Esok harinya, Mbok Darmi terbagun karena suara azan dari masjid. Ia melihat sekililingnya. Yang ia dapati pertama kali adalah anaknya sedang tertidur pulas disamping kirinya. Sedang suaminya, Pak Martono tidak terlihat dimanapun. Mbok Darmi segera bangun dan keluar dari rumahnya. Dikejauhan ia melihat sosok samar yang berjalan menjauhi rumahnya menggunakan baju kokoh hijau menuju arah masjid yang berada di ujung Kebun Jagung didepan rumahnya. Perawakannya seperti Pak Martono, dan Mbok Darmi yakin itu adalah suaminya. Ia tersenyum. Ia masuk kembali kedalam rumah dan bersiap mengambil wudu untuk menjalankan solat subuh. Ketika Mbok Darmi bersiap untuk shalat, entah mengapa ia mendengar suara langkah kaki disamping rumahnya. Suara suara kaki itu tidak hanya satu, tetapi mungkin sekitar 2 atau 3 pasang kaki. Suara percikan becek yang ditinjak oleh kaki-kaki itu juga terdengar. Ia berpikir, buat apa orang bolak-balik disamping rumahnya sedangkan rumah Mbok Darmi merupakan rumah yang terletak paling ujung dari kawasan desanya sehingga tidak mungkin ada orang yang lewat disamping rumahnya. Selain itu juga, buat apa orang-orang itu berkeliaran subuh begini ? Mbok Darmi sempat berpikir untuk mengecek keadan diluar tetapi ia urungkan karena mengingat pesan suaminya yang mengatakan bahwa belakangan ini banyak pemuda desa sebelah yang mabuk-mabukan dan pulang larut menganggu dan meneror warga seperti manakut-nakuti warga. Pak Martono juga berpesan, jika mendengar tanda-tanda adanya pemuda-pemuda yang mabuk tersebut, sebaiknya tidak usah diperiksa karena mereka dalam keadan mabuk dan tidak sadar. Pak Martono mengkhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena mengingat pesan sang suami, Mbok Darmi pun melanjutkan mengenakan mukenah dan segera melaksanakan ibadahnya. Setelah selesai ia memasak sisa ubi jalar yang dibawa suaminya semalam. Ia berencana akan mengukus kemudian menggoreng ubi tersebut untuk sarapan mereka pagi ini. Tak lupa ia membuat sambal kesukaan anaknya, Suparmin dan membuat tiga gelas kopi. Satu gelas kopi tanpa gula sedikitpun untuk suaminya, Pak Martono sedangkan dua gelas lagi ia tambahkan tiga sendok gula tebu untuknya dan anaknya tercinta. Ketika ia sedang sibuk dengan aktivitasnya, tanpa ia sadari sebenarnya ada orang yang dari tadi memperhatikan gerak geriknya. Orang tersebut melangkah dengan pelan sekali, perlahan mendekati Mbok Darmi. Ia semakin dekat. Perasaan Mbok Darmi yang tadi ceria dalam menyiapkan sarapan keluarganya berubah menjadi sedikit was-was. Bagaimana tidak, perasaannya saat ini seperti sedang diawasi oleh sepasang mata. Ketika hendak menoleh, terlambat bagi Mbok Darmi untuk menyadari sudah ada sebuah tangan menutup matanya. Ia berteriak dan coba menarik tangan tersebut hingga usahanya membuahkan hasil. Tangan yang menutupi penglihatannya berhasil ia tepiskan dan terdengar suara gelak tawa dari suaminya, Pak Martono.
"Hahahahaha, ibu, ibu. Bagaimana sih bu, kok pintunya dibiarkan terbuka. Kalau ada orang yang berniat jahat masuk bagaimana ? Dan juga, ibu bapak perhatikan sangat asik dan sibuk sekali dengan kegiatan dapurnya sampai lupa kalau ada bapak menyelinap masuk. Untung yang masuk ini ksatria gadjah mada. Kalau tidak, haduh." Ejek Pak Martono
"heleh kamu ini pak, bagaimana kalau ibu jantungan dan mati mendadak karna kamu ? Weladalah, ada ada saja kamu itu pak. Heran ibu. " balas Mbok Darmi
"Lain kali hati-hati yo bu. Hehehe " Timpal Pak Martono yang hanya dibalas anggukan oleh Mbok Darmi. Dalam hati Mbok Darmi, ia sebenarnya sedikit bingung. Mengapa pintu yang jelas-jelas ia tutup sehabis mengambil wudu bisa terbuka ? Ia sedikit bingung mengenai hal itu. Tapi ia tidak terlalu memusingkan hal tersebut dan menganggap kalau dirinyalah yang lupa menutup pintu sehabis mengambil wudhu.
YOU ARE READING
Keadilan Terakhir untuk Jendral
Fiction HistoriqueBapakku dituduh sebagai anggota PKI!!!