Duabelas

23 3 0
                                    

ANGIN sore yang dingin menembus pori-pori wajah memar Reyhan. Saat ini cowok itu dengan wajahnya yang memar itu duduk menunduk di depan kantor guru sambil memegang sebuah surat di tangannya. Butuh waktu lima menit membaca tulisan yang ada di kertas itu, Reyhan memutuskan masuk ke dalam kelas.

Semua murid-murid X-MIA sangat ribut membicarakan Yuda dan Reyhan yang berantam tidak termasuk Nabila. Reyhan berjalan di koridor kelas mendengarkan suara-suara khas ditelinganya yang membicarakannya. Dia masuk ke dalam kelas dan pandangan langsung menuju cewek yang duduk santai sendiri sambil membaca buku di dalam kelas tidak menggubris keributan yang terjadi di sekolah hari ini bahkan di kelas nya sendiri pelaku utama.

"Reyhannnn lo enggak pa-pa?" tanya Rihan, Odie, Fatur, Bahri. "Tenang, nanti kita balas, jangan mentang-mentang dia kakak kelas kita takut sama dia."

"Jangan guys, ini bukan masalah apa-apa, gue pastikan sudah selesai."

"Pasti sakit bangat, wajahnya sangat bengkak." Ucap Dinda di barisan. "Andai dia jodoh gue pasti udah gue jagain deh." Khayalan Dinda.

"Bil semangat bangat baca bukunya, kelas kita lagi berduka." Ucap Radit sengaja. Tidak ada respon dari Nabila.

"Yuda memang keterlaluan Bahri, kalian habisi aja." Sahut Rena dari belakang.

"Sudah, gue enggak pa-pa."

"Enggak pa-pa gimana? Wajah lo bro lebam dimana-mana?"

"Enggak...enggakkkk..." semua keributan itu berhenti ketika bu Ririn sudah muncul di depan pintu.

Sepanjang pelajaran Matematika, Reyhan hanya terdiam membisu karena dirinya sudah sangat mengerti tentang pelajaran Logaritma yang di ajarkan bu Ririn. Pelajaran Matematika berlangsung selama 2 jam pelajaran sampai bel pulang benar-benar berbunyi. Sambil melihat ke papan tulis, Nabila melirik ke barisan Reyhan.

Nabila terdiam sejenak menutup mulutnya melihat luka Reyhan. Tapi pandangan itu tidak berlangsung lama ketika orang yang sedang diperhatikan itu sadar. Nabila mengalihkan pandangannya ke papan tulis.

Pukul 16. 15 Wib.

Semua murid-murid SMA GARUDA bergembira setelah mendengar bel pulang berbunyi. Nabila masih di kelas menunggu Amel untuk pulang bersama.

Semua seisi kelas sudah keluar kecuali Nabila, melihat suasana kelas sunyi, membayangkan kata-kata Reyhan, hantu penunggu pohon mangga yang ada di sekolah membuatnya merinding.

Nabila keluar dari kelas menuju gerbang sekolah, belum sampai gerbang sekolah, dia melewati parkir sepeda motor. Tiba-tiba Reyhan sudah mendahului langkahnya.

"Lo enggak nanya gue kenapa?" tanya Reyhan.

"Gue pikir, dengan gue seperti ini lo bakalan nanya gue kenapa? tapi tidak." Nabila masih diam berdiri di tempat. "Gue buru-buru, Amel sudah menuggu gue di gerbang."

"Lo hati-hati." kalimat itu keluar dari mulut Reyhan, sebenarnya banyak kalimat yang ingin keluar dari mulutnya terlihat dari ekspresi wajahnya, tapi tidak dengan orang seperti Nabila. Sebelum Reyhan meninggalkannya, Nabila berhasil membuatnya berhenti melangkah.

"Apa harus dengan kekerasan menyelesaikan masalah?" Reyhan tersenyum.

"Biasa cowok, menyelesaikan masalah dengan kekerasan." Ucap Reyhan sedang bahagia sepertinya.

"Apakah masalahnya benar dari yang gue dengar?" tanya Nabila.

"Mungkin bukan mungkin iya." Jawab Reyhan tersenyum, dia orang pertama yang berhasil menarik perhatian Nabila, satu hal yang membuatnya bahagia saat ini walaupun keadaannya sangat mengkhawatirkan, seseorang yang ternyata peduli terhadapnya di balik ekspresi wajahnya yang datar. Reyhan juga bingung, kenapa hatinya seakan sangat bahagia mengetahui Nabila peduli dengan masalahnya, kebahagiaannya tak ber-alasan.

"Tapi itu lukanya lumayan parah." Tunjuk Nabila.

"Udah, biasa."

"Udah biasa berantam? Atau udah biasa dipukuli Massal?" Tanya Nabila. "Atau hobby lo dipukuli? makanya rasanya sudah biasa!!" Sambung Nabila lagi.

"Mungkin." Jawabnya singkat. "Nabila diam sejenak memperhatikan detail luka Reyhan.

"Harus dengan kekerasan?" tanya Nabila tegas.

Reyhan diam sebentar lalu menjawab, "Tadi sudah gue katakan, kami para lelaki menyelesaikan masalah hanya dengan kekerasan, lo jangan takut ya dekat gue gara-gara ini." Ucap Reyhan dengan senyum yang terukir indah di wajah tampannya yang luntur akibat memar di beberapa sudut. "Terserah lo, lo yang ngejalani hidup lo." Ucap Nabila lalu meninggalkan Reyhan masih senyum-senyum sendiri di sana.

***

RnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang