Bab 1 – Masih Perawan
Tiga bulan sudah aku menikah dengan Devano. Selama itu tak ada kejadian spesial yang kualami dengannya. Hidupku terasa hambar, berjalan secara monoton, tak berwarna.
Aku tinggal di rumah keluarga Daniswara sebagai seorang menantu. Ibu mertuaku—Tante Sarah, atau yang sekarang sudah kupanggil mama, begitu menyayangiku. Adik-adik iparku—Arabella dan Nesya pun demikian. Mereka menganggapku layaknya seorang kakak kandung mereka sendiri. Sedangkan Papa Devon, meski banyak diam dan jarang berinteraksi denganku, tapi aku tahu dia juga perhatian denganku.
Walau begitu, hidupku tak serta merta bahagia dengan keluarga suami yang begitu menyayangiku seperti ini. Nyatanya, aku merasa kosong, kesepian, dan terkekang. Jiwaku yang dulu bebas, kini seakan terikat dengan status seorang istri. Aku hampir tak pernah ke kelab. Bertemu dengan teman juga ada batasannya. Lebih gilanya lagi, ke mana pun aku pergi, seorang sopir yang sewaktu-waktu bisa menjelma bak seorang bodyguard selalu berada di sekitarku.
Benar-benar gila. Dan semua itu tentu permintaan dari Devano.
Sungguh. Sampai sekarang aku sendiri tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran laki-laki itu. Hubunganku dengannya benar-benar berjalan di tempat selama tiga bulan terakhir. Dia menikahiku, dan hanya itu saja. Setelahnya, aku hanya dijadikan sebagai pajangan untuk keluarganya.
Kami tidur satu kamar, tapi tak pernah melakukan apa pun. Makan satu meja makan, tapi aku yakin dia tidak pernah memperhatikan makanan yang kusuka dan tak kusukai. Lebih parah lagi, kami tidak pernah bicara jika itu tidak penting.
Ya Tuhan, aku bisa gila.
Aku ingin melepaskan diri, tapi saat melihat Tante Sarah, saat melihat Mama, aku tidak tega. Mereka begitu menyayangiku. Tapi di sisi lain, aku merasa tidak kuat atau bahkan tidak sanggup jika harus hidup seperti ini selamanya.
Sembari mendengkus sebal, kukenakan flat shoes dan bersiap keluar kamar. Tapi saat aku menuju ke arah pintu, Devano tiba-tiba sudah menghadangku di ambang pintu. Dia menyandarkan tubuhnya dan bersedekap.
"Mau ke mana?" tanyanya.
"Ada janji sama teman," jawabku.
"Tidak bisa malam ini. Mama sama Papa mau ngomong sama kita."
"Tapi aku sudah ada janji." Aku berusaha tak mau kalah.
"Saya tidak mungkin bilang sama mereka kalau kamu tidak bisa ikut kumpul bersama karena sedang ke kelab malam," ucapnya penuh penekanan. Bahkan rahangnya sudah mengeras, tanda jika tidak ingin dibantah.
"Aku nggak ke kelab malam."
"Jangan bohong. Saya sudah tahu semuanya."
Aku menatapnya kesal dan kembali ke ranjang membuka kembali sepatuku dan menggerutu. "Ini nggak adil buat aku. Aku merasa terpenjara."
"Kamu bisa pergi ke mana saja, melakukan apa saja, asalkan tahu waktu. Kamu seorang istri. Setidaknya hormati saya sebagai suami kamu sesuai dengan kontrak yang tertulis."
Menghormati dia? Apa tidak salah? Selama ini aku sudah mentolerir apa yang dia lakukan terhadapku. Sikapnya yang datar dan menyebalkan, dingin dan kaku, hingga sikapnya yang suka mengatur. Aku bahkan rela menjadi tawanannya di dalam rumah ini.
Baiklah, yang terakhir memang sedikit berlebihan, tapi memang benar, aku merasa sedang ditawan.
Aku mendesah panjang. Apa pun itu, aku tidak akan bisa melawannya. Hei, di mana keberanianmu, Tess?
"Sekarang, apa yang harus aku lakukan?" tanyaku yang akhirnya pasrah dan menyerah.
Payah.
"Ganti baju kamu, dan ikut saya turun. Mama Risa dan Papa Akira juga datang," suruhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tessa
RomanceTessa tidak menyangka dirinya mendapatkan lamaran secara tiba-tiba dari teman mamanya, tapi dia lebih tidak menyangka bahwa pria yang dijodohkan dengannya akan memberinya kontrak untuk pernikahan mereka. Namun, walaupun harus menghadapi sikap membin...
Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi