1. sebuah kesepakatan

5.5K 342 177
                                    

Pengantin baru. Mungkin yang pertama kali terlintas dalam benak kalian adalah pasangan suami-istri yang sedang lengket-lengketnya, dua sejoli saling mencintai yang begitu bahagia dengan pernikahannya, sepasang anak manusia yang dengan hangatnya berbagi kasih dan sayang mereka yang telah resmi dan sah di mata negara dan agama; sedang manis-manisnya.

Namun di sini berbeda.

Tiada candaan yang terdengar di dalam kamar pengantin mereka, pun gelak tawa yang mewarnainya. Hanya keheningan yang menyapa. Mereka saling diam dan duduk berjauhan di pinggiran ranjang, padahal gaun pengantin putih dan tuxedo dengan warna senada itu masih melekat sempurna pada tubuh masing-masing.

Ya, mereka memang sudah resmi menikah pagi tadi, mengucapkan janji suci pernikahan dengan tenang di depan pendeta dan hadirin. Namun, sejujurnya pernikahan itu tercipta bukan karena mereka saling mencintai. Itu sangat tidak benar. Ada satu dan hal lain di balik peresmian hubungan mereka.

"Mungkin lebih baik kita melakukan 'bayi tabung' saja, Naruto. Dengan begitu, kita tak perlu melalui proses senggama, dan... aku akan tetap mengandung anakmu." Ucapan tiba-tiba dari mempelai wanita menyita atensi pria yang duduk satu ruangan dengannya.

Pria berambut pirang nan tampan yang kini resmi menjadi suaminya itu melirik tajam pada pengantin wanitanya. Matanya yang sebiru safir menyipit dengan alis menukik tajam, seakan menegaskan kemarahan.

"Kau ini bodoh atau tolol, Hinata?" nada suara berat itu meninggi.

"Apa maksudmu?!" seakan tak terima, kedua mata seindah mutiara perempuan itu pun membalas tatapan suaminya tak kalah tajam.

Pria itu menegakkan tubuhnya. "Mau kau melakukan 'bayi tabung' atau bersenggama secara langsung denganku, kau akan tetap melahirkan anakku pada akhirnya." Tangan kanan berotot itu menyugar rambut pirangnya ke belakang, sebelum akhirnya kembali menatap lurus wajah ayu sang mempelai wanita, berusaha mengintimidasinya. "Dan 'punyamu' tetap akan menjadi jalan keluar bayinya. Keperawananmu akan tetap hilang---itupun jika kau masih perawan." Lanjutnya, tanpa sedikitpun mengalihkan tatapan kedua netra birunya.

Sedang perempuan di sisinya hanya memasang wajah datar. Yah, meskipun sepuhan merah sedikit merambat pada kedua pipinya.

"Lagi pula kalau bisa menggunakan cara yang mudah, kenapa harus memilih cara yang sulit?!" pria itu memutus kontak mata mereka, lalu bangkit dari tempatnya. Kedua tangannya melepas dasi kupu-kupu yang melingkari kerah kemeja putih di balik tuxedo yang ia kenakan, kemudian membuangnya asal ke arah ranjang. Tubuh tegap itu berdiri tepat di depan sang istri, meminta lebih banyak atensi. "Kau lihat aku... kau ini memiliki pria berstamina tinggi, spermaku juga subur. Dan kau... aku yakin kau sangat subur, apalagi dengan kedua asetmu itu." Kedua netra birunya menatap meneliti kedua payudara perempuan di hadapannya yang menyembul di balik gaun pengantin berpotongan dada rendah. "Pheww... Big Size! Ah, aku ingin sekali meremasnya, menciuminya, kemudian... menyesapnya."

Sungguh, ekspresi pria yang baru saja bergelar sebagai suaminya itu membuat Hinata bergidik ngeri. Naruto seakan seperti serigala yang hendak menerkam kelinci buruannya, dan ia adalah kelincinya.

Kedua netra indah Hinata membulat sempurna kala mendengarnya, dengan rona merah yang semakin pekat menjalar di kedua pipinya. Ia kembali menatap tajam wajah tampan suaminya dengan berang. "Akan ku jahit mulut kotormu itu! Bisakah kau berbicara tidak sevulgar itu?!"

Yah, meskipun Hinata sudah terbiasa mendengar ucapan tak beretika Naruto sejak lama, tapi tetap saja ia merasa sebal kala ucapan tersebut di tujukan padanya.

"Tentu saja tidak." Jawab pria itu dengan entengnya, dengan kedua tangan terselip pada kedua saku celana. Ah, jangan lupakan senyuman yang seakan tak berdosa. "Tapi, Hinata... aku serius bertanya padamu. Kenapa kau amat sangat tidak ingin bercinta denganku?"

MY (bastard) HUSBAND✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang