Chapter 12

5.4K 361 4
                                    

Just wait until you see why Allah had you wait.
What Allah is doing is beyond what you could ever pray for or think of

                 -πππππππ-

"Saya ingin meminang anak ibu" kalimat itu meluncur dengan jelas ibarat gaung di ruang yang sunyi.
Hatiku berdebar kencang sekencang kereta ekspres berlari menyusuri rel kereta.
Kaget, iya. Aku samasekali tidak menyangka Zulfan akan mengatakan kalimat itu secepat ini. Jujur perempuan mana yang tidak melayang rasanya mendengar sebuah kalimat yang penuh dengan makna itu.

Ibu tersenyum simpul.
"Alhamdulillah, kalau memang itu tujuan nak Zulfan. Umur kalian sudah sangat cukup layak buat segera menikah" kata ibu menanggapi jawaban Zulfan.

"Kalian boleh lanjut bertaaruf tapi kalau memang ada niatan meminang lebih cepat lebih baik nak Zulfan datang kemari bersama orang tua" lanjut ibu

Ya Allah ibu... benar-benar gerak cepat, batinku. Zulfan mengangguk kecil tanda paham atas perkataan ibu.

Malam itu juga cerita tentang Zulfan yang hendak melamar ku langsung viral di kalangan netizen...eh maksudnya netizen tingkat keluarga, yaitu kakak-kakak ku.
Bapak pun sepulang dari berpergian nya langsung disodori cerita ibu tentang pertemuan tadi sore.
Gembira. Seperti itulah terlihat di wajah bapak ibu mendengar kabar itu.

Tinggal aku yang jadi agak gamang. Secepat ini kah? Batinku. Rasanya seperti mimpi. Sebenarnya aku belum menjawab apakah aku mau dilamar beneran oleh Zulfan atau tidak. Tapi sepertinya jawaban sudah terpampang jelas di wajah ibu bapak bahwa mereka berdua menerima keseriusan Zulfan.

"Alhamdulillah... akhirnya adikku bakalan punya gandengan" goda mbak Lula kakak nomer tiga lewat WA. Truk kali pakai gandengan

"Aduh ga sabar deh dandan buat nikahannya adikku" isi WA mbak Nina

"Alhamdulillah...keren kah orang nya dik?" Tanya mbak Lina kakak nomer dua ku.

Malam itu aku jadi sibuk membalas japrian dari para netizen alias kakak-kakak ku.
Jempol tangan rasanya kebas karena terlalu lama menekan tombol ponsel.

Kubaringkan badan di tempat tidur. Susah sekali malam ini aku memejamkan mata.
Sebentar...apa benar ia memang pilihan terbaik, pikiran ku menerawang. Minimal aku harus lebih meyakinkan lagi kalau memang dia calon imam seperti yang kuharapkan.

            - ππππππππ-

Apa... Zulfan seorang aparat negara?? Iya dia seorang polisi yang berdinas di Polda Jatim.
Semalam bapak memberitahukan semua identitas Zulfan.
Minggu depan Zulfan akan datang bersama keluarga nya untuk melamar ku. Benar-benar gerak cepat, gerak kilat malah.

" Kan bagus toh Al lebih cepat lebih baik, biar tidak timbul fitnah" kata bapak melihatku terkejut mendengar Minggu depan Zulfan akan datang bersama keluarga nya.

"Bukan itu pak... rasanya sangat cepat, Alya masih belum mengenal banyak tentang Zulfan" elakku

"Mau seberapa banyak kamu akan mengenal calon suamimu... sebanyak apapun itu bukan jadi penentu bahwa esok akan langgeng akan bahagia pernikahan mu" jawab bapak tegas.

" Bapak betul Al... berapa banyak pasangan yang berpacaran lama sebelum menikah dengan alasan biar saling mengenal sifat, kebiasaan, kepribadian nya tapi banyak juga diantara mereka yang akhirnya berpisah setelah menikah. Itu artinya bukan banyak atau sedikit yang kamu ketahui tentang calon suamimu yang jadi penentu pernikahan mu langgeng, tapi keimanan, ketaqwaan kalian berdua itulah yang jadi penentu langgeng tidaknya pernikahan mu" kata ibu panjang lebar mendukung perkataan bapak.

"Alya tahu Bu...Alya memang tidak ingin pacaran, ibu kan tahu bagaimana prinsip Alya...tapi...dia polisi Bu" jawabku

" Memang kenapa Al kalau dia polisi" tanya mbak Nina yang waktu itu juga sedang berkunjung ke rumah karena kami sekeluarga mengadakan rapat tentang acara lamaran Minggu depan

Assalamualaikum Jodoh Terindah kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang