XI

768 44 2
                                    

"Veron! Kamu habis darimana?"
Tanya Rita -mamanya- yang sedang membaca majalah di ruang tengah saat baru saja melihat Valeron memasuki rumah

"Loh? Mama kok udah pulang?"
Tanya balik Valeron

"Mama butuh jawaban, bukan pertanyaan!"
Tegas mamanya. Pasalnya keadaan Valeron belum pulih total

"Abis nganterin temen, mah"
Jawab Valeron yang baru saja duduk di sofa yang juga di tempati mamanya

"Kamu kan masih sakit, bukannya sembuh malah tambah parah sakitmu itu!"
Seru Rita

"Ah mama mah lebay"
Celetuk Valeron yang kemudian menimbulkan tatapan tak percaya dari mamanya

"Veron baik-baik aja mah"
Jelas Valeron bermaksud menghilangkan perasaan khawatir dari mamanya

Namun sebagai mama, Rita tak percaya begitu saja pada Valeron. Ia kemudian menempelkan punggung tangannya pada kening Valeron. Seketika punggung tangannya itu terasa panas. Tak berhenti di situ, Rita langsung menjitak kepala Valeron

"Aww! Sakit ma!"

"Panas gitu kamu bilang baik-baik aja, hah?"
Emosi mamanya seketika meluap

"Tinggal panas ma, udah nggak pusing.. Besok pasti sembuh"
Balas Valeron santai

"Pokoknya mama ga mau lagi liat kamu keluar sebelum bener-bener sembuh. Emang sepenting apa temenmu itu sampai kamu harus anterin dia? Ingat ya Veron, kamu masih harus latihan buat lomba sepak bola, kamu itu kapten, kamu mau sembuhnya lama? Dan lagi beban kamu ketambahan sama lomba olimpiade. Makanya ingat kesehatan kamu!"
Ucap Rita panjang lebar membuat Valeron seketika terhenyak

"Hmm okay ma, Veron ga bakal keluar lagi"
Balas Valeron akhirnya

"Ya sudah sana masuk kamar, istirahat yang cukup. Kalo butuh apa-apa panggil Mama aja, Mama enggak ke kantor lagi"
Tambah mamanya. Valeron hanya mengangguk lemah, kemudian berjalan ke arah kamarnya

Sesampainya di kamar, ia segera menutup pintu lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Kedua tangannya ia lipat lalu ia taruh di bawah kepalanya. Tatapannya lurus ke langit-langit kamar. Kata-kata mamanya itu terngiang lagi di pikirannya

'Emang sepenting apa temenmu itu sampai kamu harus anterin dia?'

Di satu sisi ia berpikir bahwa perkataan mamanya itu benar, sepenting itukah Dafinda bagi dirinya? Bukankah Dafinda hanya seperti teman-teman perempuan lainnya? Namun di sisi lain ia bingung, mengapa ia selalu nyaman jika berada di dekat Dafinda. Kadang ia berpikir, sebetulnya perasaannya itu sebatas kasihan karena kehidupan Dafinda, atau karena hal lain. Sebab sebelum ini ia tak pernah memikirkan seorang perempuan hingga seperti ini

Valeron mengacak rambutnya frustasi, ia kemudian memaksa memejamkan mata. Namun ketika matanya tertutup, bayang-bayang Dafinda seakan hadir dan akhirnya ia membuka matanya kembali

"Gue kenapa sih!"
Gerutu Valeron

🐾🐾🐾

"Sampai sini kalian sudah paham?"
Tanya Rendy

"Sudah"
Jawab Dafinda dan Valeron serempak. Rendy dan Zico saling berpandangan, kemudian mereka saling mengangguk

"Ya sudah, sampai di sini dulu pelatihan kali ini. Dafinda, kamu bisa pulang duluan, kami masih ada perlu dengan Valeron"
Ucap Zico. Dafinda mengangguk kemudian segera meninggalkan aula

"Ada apa bang?"
Tanya Valeron selepas Dafinda pergi dari aula. Zico dan Rendy terlihat mendekati Valeron kemudian menarik dua bangku untuk duduk berhadapan dengan Valeron

ValeronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang