5. kakak beradik

2.1K 266 80
                                    

Suara derit kursi yang bergesek dengan lantai terdengar serentak kala Minato telah memberikan salam penutupnya pada meeting yang baru saja usai siang ini, disusul dengan langkah-langkah para karyawan yang mulai membubarkan diri, keluar dari ruangan dengan sebuah meja besar nan panjang yang dikelilingi kursi-kursi nyaman.

Setelah men-shut down laptop di hadapannya, atensi safir biru pria paruh baya itu teralih pada sang putra yang terlihat tergesa merapikan beberapa dokumen di depannya. Keningnya sontak berkerut, ia penasaran. Pasalnya pria yang begitu mirip dengannya itu terbiasa bekerja dengan santai, cenderung malas. Tapi, siang ini terlihat berbeda. Ada apakah gerangan?

"Kau terlihat terburu-buru, mau kemana?" tanya Minato kala putranya baru saja bangkit dari posisi duduknya.

Kepala pirang Naruto menoleh sejenak pada sang Ayah, kemudian atensi safir biru itu beralih pada arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Pulang. Nyonya besar memintaku menjemputnya." Jawabnya dengan cepat sembari mendorong kursi yang baru saja ia duduki mendekat pada tepi meja, merapikannya.

"Kau akan mengajak anak perempuan Ayah kemari?" Raut wajah Minato terlihat berbinar kala mendengar apa yang baru saja Naruto ucapkan.

Sedang Naruto hanya menaikkan sudut bibirnya tanpa sedikit pun membalas tatapan sang ayah. Tangan kanannya yang bebas merogoh handphone dari saku celana bahannya, mengecek chat yang baru saja masuk pada aplikasi WhatsApp-nya. Ah, istrinya kembali mengingatkan janji mereka.

"Mana ada? Tentu saja tidak. Kami akan berkencan sembari makan siang." Pria itu beralasan. Padahal kenyataannya ia hanya akan menepati janjinya untuk menemui Toneri bersama Hinata.

"Ah, padahal Ayah sudah sangat rindu Hinata." Dan... raut wajah Minato tampak kecewa setelahnya. "Bagaimana kalau kau ajak dia pulang ke rumah saja?"

Naruto menatap jengah pada Ayahnya, "Seriously, Ayah. Kau bisa membuat suaminya cemburu lama-lama. Kau terlihat seperti pedofil tua."

Minato hanya mengedikkan kedua bahunya dengan acuh setelah mendengar ucapan putra semata wayangnya. "Pada kenyataannya Hinata adalah putriku jauh sebelum kau menjadi suaminya."

Dan hal itu sontak membuat kening pria Uzumaki muda itu berkerut tak suka. "Sebenarnya aku ini anak siapa?"

Tentu saja Minato hanya tertawa setelahnya.

***

Pria pirang itu menutup pintu mobilnya dengan kasar setelah memarkirkannya di halaman rumah. Dengan langkah tergesa, kedua kaki panjang itu berjalan cepat menuju pintu gandanya, kemudian membukanya. Ah, ia sudah telat. Siang ini jalanan kota teramat padat, dan membuat dirinya terjebak macet untuk beberapa saat.

"Tsk! Kau telat lima menit. Dari mana saja, huh?" baru saja selangkah memasuki kediamannya, ia sudah di sambut oleh pertanyaan dengan nada kesal wanita yang tinggal serumah dengannya.

Safir itu segera menatap ke sumber suara, dan terlihatlah sosok Hinata yang terduduk dengan menyilangkan kaki di sofa ruang tamu menatap sebal padanya. Wanita itu telah terlihat begitu rapi dengan dress bermotif floral yang membalut tubuh ramping namun berisi miliknya. Cantik, berbanding terbalik dengan ekspresi tak menyenangkan pada raut wajahnya. Ah, jangan lupakan kedua lengannya yang terlipat di depan dada. Terlihat sangat bossy sekali, bukan?

"Mengkhawatirkan ku, eh?" Naruto menaikkan sudut bibirnya sebelah sembari menggulung lengan kemejanya sebatas siku. Langkah pria itu kian mendekat pada wanita itu.

Sedangkan Hinata membuang muka dengan segera. "Najis."

"Kau tahu? Hatiku sakit sekali mendengarnya." Kening tan itu berkerut, pura-pura bersedih.

MY (bastard) HUSBAND✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang