04 - Tentang Takdir

1.2K 164 4
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Jungkook di penjara, sesuai janji. Jungkook menyuruhku untuk menemuinya di pagi hari. Sebelum ia benar-benar di bebaskan dari aparat kepolisian.

Sekarang aku berada di hadapanya, ia nampak baru saja bangun dari tidur. Entahlah, anehnya aku nurut-nurut saja saat ia menyuruhku untuk datang pagi ke sini. Bahkan aku harus berbohong kepada Hana dan Bibi Ahn jika aku ingin mengambil gelas-gelas kotor yang tertinggal di lapas saat polisi penjaga bertugas malam.

"Kemarikan tanganmu." seperti itulah ia berkata dengan nada serak habis bangun tidur, ia menatap mataku sebari menunggu uluran tanganku. Aku menatap dengan ragu namun berhasil menempatkan telapak tanganku di atas telapak tanganya yang dingin, ia gengam namun aku melepasnya.

Mata kelam itu terlalu banyak menyimpan cerita, berhari-hari aku cari tentang apa yang membuatnya masuk ke dalam sel jeruji besi. Juga tentang kasus apa yang ia alami sampai penjara adalah tempat persinggahan terakhir untuk ia menetap saat ini.

Matanya sangat indah, tetapi aku terlalu takut untuk menatapnya. Tidak, aku tidak berdebar sama sekali. Hanya saja, aku merasakan penasaran setiap kali mata itu menatap ke arahku dengan senyum yang mengundang banyaknya pertanyaan di dalam lubuk hatiku.

Sebenarnya perasaan apa ini, kenapa aku selalu mempertanyakan hal kecil pada diriku yang sebelumnya sudah terlalu mampu mengangap ini perasaan cinta atau hanya penasaran. Tapi, denganya aku tidak menemukan kedua hal itu sama sekali.

Atau aku menyangkal, jika yang kurasakan adalah perasaan lebih dari seorang gadis terhadap lelakinya.

Tidak, seharusnya aku tidak bisa jatuh cinta dengan semudah ini.

"Aku pulang hari ini, kuharap kau segera pergi juga dari tempat ini. Semoga di lain waktu kita bertemu kembali Eun Bi." Senyumnya, membuatku entah mengapa terasa ada sesuatu yang hilang. Terasa hampa.

"Hanya itu, ck. Kupikir kau akan memberi tahu tentang pertanyaanku kemarin siang." Decakku kesal, tidak mengelakkan rasa perih menjalar di sekujur tubuh. Kenapa aku rasanya takut kehilanggan. Bahkan, layaknya kami memang sudah mengenali rupa masing-masing seminggu yang lalu, tapi rasanya dekat seperti ini baru terjadi kemarin sore. Itu sangat singkat untuk di katakan sekedar dekat.

"Pertanyaan kasus yang aku alami? Apakah itu penting untukmu?" Tanya Jungkook, lelaki itu menyentil dahiku pelan. Membuatku meringgis kesal, sungguh kenapa saat mengenalnya seperti ini ia menyebalkan sekali. "Setelah keluar dari sini, pasti kita akan bertemu suatu saat nanti. Aku tidak ingin perjanjian untuk bertemu, itu terlalu mudah untuk di rencanakan. Aku ingin takdir yang menemukan kita, entah itu berberapa hari, bulan atau tahun ke depan. Mungkin kita akan bertemu kembali entah itu di jalan, di mall atau di manapun tempatnya aku yakin kita akan kembali bertemu. Dan saat itu juga kita akan memulai perkenalan yang baru, aku tidak suka perkenalan seperti ini. Tampak terlalu kaku. Dan tidak nyaman bagi kau maupun aku, jadi tunggu takdir itu menjemputmu aku harap perasaanmu tidak kembali meragu."

Aku terdiam cukup lama, bersamaan Jungkook yang mulai melangkah ke bilik kecil untuk membersihkan diri, ia perlu di introgasi sekali lagi sebelum benar-benar di bebaskan. Aku cukup tercenung berberapa saat, sebelum mengambil berberapa gelas kotor dan mulai melangkah keluar lapas. Entah kenapa, rasanya aku sungguh tidak sabar menunggu takdir itu menjemput. Sungguh, aku harap aku akan benar-benar bertemu dengan Jungkook nantinya.

Ya, aku harap.

***

Ini sudah memasuki hari ketiga, aku bersama Hana mulai menjelajah ke setiap sudut kamar. Sampai di kamar bertuliskan angka tiga, aku melirik ke arah papan nama yang tertera di atasnya. Tidak ada nama Jeon Jungkook di sana, bahkan aku tidak menemukan kembali pemuda itu tidur sampai siang hari. Hatiku terasa pedih entah kenapa, biasanya aku sedikit bersemangat dan sekarang rasanya aku kehilanggan salah satu itu.

Restricted ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang