Pernikahan #6

246 14 3
                                    


"Saya terima Nikahnya Azazah binti Fardan putri Bapak dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai," suara lantang Raka mengisi sepi dalam ruangan rumah Azazah.
"Sah para saksi?" tanya penghulu.
"Sah."
"Alhamdulillah,"

Penghulu membacakan do'a, yang diamini oleh seluruh tamu yang hadir. Setelah ucapan ijab qobul, Azazah telah menjadi istri sah seorang Raka, dan menjadi tanggung jawab Raka.

Azazah digandeng Uminya menuruni tangga, menuju tempat untuk duduk disamping Raka, semua mata tertuju pada dirinya, Azazah mengenakkan gaun putih, hijab senada dan tampilan syar'i, semua yang hadir kagum terhadap Azazah termasuk Raka.

Azazah duduk disamping Raka, lalu disuruh penghulu untuk mencium tangan suaminya, dengan malu-malu Azazah mengulurkan tangannya, yang langsung disambut Raka, dengan pelan Azazah menciumi tangan Suaminya.

"Kau sangat cantik," bisik Raka ditelinga Azazah.
Membuat gadis itu tersipu malu.

***

"Kenapa dirumah terlihat sangat ramai?"

Dari kejauhan Azarah datang, mengintip seperti biasa untuk mengetahui keadaan adiknya. Tapi betapa terkejutnya dia melihat keramaian dirumahnya itu.

"Adikku menikah? Sama siapa?"

Azarah sedikit mendekat untuk mencari tau, lalu dia melihat ucapan selamat yang terpampang di dekat pintu masuk, nama suami yang bertulisan Raka.

"Kenapa dia menikahi adikku? Ini tidak boleh terjadi. Dia itu Raka yang sudah berubah, dia bukan Raka yang baik lagi."

Azarah begitu mencemaskan Adiknya, sepertinya dia mengetahui sesuatu tentang Raka.

"Aku akan menjaga adikku lebih dekat lagi. Seorang seperti Raka sudah berani masuk kedalam kehidupan nya. Dia pasti akan menderita, gadis baik itu belum lagi dia tidak bisa melihat. Aku harus menjaganya langsung, tidak seperti ini lagi."

***

Malamnya Azazah sedang bersama Abi dan Uminya, Aira sedang mengemasi pakaian Azazah karena kini Azazah akan tinggal bersama suaminya. Berat bagi Aira untuk, membiarkan sang putri jauh dari dirinya. Tapi dia tidak bisa menahan Azazah, karena putrinya itu harus patuh dan ikut pada suaminya.

"Hari ini sangat melelahkan ya," ujar Azazah.

Azazah tau, dia bisa membaca seperti apa suasana sekarang walau tidak dengan melihat. Dia ingat bahwa Raka sedang menunggu nya dibawah, diruang tamu.

"Abi Umi, Azazah sudah dewasa, dan sekarang aku sudah punya suami. Abi dan Umi tidak perlu cemas lagi, Kak Raka itu orang yang baik, dia pasti akan jagain Azazah," jelas Azazah.
"Iya sayang, tapi Umi belum pernah berpisah dengan kamu. Ditambah Azarah sampai kini belum pulang kerumah, pasti kami sangat kesepian," sahut Aira, tak kuasa menahan kesedihannya.
"Sudah Umi nanti Azazah tambah berat untuk meninggalkan rumah, jika Umi menangis seperti ini," jelas Fardan menenangkan isterinya.
"Lagian Azazah masih berada dijakarta Umi, nggak jauh."

Aira mengerti ucapan Azazah dan suaminya itu. Setelah selesai barang-barang Azazah dibawakan oleh Fardan. Raka sudah menunggu, lalu Raka membawa beberapa barang Azazah yang ada diFardan, mereka semua berjalan menuju mobil Raka.

"Sayang kamu baik-baik ya, turuti semua perkataan suamimu dengan baik, kamu harus patuh, jangan lupa ibadah pada Allah jangan ditinggal," nasihat Aira.
"Iya Umi aku mengerti."
"Abi dan Umi, izinkan Raka membawa Azazah. Raka tidak akan membuat putri kalian menangis, Raka berjanji."
"Iya nak Raka, jaga putri Abi ya."

Rakapun mengajak Azazah masuk kemobilnya, lalu mereka pergi.

***

"Aku akan bersabar untuk menjadi yang baik, sampai aku mendapati posisi diperusahaan itu," guman Raka dalam hati.

Bersambung...

Ketika Aku Buta (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang