Bab 3 – Suami istri yang sesungguhnya
Mungkin, saat ini aku terlihat seperti orang tolol dengan wajah pucat, tapi aku tak peduli. Siapa pun pasti akan terlihat tolol ketika berhadapan dengan orang semisterius Devano—laki-laki tampan yang begitu mengintimidasi. Laki-laki yang tidak bisa ditebak yang bersarang di kepalanya.
Apa dia benar-benar ingin membunuhku? Atau jangan-jangan ... dia akan memerkosaku dulu sebelum membunuh?
Ketakutan melandaku. Aku beringsut menjauhinya. "Tolong, kita bisa bicara baik-baik. Kalau kamu mau tidur sama aku ... baiklah, aku mau. Asal kamu harus melakukannya dengan pelan dan enggak kasar. Dan setelah itu, jangan bunuh aku."
Devano menaikkan sebelah alisnya, menatapku dengan tatapan bingung. Kemudian untuk pertama kalinya, aku melihatnya tertawa.
Aku bingung. Tentu saja. Apa lagi saat melihatnya menjauh dan melemparkan diri di atas ranjang dengan tertawa lebar seperti sedang menertawakan ketololanku.
Dasar laki-laki berengsek! Aku kan sedang ketakutan. Masa dia tertawa seperti itu? Sialan.
"Kamu kenapa?" tanyaku mendekat, tapi tetap menjaga jarak darinya.
"Kenapa? Kamu kira saya mau bunuh kamu? Astaga." Devano duduk di pinggiran rajang. Lalu dengan penuh keangkuhan, dia memintaku mengambil map yang dia taruh di atas meja.
"Map apa ini?" tanyaku bingung menuju ke arahnya.
Kurasakan suasana mencair setelah Devano melemparkan tawanya tadi. Ya, setidaknya dia tidak terlihat semengerikan tadi. Meski begitu, aku harus tetap waspada. Laki-laki itu tak bisa ditebak. Dan jangan lupakan sikap sialannya yang suka mengatur dan tidak suka ditolak.
"Kita harus bicara," ucapnya.
"Ya." Aku menjawab cuek karena masih sebal dengan ulahnya.
"Duduklah." Devano menepuk ranjang di sebelahnya.
"Enggak. Aku lebih suka berdiri."
"Ini akan memakan waktu lama karena kita harus membahas ulang hubungan kita."
Mataku berbinar seketika. "Kamu mau mengakhiri hubungan sialan kita?"
"Jangan mimpi," desisnya tajam.
Pundakku turun seketika. Sepertinya aku tak memiliki kesempatan untuk lepas dari tangannya. "Lalu?" tanyaku kemudian.
"Duduklah dulu, dan kita akan membahasnya dengan kepala dingin."
Akhirnya aku menuruti saja apa pun yang diperintahkan Devano. Duduk di sebelahnya, lalu kami saling berhadapan.
Jika boleh jujur, jantungku sudah berdebar keras. Tuhan benar-benar tidak adil. Kenapa Dia harus menciptakan laki-laki setampan Devano dengan sikap bejatnya?
Baiklah. Aku keterlaluan. Devano tidak bejat. Dia hanya menyebalkan.
"Saya mau tanya, kenapa kamu kabur dari saya?" tanya Devano.
"Kamu, kan, nuduh aku yang enggak-enggak, jadi aku sebal sama sikap kamu itu dan memilih kabur."
"Kamu, kan, sudah dewasa. Kenapa harus kekanakan seperti ini?"
Mataku membulat seketika. "Kekanakan? Orang kekanakan adalah orang yang sudah tahu salah, tapi enggak mau meminta maaf," jawabku cepat. "Kamu meninggalkan aku di jalan, bahkan enggak meminta maaf karena hal itu," sambungku.
"Kamu yang keluar dari mobil saya. Saya bisa apa?"
"Bisa apa? Kamu bisa menyusul lalu membujukku. Laki-laki dewasa biasanya melakukan hal itu."
![](https://img.wattpad.com/cover/195909892-288-k713712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tessa
RomanceTessa tidak menyangka dirinya mendapatkan lamaran secara tiba-tiba dari teman mamanya, tapi dia lebih tidak menyangka bahwa pria yang dijodohkan dengannya akan memberinya kontrak untuk pernikahan mereka. Namun, walaupun harus menghadapi sikap membin...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi