Lo yang darimana baru nongol, gue cariin tadi ke lantai satu dan dua, enggak ada. Ke kantin juga gue cariin, enggak ada." Nabila memasang wajah cemberut.
"Kenapa lo? Lo khawatir sama gue bilang?" tanya Amel. "Tumben lo khawatir sama gue."
"Gue bukan khawatir, gue mau cerita, Dinda dkk bilang ada murid baru lagi di sekolah kita."
"Masalahnya apa sama lo? kok kesal gitu dan sampai nyari gue hanya masalah murid baru."
"Gue kesal aja, tiap minggu ada murid baru di sekolah kita, iya kalau murid barunya baik budi enggak buat kelas ribut, gue enggak bakalan sekesal ini."
"Makanya lo pindah ke kelas unggulan, kelas gue."
Nabila diam. "Iya....iya gue tahu, gue bodoh, enggak sepintar lo."
"Yang gue enggak habis pikir, kenapa semua murid dimasukkan ke kelas gue, sekali –kali gitu ke kelas kalian gitu." Sambung lagi Nabila seolah tidak terima ada murid baru lagi di kelasnya. karena suasana kelasnya yang sekarang sudah sangat mengganggunya.
"Kami juga pengen lagi ada murid baru di kelas kami, tapi sayang kami anak kesayangan, anak unggulan sayyyy mana bisa diganggu gugat." Sombong Amel di depan sahabatnya itu.
Nabila diam kesal ada anggota baru di kelasnya, yang dia ketahui murid baru kali ini cowok. Membuat kelas semakin ribut.
Nabila mengembus napas kuat, sepertinya mimpinya jadi orang yang tidak peduli di dalam kelas gagal, melihat suasana kelas sudah semakin ramai dan itu sangat membuatnya terganggu, membuat targetnya tidak tercapai, kelas XI masuk kelas unggulan.
Dia bukan orang yang peduli dengan suasana kelas, dan masalah kelas apapun itu, hanya saja dia merasa terganggu ketika belajar tidak bisa focus. Belum lagi beberapa cewek sekelasnya yang hobby tebar-tebar pesona di depan cowok agar diperhatikan. Itu yang enggak masuk di otaknya.
***