chapter 8

5.5K 373 3
                                    

Hari- hari cepat berlalu. Musim kemarau mulai tergantikan oleh hujan. Hampir tiap hari hujan turun kadang lama kadang sebentar.
Rutinitas ku masih seperti biasa. Aku mulai menyatu dengan orang-orang disini. Keberadaan ku di desa ini sebagai dokter gigi yang masih lajang sering juga membuat beberapa orang penasaran. Sering ibu- ibu datang sebagai pasien... ngobrol kesana kemari ujung- ujungnya kata nya pingin dikenal kan sama anaknya lah... ponakan nya lah...
Aku cuma santai menghadapi nya. Ibu nya mau tapi kalau anak nya ga mau bagaimana, pikirku.
Bohong kalau aku ga galau. Tentu saja galau sering menghinggapi hatiku. Andai tahu dimana dan siapa jodoh yang telah Allah persiapkan, tentu akan segera kucari alamat nya... hehe mulai halu kalau begini.
Kadang juga kebosanan menghinggapiku. Pingin pindah tempat praktek, pingin cari tempat lain, pingin suasana baru yang lebih menantang.
"Sabar Al..." Kata ajaib itu sering kudengar dari ibu kalau aku mulai kumat galau nya.
Iya benar..manusia hidup harus bermodal sabar dan takwa. Biar ga sesat kata pak ustadz. Meski kadang teori nya tak seindah kenyataan.

Pak Ilham...apa kabar dengannya? Ah lama-lama aku tidak terlalu mengharapkan japri darinya. Pesan-pesan yang masuk darinya hanya standar dari waktu ke waktu. Kadang mulai bosan membalas pesannya. Atau mungkin beliau juga sudah mulai bosan mengirim pesan untuk ku. Entahlah.

Derrttt... derrttt..
Ponsel ku yang tergeletak di sebelah ku bergetar.
Siang itu hujan turun dengan cukup deras. Rasanya bawaannya pingin tidur. Ifa dan anak kos yang lainnya belum pulang. Masih sepi, pas buat tidur.
"Assalamualaikum dokter Alya....sudah makan siangkah"
Yaa...pesan itu hampir sebulan ini sering masuk.
Zulfan Ahmad Firdaus. Pesan darinya. Seorang yang mengaku pasienku dan pernah berobat ke klinik. Dan nyatanya memang benar karena sudah kubuktikan dengan mencari kartu status nya.
Tidak setiap hari sih lelaki itu mengirim pesan, sangat jarang. Kadang kubalas kadang kuabaikan.
Aku belum bisa ber akrab ria membalas pesan-pesannya karena bercakap-cakap langsung lewat telepon belum pernah apalagi bertatap muka. Meskipun dia mengaku pernah periksa di klinik dan bertatap muka dengan ku tapi aku benar-benar tidak ingat yang mana orang nya. Di kartu status cumi tertulis nama dan umurnya 30tahun. Tidak ada keterangan lain. Kuanggap mungkin dia salah satu pengagum rahasia ku.... ceile berasa artis deh...

Biasanya hari Sabtu begini aku pulang ke Surabaya. Tapi karena hari ini pasar wage, jadi poli gigi wajib buka. Karena di waktu pasar Wage begini orang-orang yang tinggal di desa-desa yang letaknya jauh dari kecamatan dukun biasa nya akan berbondong-bondong ke pasar Wage. Jadi selain berbelanja mereka juga biasa nya menyempatkan diri memeriksakan kesehatan nya di klinik. Di desa-desa tersebut rata-rata tidak terdapat fasilitas kesehatan, terutama poli gigi, yang ada biasanya hanya bidan atau mantri yang praktek mandiri. Kalau sudah Wage begini biasanya jumlah pasien meningkat.
Kulirik jam dinding di ruang gigi. Pukul 2 siang. Wow sampai jam segini baru kelar mengerjakan semua pasien. Tiba-tiba pintu ruangan diketuk.
"Assalamualaikum..." Seorang ibu yang kuperkirakan tidak lebih tua dari ibuku menyapa. Seperti umumnya wanita di desa sini memakai kerudung rapat dan kain.
" Waalaikumsallam...iya Bu" jawabku ramah.
"Mari masuk...ibu mau periksa gigi?" Tanyaku sambil mempersilahkan ibu itu duduk.
"Maaf nak...ibu bukan mau periksa"katanya tersenyum. "Ibu cuma mau ngantar ini...ini masakan ibu sendiri" kata si ibu sambil mengangsurkan plastik kresek hitam besar. Kulirik sekilas ada beberapa makanan disana. Agak terkejut juga dengan kiriman seperti itu.
" Oh kenapa repot-repot Bu...mari duduk dulu" kataku sambil menarik kursi yang berhadapan langsung dengan kursiku.
Bukannya duduk, malah ibu itu melihat'ku dari atas sampai bawah.sejurus kemudian beliau tersenyum sambil menggelengkan kepala.
"Nggak usah nak...ibu cuma mau ngasih ini saja. Maaf cuma masakan desa" ...
"Saya pamit dulu" kata ibu itu sambil berjalan menuju pintu.
"Sebentar Bu..." Kejarku. Aku belum menanyakan nama atau apa lah.
"Ibu siapa ya... terimakasih banyak sudah repot-repot membawa kan ini" kataku sangat sopan
Kembali ibu itu tersenyum
" Senang sekali bisa ketemu dokter" katanya sambil mengangguk. "Maaf saya ga bisa lama sudah ditunggu sama anak perempuan saya di luar, tadi diantar anak saya kesini" kata ibu itu sambil berjalan cepat.
Ada pepes ikan, sayur urap, keloan bandeng itu istilah di sini nama lainnya asem-asem bandeng, otak-otak bandeng ada dalam keresek hitam itu.
"Banyak sekali" gumam ku. Tapi bagaimana pun aku sangat bersyukur dengan kiriman makanan ini, siang ini aku tidak usah repot mencari lauk di luar tinggal minta sepiring nasi ke mbak Rahma di dapur.

Derrttt... derrttt
Ponsel ku bergetar. Ada nama ibu disana.
"Assalamualaikum Bu..."jawabku langsung karena yakin pasti ibu yang menelpon.
"Waalaikumsallam Al..sudah pulang nak?" Tanya ibu langsung disusul dengan pertanyaan lain seperti biasanya, sudah makan, sudah sholat, istirahat dulu dan lainnya.
Nah tapi selain pertanyaan-pertanyaan itu, kalau ibu sudah menelepon ga cukup cuma WA artinya pasti ada cerita lain.
"Alya ibu mau cerita..."
Nah kaann...
"Tadi siang barusan ada seseorang mencari mu..." Kata ibu diseberang
"Siapa Bu..." Tanyaku buru-buru.
"Hmm..siapa ya tadi... laki-laki, katanya teman, kenal sama kamu, pernah ketemu di rumah sakit" jawab ibu menambah penasaran.
Aku mencoba mengingat siapa? Teman? Kalau pegawai rumah sakit atau anak kos seperti nya ga mungkin, pasti mereka tahu kalau aku ada disini dan pasti mereka akan memberitahu dulu kalau kesana.
"Oh ya...ibu ingat Al....namanya Zulfan" seru ibu seolah sangat senang berhasil mengingat nya.
"Oohh..." Sahutku pendek. Orang itu lagi? Ngapain juga datang ke rumah di Surabaya, kan aku ada disini. Atau memang dia tidak tahu kalau sekarang Wage dan aku disini. Tapi kalau memang sakit gigi ngapain juga malah ke rumah di Surabaya bukannya malah kesini.
"Al...sudah ya...ibu mau berangkat ngaji, ibu cuma mau kasi tahu itu aja... takutnya temanmu itu benar-benar ada perlu penting denganmu" kata ibu mengakhiri telpon setelah mengucapkan salam.

Hari itu aku dibuat benar-benar penasaran. Ya nama Zulfan seolah muncul terus menerus secara tiba-tiba. Dan rasanya tidak adil karena wujud orang nya pun aku tidak tahu. Tapi laki-laki itu seolah selalu berusaha menyapa dan mencuri perhatian. Darimana pula lelaki itu mendapat kan alamat ku, kapan hari ia berhasil mendapatkan nomer ponsel ku dengan bilang sebagai pasien... sekarang ia berhasil mendapatkan alamat ku di Surabaya. Lagipula kenapa juga dia tidak bilang dulu lewat wa kalau mau ke rumah Surabaya, apa memang sengaja. Beberapa pertanyaan menari-nari di pikiran ku. Rasa ingin tahu membuncah seolah ingin semuanya segera dijawab. Seperti apa toh lelaki yang mengaku sebagai pasien dan bernama Zulfan Ahmad Firdaus itu??

(Bersambung)

Assalamualaikum Jodoh Terindah kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang