3. tak suka

2.6K 302 155
                                    

Senyuman manis tiada hentinya terulas dari bibir merah kecoklatan si pria pirang kala beberapa karyawan mengucapkan selamat pagi padanya bergantian. Yah, meskipun Naruto bukanlah pimpinan utama di perusahaan tempat ia bekerja, setidaknya ia memiliki kedudukan yang lumayan tinggi di sana.

Naruto adalah wakil CEO, orang ke dua yang paling disegani setelah Ayahnya---Uzumaki Minato---yang merupakan CEO sekaligus owner dari perusahaan keluarga yang bergerak di bidang advertising.

Setelah menaiki lift, pria jangkung itu berjalan dengan langkah panjang menuju pintu besar paling ujung; ruangan CEO, tempat Ayahnya bekerja. Setidaknya ia harus menemui sang Ayah terlebih dahulu sebelum kembali berkutat dengan pekerjaannya.

Naruto segera memutar gagang pintu di hadapannya, tanpa perlu mengetuknya terlebih dahulu. Ah, itu memang kebiasaan buruknya.

"Lagi-lagi kau terlambat." Belum satu langkah ia memasuki ruangan itu, sang Ayah sudah menyemprotnya---dengan kata---terlebih dahulu.

Pria paruh baya yang memiliki rambut sewarna dengan dirinya terlihat menurunkan kacamata, menatapnya dengan raut jengah yang begitu kentara dari kursi kebesarannya. Laptop yang menyala di atas meja itu terabaikan begitu saja.

"Namanya juga pengantin baru. Aku dan istriku bangun kesiangan. Harap dimaklumi." Naruto berucap sembari terus melangkah mendekati sang Ayah, kemudian mendudukkan diri di kursi yang berhadapan langsung dengan pimpinan tertinggi perusahaan tempat ia mencari nafkah.

"Aku yakin itu hanya alasanmu saja, Dasar anak nakal!"

Naruto hanya terkekeh menanggapi ucapan sang ayah.

"Kami hanya sedang berusaha menuruti keinginan nenek, Ayah. Dan ternyata 'hal seperti itu' bisa sangat melelahkan." Keluh si pria pirang, memasang raut wajah pura-pura tertekan. Hell, padahal ia begitu menikmatinya semalam.

"Benarkah kau bersama Hinata semalaman?Bukannya ke klub malam lagi, seperti biasanya?" Minato, sang Ayah bertanya dengan sangsi. Kedua lengannya terlipat di depan dada seakan mengintimidasi.

"Tidak. Aku benar-benar sudah melakukannya." Naruto menyandarkan punggungnya, menyamankan posisi duduknya sebelum kembali meneruskan ucapan. "Yah, meskipun pada awalnya terasa sedikit aneh mengingat Hinata selama ini hidup sebagai seorang adik untukku."

Minato mengedikkan bahunya, menatap iba pada raut wajah putranya. "Yah, mau bagaimana lagi? Jika yang mulia Chiyo sudah berkehendak, kita bisa apa?"

Naruto justru tertawa kencang.

Yah, perintah nyonya Chiyo adalah mutlak, tak dapat diganggu gugat. Hal itu seakan sudah menjadi aturan tak tertulis dalam keluarganya.

Minato menegakkan posisi duduknya, mata biru itu menatap serius pada mata duplikatnya. "Lalu, bagaimana respon anak perempuanku itu? Jangan paksa dia kalau dia tidak mau."

Naruto menaikkan sudut bibirnya, diikuti kekehan sinisnya. "Kalau aku memaksa memangnya kenapa?"

"Akan Ayah tendang juniormu yang tak tahu diri itu."

"W-wait..." Naruto menegakkan posisi duduknya, menatap dengan mata menyipit pada mata biru ayahnya. "Sebenarnya Hinata atau aku yang anak kandung Ayah? Ah, jangan-jangan kau memungutku dari panti asuhan?!"

Minato hanya tertawa menanggapi pertanyaan aneh Naruto.

"Kau sudah dewasa, tapi tetap saja masih lucu seperti balita."

"Dasar Ayah menyebalkan!"

Minato mengabaikan ucapan sang putra. Pria paruh baya itu justru kembali berkutat pada laptopnya, mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda.

MY (bastard) HUSBAND✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang