Empat

29 22 0
                                    

"REYSA bangun nak, sudah jam lima." Bunda menepuk pelan pundak Reysa. "Reysa masih ngantuk, ma." Jawab Reysa berbalik dan merapatkan selimutnya. "Siapa suruh tidur malam-malam nak?" kata Mariana yang sekarang duduk di samping Reysa. "Hah? Reysa tidak tidur lama kok, ma." Jawab Reysa langsung bangun dan menatap ibunya. "Jadi kok tumben-tumbenan lama bangun." Reysa mengingat kembali, tadi malam dia memang lama tidur untuk membujuk adiknya agar mau membicarakan sekolah kepada kedua orangtuanya. Sampai-sampai dia harus merapikan kamar Reyhan dan mendekor ulang kamarnya dengan suasana baru. Alasannya dengan perubahan baru harus di mulai dari keadaan kamarnya, sudah hampir dua tahun selalu seperti itu.

"Kok jadi bengong? Jangan-jangan tadi malam teleponan sama cowok iya?" tanya Mariana tersenyum dan mencubit pipi anak perempuannya dengan pelan.

"Ah.... Mama, malas deh , Reysa." Jawab Reysa kembali tidur.

"Reysa! Ya ampun malah tidur lagi. Mama tunggu sampai jam enam, kalau enggak keluar kamar, mama berangkat kerja. Reysa langsung bangkit dan berlari mengejar Mariana.

"Ada yang mau dibicarakan Reyhan ma."Reysa langsung to the point. "Iya cepat sana mandi sayang." perintah Mariana.

Mariana yang sudah lama tidak pernah masuk ke dalam kamar Reyhan pagi-pagi. Pagi ini dia melakukan itu, membangunkan anak laki-lakinya.

"Reyhannnn... Reyhan..." ucapnya pelan membangunkan anak laki-lakinya itu. Dia terdiam sejenak melihat suasana kamar anak laki-lakinya itu sudah berubah drastic. Begitu tidak pedulinya kah dia terhadap anak-anaknya sampai keadaan kamar anaknya saja dia tidak tahu. Sudah lama dia melupakan rutinitasnya membangunkan Reyhan setiap pagi, hampir tiga bulan lalu. Sejak Reyhan masuk SMA dan ber-asrama di sekolahnya.

Mungkin ini yang membuatnya lebih sulit sekarang berkomunikasi dengan anak-anaknya yang sedikit demi sedikit dia meluakan tugasnya sebagai seorang ibu di dalam rumah ini.

Tidak ada sautan dari Reyhan. Mariana tahu Reyhan bukan orang yang susah dibangunkan, pasti dia sudah bangun. Melihat siapa yang membangunkannya dia tidur kembali. Dan dia tidak mau kalah dengan egonya. Tidak ada tanda-tanda Reyhan merespon panggilan Mariana.

"Mama tunggu di bawah, mama tidak akan kerja jika kamu mau bercerita sama mam." Itu kalimat terakhir Mariana. Reyhan membuka mata setelah melihat Mariana sudah jauh dari kamarnya.

Dua menit kemudian Reysa sudah muncul dari belakang pintu kamarnya. "Mama tidak kerja hari ini, sekarang lo ngomong sama mama." Ajak Reysa menarik tangan Reyhan yang belum sepenuhnya sadar dari tidurnya.

"Iya..iya enggak usah tari-tatik, gue bisa jalan sendiri."

Reyhan melihat Mariana sedang menyiapkan makanan untuk papa dan Reysa, hari ini Mariana tidak menggunakan pakaian kerja seperti hari-hari biasanya. Reyhan duduk di meja makan bersama. Hari pertama sarapan pagi bersama dengan keluarga setelah keluar dari sekolah.

Insting seorang papa memang slalu bersamaan dengan pemikiran anak-anaknya. "Sudah sebulan Reyhan kamu memilih sekolah untukmu, sekarang harus kamu putuskan sekolah di mana? Nanti kamu yang akan merugi nak.!" Reyhan diam, Reysa mencubit kaki Reyhan agar tubuhnya merespon. "Iya pa, hari ini Reyhan akan ke sekolah pilihan Reyhan."

"Bagus itu baru anak ayah, gentell. papa berangkat kerja dulu, papa tidak bisa menemani Reyhan. Nanti pergi ke sekolah bersama mama." Roby meninggalkan meja makan dan pamit pergi kerja.

"Iya pa." Ucap Reyhan sangat pelan sampai tidak terdengar Reysa. "Jawab papa." Reysa mencoleh Reyhan agar menjawab Roby. Reyhan tetap tidak menguatkan suaranya.

"Reysa berangkat ya ma." Reysa menyalami tangan Mariana. "Reysa diantar sama adik aja ya nak." Tawar Mariana. "Tidak usah ma, Reysa naik angkutan umum aja." Reysa pergi sementara Reyhan diam saja mulai dari dia duduk di kursinya.

RnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang